“Lo ngapain sih, Ric?!” protes Kirei melihat Eric yang sibuk mengusap-usap kursinya dengan tissue.
“Biar bersih, Rei,” cengir Eric. “Tuan putri ngga boleh duduk di kursi yang kotor.”
Kirei memutar bola matanya malas. “Ya tapi lo ganggu gue, Ric! Gue lagi asik duduk ngerjain tugas, lo dateng-dateng nyuruh gue buat berdiri!” ujar Kirei menatap Eric kesal. “Kalo kayak gini, tugas gue ngga selesai-selesai!” lanjutnya.
Eric itu kebiasaan, ingin cari perhatian ke Kirei tapi selalu dengan cara yang agak aneh.
“Maaf, Rei, kan gue cuman peng--”
“Ya udah sana, gue mau duduk!” usir Kirei menggeser tubuh Eric yang sedang berjongkok di dekat kursinya.
Eric nyengir lagi. “Iya, silahkan tuan putri.” ucap Eric mempersilahkan Kirei duduk dengan gaya tangan ala-ala seorang pengawal yang mempersilahkan ratunya untuk duduk.
“Astaga, Ric. Lo yang kayak gitu, gue yang malu,” kata Akbar sembari bersedekap dada di ambang pintu.
“Diem, Bar! Bacot amat!” ujar Eric tanpa menoleh kearah Akbar. “Gue balik ke kelas dulu ya, Rei. Kalo lo butuh bantuan, langsung bilang ke gue.” pamit Eric yang hanya mendapat deheman kecil dari Kirei.
“Apa lo liat-liat?!” ketus Eric pada teman sekelas Kirei yang memandangnya aneh. Mereka memang memperhatikan segala gerak-gerik kebucinan Eric dari tadi.
Hal itu sebenarnya sudah menjadi hal biasa bagi teman sekelas Kirei, namun tetap saja mereka agak heran. Eric yang notabenenya adalah salah satu most wanted SMA Excellence Star. Bisa-bisanya menjadi bucin seorang Kirei. Gadis biasa-biasa saja, tidak tenar dan jarang diketahui. Ya, meskipun paras Kirei cantik.
“Lo juga, mau gue tonjok?!” Eric melotot pada salah satu cowok yang sedang menghapus papan tulis. Padahal cowok itu tidak berulah. Eric saja yang gabut.
Cowok itu tergagap. “E.. engga, gu.. gu--”
“Gu--gu, gudel?!” kesal Eric yang kemudian diseret oleh Akbar.
“Lo ngapain sih buset?! Kalo galau karena dijutekin Kirei tuh jangan lampiasin ke orang lain!” nasihat Akbar. Eric hanya diam tanpa merespon. “Eh, temen gue ketinggalan satu.”
Akbar kembali ke kelas Kirei. “WOI, SHA! UDAH BUCINNYA, AYO BALIK KANDANG!” teriak Akbar dari pintu. “NOH SI ERIC UDAH BURU-BURU MAU NYEMILIN KERIKIL!”
“Ck, ganggu!” Shaka berdiri, ia mengusap pucak kepala pacarnya. “Aku balik ke kelas dulu ya, Ru?”
*****
Derland mematikan mesin motornya saat sampai di rumah Naya. Seorang gadis berseragam putih biru itu pun turun dari motor Derland. Entah sejak kapan mengantar-jemput Naya menjadi rutinitas Derland.
“Makasih, Kak!” ucap Naya sambil memberikan helm yang tadi ia pakai kepada Derland.
Derland menerima helm itu sambil berdeham kecil. “Tunggu dulu,” ujarnya saat melihat Naya yang akan berbalik badan memasuki rumahnya.
“Iya?”
Derland diam sebentar sambil menatap Naya. Ia menghembuskan nafasnya pelan sebelum akhirnya mengucapkan sesuatu yang tidak mengenakan bagi Naya.
“Jangan berharap lebih sama gue,” ucap Derland menjeda ucapannya sebentar. Ia melihat raut wajah Naya yang kebingungan atas ucapannya tadi. “Tipe gue bukan bocil kayak lo.”
Naya terkejut. Kenapa Derland tiba-tiba mengatakan itu padanya?
“Gue harap lo ngerti,” Derland menyalakan mesin motornya lalu langsung pergi dari sana. Meninggalkan Naya yang masih terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Petite Amie
Teen Fiction"Emang Om ngga malu pacaran sama anak SMP?" "Berhenti panggil gue 'Om', gue masih SMA!" © kimviitaelove, 2022.