BAB 27

36 9 0
                                    

Alina menggelengkan kepalanya kuat-kuat, terbata-bata memberitahu Dir segala yang dikatakan Roxana pada Varthan di dunia bawah. Dir terpaku, tercenung, lalu bersuara,"Mungkin dia benar, Alina ... mungkin itu yang memang harus terjadi."

"Dir! Bagaimana mungkin kita bisa percaya Roxana? Pengkhianat bangsanya sendiri? Iblis mengerikan penuh tipu daya itu?"

"Pilihan Varthan sungguh tidak banyak, Alina! Kau lihat betapa kelabakan Varthan menangkis panah-panah xandkaradeyang tidak ada habisnya! Sampai kapan?! Sampai ia mati kelelahan? Atau ada panah yang lolos tangkisan pedangnya sehingga membunuhnya?"

Alina tergagap, mencoba bernapas, mencoba berpikir, tapi airmatanya mulai deras berderaian karena ia sungguh tidak tahu apa yang harus ia katakan pada Varthan, apakah mungkin Roxana bisa dipercaya? Iblis penyebab segala bencana ini?

<<<>>>

Tawa Khor menggelegar menggetarkan seantero bangsal itu, dan akar-akar hitam bergerak-gerak dengan suara desisan yang semakin keras. Para targmelolong-lolong, berdiri, melompat-lompat sehingga membuat bangsal itu dan balkon-balkonnya berguncang seperti ada gempa bumi.

Varthan mematung, tetes darah merah segar masih mengalir dari ujung bibirnya, raut wajahnya muram, namun kemuraman itu perlahan berubah, seiring dengan pedang putihnya yang pelan-pelan ia turunkan, rautnya juga menjadi lebih tenang ... .

Pedang di tangan Varthan tampak sedikit meredup, dan Varthan berbisik amat lirih,"Alina, dengarkan aku. Dengarkan. Aku harus lakukan ini. Aku akan melepas pedangku, Roxana mungkin benar. Saru-satunya cara supaya ada peluang bagi kau untuk sembuh adalah dengan menggabungkan pedang ini dengan xandkarade."

Alina hening, dan akhirnya Varthan bisa mendengar gadis itu berkata dengan suara gemetar,"Apa kau yakin Roxana tidak sedang melakukan tipu dayanya?"

Setelah terdiam sejenak, Varthan menjawab, "Tidak ... aku tidak yakin, Alina. Sejujurnya aku sungguh tidak tahu apa yang akan benar-benar terjadi kalau pedang putih ini kulepas dan kubiarkan bergabung dengan xandkarade."

Alina terdiam. "Kau gila kalau melepas pedang itu, Varthan."

"Kalau kegilaan itu akan memberimu setidaknya kemungkinan untuk selamat, maka biarlah aku melakukannya."

"Varthan! Ayo! Kita lanjutkan! Sudah cukup acara berbincang-bincang!" bentak Khor tiba-tiba. Xandkarade-nya ia letakkan lagi di posisi untuk menyerang.

Varthan mengawasi gerak-gerik Khor dan berbisik lirih,"Alina, apakah kau percaya padaku? Pada keputusanku untuk melepas pedang ini? Aku membutuhkanmu."

Varthan tidak mendengar suara apapun dari Alina, sampai akhirnya, "Lakukan, Varthan. Lakukanlah. Aku percaya pada pertimbanganmu. Dir pun begitu." Pedang putih kini bersinar gemerlap lagi.

Sang pemanah matahari berdiri tegak, dan dengan satu hentakan, melempar pedang putihnya ke arah xandkarade.

Khor tertawa mengejek, tawa menggelegar yang menggetarkan bangsal itu. Roxana membeku dalam kerangkengnya dengan mata tak berkedip.

Pedang putih bercahaya itu meluncur ke arah xandkarade, bagaikan magnet yang saling menarik, dan dalam satu hantaman, pedang itu melekat ke xandkaradedi tangan Khor. Tawa Khor menipis, mata sang raja dunia bawah membelalak melihat pedang putih bercahaya yang sungguh dari segi ukuran kalah jauh dari busur xandkaradeyang besar kukuh tapi entah bagaimana caranya, melekat erat di permukaan xandkarade.

Varthan terhuyung, jatuh berlutut, darah segar mengalir dari sela bibirnya. Tubuh tegapnya gemetar hebat, dan napasnya tersengal-sengal ... .

<<<>>>

SANG PEMANAH MATAHARI [SUDAH TERBIT CETAK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang