Derland mematikan mesin motornya saat tiba di depan rumah mewah yang berada di salah satu komplek elit di Jakarta.
“Makasih, Derland...” ucap seorang gadis berparas cantik itu, turun dari motor Derland.
“Hm. Udah baikan?” tanya Derland tanpa melepas helmnya.
Gadis itu tersenyum dan mengangguk pelan. “Udah, berkat lo. Makasih banyak.”
“Kalo butuh sesuatu, kabarin gue lagi.”
Gadis itu lagi-lagi hanya mengangguk. “Em.. lo mau mampir bentar?”
Derland menggeleng. “Sorry, lain kali aja. Gue ada janji sama temen,” kata Derland menolak dengan halus. Kembali menyalakan mesin motornya. “Gue pamit dulu ya? Jangan sedih lagi,” ucapnya sambil mengacak-acak rambut gadis itu pelan sebelum akhirnya benar-benar pergi dari sana.
“Hati-hati.”
*****
“Taruhan gue malem ini.”
Cowok bertubuh jangkung dengan jaket kulit berwarna hitam itu menunjukkan selembar cek pada Derland. Dalam cek itu bertuliskan uang senilai 5 miliar.
“Gue ngga butuh taruhan.”
Mendengar respon dari Derland, cowok itu mengernyit bingung. “Maksud lo?”
“Gue ikut balapan karena pengen ngadu skill balap gue. Bukan karena pengen dapetin sesuatu.”
Cowok itu tertawa remeh. “Sok jadi manusia paling bener lo, Land. Bilang aja kalo lo takut kalah taruhan.”
Derland masih bersikap tenang meski Akbar dan Eric di sampingnya sudah panas dingin ingin menampol wajah songong cowok bernama Jairo itu.
“Lo takut kalah atau lo ngga punya bahan buat taruhan?” lagi-lagi Jairo tertawa remeh. “Semiskin itu lo?”
“Heh! Ningsih! Lo ngatain Derland miskin? Lo ngga tau dia anaknya siapa, hah?!” geram Akbar. Jairo hanya menatapnya dalam diam, seolah tidak peduli.
Eric berbisik di telinga Akbar. “Emang Derland anaknya siapa, Bar?”
“Gue juga ngga tau. Derland anaknya siapa sih, Ric?” bisik Akbar bertanya balik.
“Anak emak bapaknya lah, dongo!” Eric menggeplak kepala Akbar dengan kesal.
Satu alis Jairo terangkat. Sorot mata elangnya menatap Derland tajam. “Jadi.. gimana?”
“Motor.”
“Oke, deal?” Jairo mengulurkan tangannya pada Derland yang langsung disambut oleh cowok itu.
Akbar terkejut. Ia menatap Derland tidak percaya. “Maksudnya motor lo sebagai bahan taruhan? Heh! Yang bener aja lo, Udin?!”
Tadi Ningsih, sekarang Udin. Dasar Akbar.
Sebenarnya Derland punya uang yang lebih dari cukup untuk menyeimbangi nilai cek yang di tawarkan oleh Jairo sebagai bahan taruhan malam ini. Namun, sepertinya Derland enggan menggunakan uang jajan yang diberikan ayahnya hanya untuk taruhan tidak penting dengan Jairo. Ia sudah berjanji akan menggunakan uang itu dengan sebaik mungkin.
“Land, lo serius?” Eric masih tidak percaya dengan keputusan Derland.
“Kenapa?”
“Kalo lo kalah, motor lo gimana? Nanti bokap lo...”
“Kalo gue kalah, gue tinggal beli motor lagi.” enteng Derland kemudian berlalu menuju motornya untuk persiapan.
“Yaelah tu bocah, beli motor udah kayak mau beli gorenga aja. Enteng bener congornya,” heran Akbar.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Petite Amie
Teen Fiction"Emang Om ngga malu pacaran sama anak SMP?" "Berhenti panggil gue 'Om', gue masih SMA!" © kimviitaelove, 2022.