BAB 19

32 8 6
                                    

Hening yang menyesakkan melingkupi ruangan abu-abu penjara itu. Hening yang membuat napas terasa berat.

Varthan tertegun, dan Alina berusaha memproses setiap kata yang barusan diucapkan Dir.

Ayah Varthan, ayah kandungnya, bukan Raja Morand? Drama apa lagi ini? Alina menatap Varthan, dan pemuda itu terperangah tanpa kata.

"Dir ... apa yang barusan kau katakan?" suara Varthan bergetar saat akhirnya ia mampu mengumpulkan remah nalarnya yang beterbangan karena keterkejutannya.

Dir menghela napas. "Ayah kandungmu! Bukan Morand!" ulang Dir setengah hati. Dewa sipir itu berbalik cepat dan mendengus keras.

"Kau gila, Dir! Kau bohong! Ayahku adalah Morand, Raja Morand, kalau bukan bagaimana mungkin akulah pewaris tahta Valezar?" suara Varthan menggelegar.

Alina tahu pasti, persoalan siapa ayah kandung Varthan adalah masalah yang sangat sensitif karena berhubungan langsung dengan keabsahan Varthan sebagai pewaris tahta Valezar yang resmi.

Dir mendesah lirih, menggelengkan kepalanya lemah. "Morand, tidak pernah tahu kalau ia bukan ayahmu yang sesungguhnya! Ibumu, ahh ... Ixara yang cantik, ia tentu tahu tapi ia tidak bisa mengungkapkan, karena itu berarti kau tidak akan pernah bisa naik tahta, dan Morand akan membunuhnya, dan membunuhmu."

Varthan terdiam. Alina tahu pemuda itu sedang dalam perang batin yang begitu luar biasa. Tubuh kekar tegap itu tergetar karena berbagai emosi yang sedang mengharubiru batinnya.

"Lalu siapa ayahku sebenarnya ... ?" akhirnya Varthan bertanya, gemetar, mengambang di antara kebingungan dan kekagetannya.

Dir terdiam lama. Ia membuang muka dan matanya ia pejamkan erat. Kakek tua itu juga tampaknya tengah sibuk juga dengan perang di batinnya.

"Aku menyesal sudah memberitahumu bahwa ayah kandungmu bukan Morand. Karena sekarang, aku terlalu takut untuk memberitahumu siapa ayah kandungmu sebenarnya," kata Dir jujur akhirnya. Wajah pria tua itu tampak pucat pasi sekarang.

"Dir?! Kau takut? Sekarang?" bentak Varthan marah sambil menoleh cepat ke si sipir yang kini tampak mengkerut dalam takutnya.

"Hei! Aku juga orang hukuman di sini! Kau pikir aku mau menjadi penjaga tempat keparat ini?! Apa jadinya kalau rahasia itu aku ungkap ke kamu?! Habis aku! Habis!" Dir balas membentak sambil kedua tangannya mengacung-acung ke atas.

Alina merasa kepalanya berputar pusing, dan sakit di lukanya membuatnya mengerang lirih, dan dilihatnya bercak darah kehitaman lagi di tangannya.

Varthan bergegas menghampirinya. "Dir, beri cairan obat itu padaku!" akhirnya kata raja muda itu.

Dir menatap mereka berdua dengan tatapan kasihan, dan akhirnya keluar, beberapa saat kemudian ia melemparkan beberapa botol cairan coklat ke dalam penjara untuk luka Alina.

Varthan lebih banyak diam, dan ia membantu membersihkan luka Alina dan membasuhnya dengan cairan obat itu lagi.

Setelah membantu Alina membersihkan lukanya, Varthan berjalan gontai dan berdiri menatap keluar jendela. Alina hanya terduduk menyandarkan tubuhnya di dinding batu yang berlumut dingin. Cairan obat itu cukup berhasil mengurangi sakit lukanya, setidaknya untuk saat ini.

Tak dapat ia bayangkan resah yang saat ini pasti mendera hati Varthan, walau pemuda itu hanya diam.

Sesekali Varthan akan datang, memeriksa lukanya, menanyakan apakah ia haus atau lapar.

Tapi pemuda itu tidak banyak bicara lagi, keningnya berkerut dan ia hanya menatap ke luar jendela.

Alina bisa membayangkan keresahan itu, seorang raja yang sekarang berhadapan dengan kemungkinan ia sebenarnya bukanlah pewaris tahta yang sah. Tahta Valezar bukanlah haknya.

SANG PEMANAH MATAHARI [SUDAH TERBIT CETAK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang