#MLPA - O3. Derland Modus?

953 40 1
                                    

Tringg!

Bunyi lonceng berbunyi, seorang pembeli masuk ke dalam cafe membuat beberapa pasang mata refleks menatap ke arahnya. Penasaran atau tidak itu sudah menjadi jalanya impuls manusia yang dapat menghubungkan reseptor ke efektornya.

Sepasang mata seorang cowok berkulit putih itu terus mengikuti arah langkah gadis yang baru memasuki cafe tadi.

"Ini pesanannya, selamat menikmati." seorang barista cafe yang tiba-tiba datang dengan sebuah nampan berisi secangkir cappuccino dingin membuat atensi itu kini beralih pada barista tersebut.

"Ah, iya. Makasi," katanya lalu matanya kembali melihat kearah lain, mencari sosok gadis itu.

Beberapa saat gadis itu keluar dari arah toilet dengan seragam barista yang sama seperti pelayan yang lainnya.

"Eh sebentar," kata Derland menghentikan barista tadi yang ingin pergi.

"Ada yang bisa saya bantu, Kak?"

Derland mengangguk pelan. "Dia... pelayan disini?" tanya Derland sambil menunjuk kearah gadis itu.

Barista itu lantas mengikuti arah tunjuk Derland, lalu ia mengangguk membetulkan. "Oh iya, betul, Kak. Apa dia membuat ke salahan?"

"Engga. By the way, dia udah berapa lama kerja disini?"

"Sekitar empat bulanan."

"Dia masih sekolah kan?"

"Iya betul, Kak. Dia masih SMP, jadi mohon maaf apabila dia membuat ke salahan."

"Oh, engga-engga. Gue mau nanya-nanya tentang dia, boleh?"

"A-ah, maaf, Kak, kalau tentang pribadi saya ngga bisa kasih tau."

"Tenang, gue bukan orang jahat kok. Jadi lo ngga usah khawatir,"

"Beneran ya, Kak?"

Derland mengangguk, mencoba meyakinkan. "Lo duduk aja, biar enak ngobrolnya."

Barista menurut, duduk di hadapan Derland.

"Gue boleh tau nama dia?"

Barista itu mengangguk. "Namanya, Kanaya Sabhira Arshavina."

"Kanaya..." gumam Derland pelan, lalu sudut bibirnya terangkat keatas. "Kalau boleh tau, dia kenapa bisa kerja disini? Bukannya anak di bawah umur itu ngga boleh ya?"

"Dia memaksa untuk bisa kerja disini, katanya untuk membantu Ibunya. Ibunya sekarang sakit-sakitan, jadi ya... begitu."

Alis Derland terangkat satu. "Ayah dia kemana? Ibunya tau kalau anaknya itu kerja?"

Barista itu menggeleng. "Ibunya tidak tau dan tentang ayahnya... setahu saya, sudah meninggal."

"Dia anak tunggal?"

"Iya."

"Dia kerja disini kalau sekolahnya lagi senggang?"

"Iya."

"Kalau boleh tau, gaji di sini perbulannya berapa?"

"Satu juta dua ratus, tapi karena dia sering absen gajinya setengah dari itu."

Derland mengangguk-angguk paham. "Lo tau dia sekolah dimana?"

"Setahu saya di SMP Negri 54."

Itukan SMP gie dulu, batin Derland.

"Makasi udah mau jawab pertanyaan-pertanyaan gue, lo boleh lanjut kerja dan maaf ngeganggu waktu kerja lo."

Barista itu bangkit dari duduknya lalu membungkuk sopan. "Senang bisa membantu, saya permisi." setelah itu sang barista pergi meninggalkan Derland yang mula sibuk dengan pikirannya sendiri.

My Little Petite Amie Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang