BYURRRR!!!
Tubuh Naya mematung di tengah lapangan saat satu timba air mengguyur badannya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Rasa panas dari terik matahari siang ini, kini digantikan dengan rasa dingin. Juga rasa malu yang harus ia tanggung sebab kini dirinya menjadi bahan tontonan teman-teman satu sekolah.
Mereka semua menatap Naya sambil berbisik, tertawa, bahkan ada juga yang tertawa kencang hingga terbahak-bahak secara terang-terangan. Dan, semua itu tidak luput dari perhatian Naya.
Dada Naya bergemuruh menahan amarah dan tangis. Bagaimana tidak, kejadian yang tengah menimpanya siang ini sudah termasuk tindak bullying. Bukan sebuah lelucon yang pantas untuk ditertawakan. Namun, sepertinya mereka semua ingin menutup mata untuk fakta itu.
Dengan cepat Naya mengusap seluruh wajahnya menggunakan tangan kosong. Berusaha membuat pandangan matanya kembali berfungsi normal setelah rasa perih akibat guyuran air tadi sempat membuat dirinya susah membuka mata.
Pandangan Naya terangkat. Menatap ketiga cewek dihadapannya dengan kedua tangan mengepal kuat. Kali ini ia tidak boleh terlihat lemah, kali ini ia harus berani. Sorot mata Naya menyiratkan rasa kebencian pada ketiga cewek itu. Dalam hati Naya merapalkan berbagai sumpah serapah. Padahal ia tadi hanya berjalan melewati lapangan menuju gerbang depan, karena ingin pulang. Kenapa semua justru berakhir menjadi tragedi menyebalkan seperti ini? Tidak bisakah mereka tidak membully Naya satu hari saja?
Mawar, Indie, dan Ratu.
Ya, ketiga cewek yang baru saja mengguyur Naya entah menggunakan air apa itu adalah Mawar, Indie, dan Ratu. Teman satu kelas Naya yang kelakuannya sudah tidak diherankan lagi.
“Maksud lo apa, hah?! Laporin kami ke BK,” Ratu menyolot dengan tidak santainya.
“Berani juga nyali lo,” kata Mawar terkekeh pelan.
“Apa kalian ngga sadar setelah apa yang kalian lakuin selama ini?” tanya Naya menatap satu persatu ketiga cewek di hadapannya itu.
Ketiga cewek di hadapannya itu hanya tersenyum miring.
“Ayolah, kami cuman have fun sama lo. Jangan dibawa serius amat napa,” kata Indie.
“Sinting.”
Mendengar umpatan Naya, ketiga cewek itu melotot kaget.
“APA LO BILANG?!”
“Sin--”
Melihat ancang-ancang ketiga cewek itu yang hendak menerkamnya, Naya memilih untuk kabur.
“WOI JANGAN KABUR LO!!”
Naya berlari menuju gerbang depan. Ia tidak memedulikan suara ketiga cewek itu yang terus meneriaki namanya. Tidak peduli dengan tatapan orang-orang sekitar yang melihatnya basah kuyup. Ia benar-benar tidak peduli dengan semua itu. Yang ada dalam pikirannya sekarang hanya ingin cepat-cepat pulang.
Naya terus berlari tak tentu arah saat menyadari Mawar dan kedua temannya tetap mengejar. Sial. Tadi ia pikir akan bebas setelah keluar dari area sekolah. Nyatanya ia semakin dibuat panik oleh pilihannya. Mereka terus mengejar seiring dengan langkah kakinya yang terasa lelah, juga dengan air matanya yang terus menetes semakin deras. Naya menangis.
Meski kini napasnya mulai tersengal-sengal, merasa tidak kuat berlari lebih jauh, Naya tetap berusaha menguatkan dirinya untuk tidak menyerah. Yang harus ia lakukan sekarang hanyalah berlari, berlari, dan berlari entah sampai kapan ujungnya. Ia harus kabur dari Mawar and the gang. Biarpun saat dikelas besok ia akan bertemu lagi dengan ketiga cewek itu, setidaknya untuk hari ini mereka tidak melakukan serangan secara fisik.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Petite Amie
Teen Fiction"Emang Om ngga malu pacaran sama anak SMP?" "Berhenti panggil gue 'Om', gue masih SMA!" © kimviitaelove, 2022.