BAB 26

33 9 5
                                    

"Roxana!" Varthan memanggil sosok dalam kerangkeng itu, suaranya serak karena masih begitu terkejut.

Sosok di dalam kerangkeng itu adalah Roxana. Pakaiannya compang-camping, rambutnya kusut masai, dan wajah wanita itu pucat pasi dengan darah hitam menetes di ujung bibir kebiruannya.

"Kau tolol, Varthan!" Roxana meraung marah.

"Roxana! Kau ... mengapa kau di kerangkeng? Apa maksud semua ini?" balas Varthan, pendar putih pedangnya semakin redup.

"Kau masuk jebakan Kaal dan Khor, Varthan ..." Roxana seperti hampir menangis.

Pedang di tangan Varthan bergetar keras, pendarnya semakin redup, menandakan guncangan luar biasa di jiwa Alina mendengar apa yang barusan dikatakan Roxana. Varthan mundur selangkah, mengeratkan genggamannya pada pedangnya, berbisik lembut pada Alina,"Alina, aku mohon. Kuatkan harapanmu sedikit saja. Pedang ini bergetar begitu keras saat ini. Alina?"

"Xandkaradememang akan mampu menyembuhkan Alina. Tapi kau tidak akan bisa mendapatkannya dengan pedang itu! Pedang itu tidak akan mungkin menang dalam pertarungan satu lawan satu dengan xandkarade! Kaal tahu kau, demi manusia, terutama demi gadis yang amat kau sayangi itu, akan mau turun ke dunia bawah mengambil xandkarade," Roxana mulai bercerita, tapi wanita itu terhenti sejenak dan napasnya megap-megap saat akar hitam mengeratkan kunciannya pada tangannya yang terentang. "Dengar, Varthan, dengar aku. Kau dan aku adalah korban dalam pertarungan kepentingan antara para dewa. Aku tidak pernah berniat mengambil kekuasaan Khor seperti kata Kaal padamu. Sebaliknya, aku mengira Khor adalah jodoh sejatiku, ia mahluk yang kupikir mengerti aku, menyayangi aku. Kegilaan bukan? Mencari kasih sayang di tempat seperti ini?" Roxana terbatuk."Aku pikir ia adalah kasih sayang yang tidak kudapat di dunia manusia. Aku sempat yakin aku mencintai Khor. Aku mau melakukan apapun untuk menyenangkannya. Termasuk merebut xandkarade."

Varthan membeku dalam kagetnya.

Roxana mengerang dan darah hitam mengalir dari bibirnya."Khor memintaku merebut xandkaradedarimu, lalu dengan senjata luar biasa itu, dia dan aku akan memerangi Kaal, mengambil kendali dunia langit, dunia bawah, dan dunia manusia. Impianku adalah menaklukkan dunia manusia, pembalasan dendamku pada para manusia yang sudah begitu banyak mengecewakanku, menyakitiku, melanggar janji padaku. Betapa indah rencana kami! Aku sepenuh hati melaksanakan apa mau Khor, dan aku kembali ke dunia ini dengan xandkaradedi tanganku. Kupikir aku akan mendapatkan peluk cinta, ucapan terima kasih, dan segala rencana besar kami akan segera terlaksana. Tapi tidak ... tentu saja tidak ..." Roxana gemetar. "Ia dan kakak kembarnya si bangsat Kaal sudah membuat rencana lain ..." bisik Roxana.

Pedang putih di tangan Varthan bergetar dan cahaya putihnya padam. Varthan mulai kesulitan mengendalikan pedang itu. Namun pemuda itu dalam terkejutnya tampak tidak lagi berusaha mengendalikan pedang itu. Pedang itu jatuh ke lantai hitam.

"Aku tidak pernah tahu sebelumnya kalau kau, Varthan, adalah putra Kaal, sampai Khor membocorkan itu padaku dalam mabuknya. Kau, Varthan Vazére, anak haram, anak rahasia Kaal yang tidak pernah boleh diketahui dunia langit atau tahtanya akan terancam karena itu berarti Kaal sudah melanggar habis-habisan aturan dunia langit kalau para dewa tidak pernah boleh bersatu dengan manusia, apalagi sampai punya anak. Hanya segelintir dewa yang tahu rahasia itu, dan semua diancam dengan pembuangan abadi ke daorraghkalau melanggar," Roxana mengerang kesakitan ketika akar-akar hitam bergerak, mengeratkan ikatannya lagi. Wanita itu menghela napas berat, dan melanjutkan dengan suara semakin rendah,"Kau, Varthan, adalah duri dalam tahta Kaal. Kau harus dilenyapkan. Kaal ingin kau mati di sini, di dunia bawah, jauh dari pandangan para dewa," kalimat Roxana membuat Varthan terhuyung, jatuh berlutut di hadapan pedang yang sudah berubah warna jadi abu-abu.

SANG PEMANAH MATAHARI [SUDAH TERBIT CETAK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang