HAI? SIAP BACA BAB 25?
VOTEEE DULUU DONG
KOMENT JUGAAAA <3
Selamat membacaa, semoga suka, Aamiin.
26. DAFTAR TUNGGU UNTUK SENANG
Jadilah yang paling biasa. Karena jika jadi sedih atau senang, puasmu berlebihan.
***
Terlihat seorang perempuan dengan langkah yang tergesa-gesa keluar dari rumah sakit. Banyak sekali kecewa yang ia temukan dari tempat itu. Wajah cantiknya terlihat sangat sembab. Berantakan sekali dirinya. Salsa sempat mengunjungi ruangan Ayahnya, namun yang ia lihat justru adalah tampilan romantis dari keluarga kecil yang sangat bahagia. Mungkin, senang punya daftar tunggunya, dan sekarang Salsa adalah tokoh yang kehilangan senangnya karena sudah diberi waktu untuk merasakannya.
Usai mendapatkan kabar tentang kondisi Bara yang sangat menghawatirkan, Salsa memilih nekat untuk pulang ke Jakarta seorang diri malam ini juga. Ya, karena apa lagi yang harus ia harapkan ada di sini? Ayahnya punya orang lain. Sedangkan dirinya hanya punya Ayahnya. Dan ia sudah kehilangan.
"Liburan ke Bandung adalah rencana yang buruk," monolog Salsa.
Perempuan itu berjalan menuju halte, berharap di sana ia mendapatkan kendaraan untuk pulang. Beda jauh dengan Jakarta, Bandung jika malam, orang-orangnya benar-benar tidur, meninggalkan sepi dan gelap.
Berbekal handphone dan ATM yang ia selipkan di casing handphonenya, Salsa melangkah semakin jauh. Perempuan itu benar-benar tidak punya takut, meski ini kali pertamanya menginjakkan kaki ke Bandung.
Ia harus ke Jakarta sekarang, Bara kritis. Hanya itu kalimat yang berulang-ulang di kepala Salsa.
Mungkin kita bukan yang terbaik, tapi, jangan pernah hilang disaat orang lain butuh.
Sebentar lagi akan masuk pukul dua belas malam. Sangat tabu memang, Salsa masih berkeliaran jam seperti ini di tempat yang belum ia ketahui sebelumnya tentang arahnya. Perutnya terasa perih saat itu. Namun tetap ia paksaan jalan sampai mendapatkan halte terdekat.
Tapi, ternyata, sejauh 2 km, tidak ada satupun halte yang ia inginkan yang ditemukan. Sepanjang jalanan yang disusuri tidak punya ramainya sama sekali.
"Semesta, plis, ini gue baru aja kecewa banget loh, masa dibuat tersesat juga sih," keluh Salsa ketus.
Salsa berhenti sejenak. Mengatur nafasnya. Ia menengadah menatap langit yang tidak ada satupun bintang. Lelah kemudian menghampirinya, terasa berat semua hal yang ia pikul sekarang. Memang, luka dari kecewa itu tidak terlihat, namun menganga, konon, belum ditemukan apa obatnya, Dokter pun tidak tahu cara menyembuhkan, belum ada hal magic untuk mengatasinya. Luka yang diciptakan oleh perasaan itu mahal, dibayar oleh 'maaf' tapi belum tentu dapat 'percaya' lagi.
Mendengar berita kecelakaan Ayahnya, mengetahui kehancuran keluarganya yang selama ini ia cintai dengan amat, mendapatkan kabar kecelakaan Bara.
"Sakit banget, ya," ucap Salsa pada dirinya. Perempuan itu memegang dadanya, tanda tidak kuasa menahan sakitnya.
Kepala Salsa berdenyut hebat saat itu. Jantungnya melambat, seperti semua kekuatannya meninggalkan dirinya. Berkali-kali Salsa memegang kendali kuatnya. Pandangan tidak tertata lagi. Tapi, usahanya tidak pernah putus untuk mencoba jadi 'baik-baik' saja. Langkahan kakinya yang pertama masih tertahan, hingga langkah kedua yang merobohkan...