38. 2125

78.8K 7.3K 7.5K
                                    

Haloooooo, Bor. Met malam senin. Senang akhirnyaaa bisa update  untuk kaliann. Terima kasih udah nunggu dengan sabar, yaaa.

Bab ini adalah salah satu bab yang akan melangkah menuju akhir, jadii buat kalian, ayo ramaikan antusiasnyaa yaaa. Jangan lupa vote dan koment sebanyak-banyaknya.

3K VOTE + 7K KOMENT UNTUK NEXT KE BAB 39.

Selamat membacaa, semogaa sukaaa Aamiin.

38. 2125

Banyak yang akan hilang. Tapi semoga kamu, tidak.

***

"Anjir udah jam setengah satu malam? kok Salsa belum pulang, ya?"

Perempuan dengan selimut yang terpasang rapi di badannya itu menggeliat setengah sadar, ditatapnya handphone yang ada di tangannya. Lalu menoleh pada sebelahnya, yang biasanya ada Salsa yang sudah tertidur. Atau tidak, ada perempuan itu di pinggir jendela. Menghayal, bercerita pada malam, katanya.

Rai terbangun secara paksa, memeriksa kebenaran jam, lalu beralih menelfon perempuan itu. Namun, tersisa suara operator yang ada.

"Kok nggak aktif? nggak sopan banget ni anak, kemana sih...," protes Rai. "Mentang-mentang jalan sama mantan."

Diulangnya lagi sampai berkali-kali panggilan telfon itu. "Ih, ini serius nggak aktif?"

Rai menatap jam dinding, "Kayaknya setelan jam yang kecepetan deh, nggak mungkin Salsa belum pulang sampai jam satu kayak gini, dia ngapain sama Bara, anjir," terkah Salsa lagi, berbicara sendiri. Perempuan itu mulai berpikir yang tidak-tidak.

Tapi berubah, "Ahh! urusan mereka lah, mending gue bobo cantik lagi."

Rai kembali pada posisinya semula, didengarnya rintik hujan yang sangat deras dari luar, kembali ia rentangkan selimutnya menutup badan. Namun ditengah-tengah ia akan memejamkan matanya, ada monolog seperti ini yang terbesit dari hatinya, "Kok gue tiba-tiba sedih banget lo nggak ada di sini, ya, Sal...."

"Uhhh! bodo amat, gue jomblo, ngapain sedih," kata Rai setelahnya. "Jomblo harus kuat jika ditinggal sahabat pergi ngedate dengan someone special."

****

Tanpa melepas jaketnya, Bara langsung membuang tubuhnya di kasur, mata laki-laki itu tembus menatap langit-langit kamar. Lalu kemudian tersenyum beberapa kali mengingat setiap detik hal menyenangkan bersama Salsa di Cafe tadi. Setelah dua puluh menit mengantar perempuan itu ke kostnya, Bara kembali ke apartemennya, apartemen milik keluarga yang ada di Jogja. Laki-laki itu punya kunci aksesnya.

"Gila, jantung gue," Bara memegang jantungnya, merasakan detaknya yang baru kali ini, kembali berkerja seperti itu. Setelah lama.

Satu kekeliruan akhirnya Bara sadari, ternyata dengan beberapa perempuan yang hadir belakangan ini, ia tidak benar-benar jatuh padanya. Laki-laki itu hanya keliru mengartikan rasanya, termasuk pada Salsa sendiri waktu itu. Karena pada yang lainnya, bukan jatuh cinta yang ia alami. Tapi, kedekatan yang nyaman. Hanya itu.

Bara menyetel nada dering handphonenya kemudian, dari yang dulu ia silent, sekarang berubah menjadi volume up, menunggu pesan dari Salsa, menunggu jawaban atas rasa itu.

Sudah dua kali, dengan orang yang sama. Rasanya tidak ada yang berubah, malah sekarang lebih berharga. Lebih istimewa.

Mantan itu nyatanya bukan selamanya hidup pada masa lalu. Ada kalanya ia bermetamorfosis, berubah menjadi masa depan, berubah jadi seseorang yang kita perjuangkan lagi. Karena, sangat buruk jika memaksa untuk memulai dengan orang baru, sedangkan rasanya tertinggal pada orang lama. Jadi, hati-hati saja.

DIA BARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang