Part 16

5.8K 838 36
                                    

Zergan dan Zenna masuk ke dalam kelasnya dan disana semua teman-temannya dengan seragam mayoritas berwarna merah muda diam menatap segan pada Zenna. Mereka masih berperang batin dan pikiran dengan identitas Zenna sebenarnya.

Zergan membelai lembut rambut Zenna, dia akan duduk dan membiarkan Zenna melakukan apa yang diinginkannya, dia akan mendukungnya selama tidak pada hal negatif dan Zergan mempercayai Zenna. Zenna sendiri tersenyum manis pada Zergan sebelum akhirnya fokus menatap teman-temannya.

"Ada yang ingin kalian katakan?" tanya Zenna lembut agar teman-temannya tidak terintimidasi.

Aaron, selaku ketua kelas mencoba menyuarakan pikirannya dan teman-temannya lebih dulu "kenapa kamu tidak memberitahu kami?"

Zenna menggangguk kecil sebelum akhirnya tersenyum tipis "apakah itu penting?"

Hening

Semua diam

Zenna mendudukkan dirinya di meja guru "siapapun aku, bila seseorang tulus berteman, status itu tidak diperlukan bukan? Dengan begini, kita mengetahui mana kawan dan mana lawan, benar kan? Dan jujur saja, aku nyaman dengan sikap kalian sebelumnya, ini juga yang membuatku dulu lebih suka menutupinya karena kita mendapat teman yang benar-benar teman, bukan penjilat..." lalu matanya melirik sesosok pemuda yang tengah menggenggam tangan kekasihnya "...bukan begitu, Jonathan?"

Semua orang langsung menoleh kepada Jonathan sedangkan Jonathan membeku, dirinya melirik tak nyaman pada Cecilia dan Zenna lalu sekelilingnya.

Zenna hanya tertawa renyah melihat itu "baiklah, untuk memulai pertemanan yang benar, mari tidak menutupi apapun lagi. Aku memang putri tunggal Mallory dan sekolah ini mulanya di bawah kendali orangtuaku hingga aku memintanya karena suatu alasan. Sesabar-sabarnya manusia, pasti lelah bukan? Dan aku yang hanya menginginkan cinta tulus justru dijadikan bahan mainan bahkan semua memandang rendah aku. Itu alasan mengapa aku ingin memiliki sekolah ini. Untuk membuang diskriminasi yang ada. Terlebih aku berteman dengan kalian. Aku bukan orang buta yang membiarkan temanku kesulitan. Hmm alasan klise tapi itu tulus dari hatiku yang terdalam. Aku muak melihat mereka yang sok berkuasa padahal mereka bahkan tidak setinggi itu"

Zenna, "dan perihal Jonathan. Jonathan seperti aku"

Lalu semua terkesiap dan dengan horror menatap Jonathan.

"Apa kau juga anak dari keluarga 3 besar?" tanya Cecilia yang terkejut.

Jonathan menatap Zenna dan hanya dibalas senyuman miring, akhirnya dirinya menghela nafas "tidak, keluargaku tidak berada di kasta setinggi itu"

"Ya, hanya si bungsu keluarga Atkinson" celetuk Zergan dengan nada santainya.

Mata Cecilia membulat. Tidak hanya Cecilia, semua teman-teman dekat Jonathan tidak percaya fakta itu. Pasalnya Jonathan terlihat sangat sederhana bahkan pergi pulang pun dengan bis, segala barangnya pun tidak ada yang bermerk. Tapi apa kata Zergan? Atkinson? Semua orang tau marga Atkinson. Keluarga Atkinson memang bukan pebisnis, Atkinson adalah kepercayaan keluarga Mallory sudah sejak Mallory baru menanam benih kesuksesannya, seperti keluarga Tasley. Dan ayah Jonathan sendiri saat ini menjabat sebagai kepala universitas MIA, Robert Atkinson (Part 13 kalau kalian lupa).

Walau bukan dari kalangan pebisnis, menjadi tangan kanan dan kiri seorang Mallory tentu memberikan mereka banyak keuntungan, bahkan tak pelit, Mallory memberikan saham sebesar 5% pada Atkinson dan Tasley tanda kompensasi loyalitas mereka. Terdengar kecil? Faktanya kekayaan Mallory itu tidak sedikit, menilai Mallory menjadi orang terkaya ke 2, bukanlah sesuatu yang dapat dipandang sebelah mata.

"Lalu kenapa kau memakai seragam anak beasiswa?" tanya Tania penasaran.

Jonathan menatap Cecilia dengan rasa bersalah "bukan maksudku membohongi kalian ataupun kamu, Lia. Tapi, kalian tidak pernah bertanya. Salah! Sejak awal kita tidak pernah bertanya latar belakang kita satu sama lain karena kita murni berteman tanpa memandang asal kita, bukan? Dan mengapa saat ini aku memakai seragam khusus beasiswa karena faktanya keturunan keluarga Atkinson dan Tasley, sejak awal memang di biayai pendidikannya oleh pihak keluarga Mallory. Bukankah sama saja dengan beasiswa?"

"Apa kamu marah?" Jonathan menggenggam erat tangan Cecilia dengan menatapnya sendu.

Cecilia menghela nafas sebelum akhirnya menggeleng "kamu benar, Jo. Kita tidak pernah bertanya. Yang aku pikirkan sekarang adalah, perbedaan kasta kita" cicitnya di kalimat akhir. Membuat semua ikut terdiam membenarkan hal itu.

Zenna menaikkan sebelah alisnya mendengar ucapan Cecilia dan reaksi yang lain "inilah yang aku tidak sukai" ucapnya tajam kedepan.

Zenna, "kalian tahu? Mereka semua terus membully karena kalian juga diam. Kalian selalu menunduk padahal kalian tidak salah. Dan apa-apaan pemikiran rendah kalian itu? Kalian selalu membatasi diri dengan pikiran bahwa kalian rendah, kalian miskin, kalian tidak pantas. Kalau kalian bisa berpikir seperti itu, harusnya kalian berpikir bagaimana cara kalian agar tidak dipandang rendah. Bagaimana cara kalian agar tidak menjadi miskin. Dan bagaimana usaha kalian untuk menjadi pantas. Karena apa yang kalian pikirkan sekarang, itulah batasan kalian sendiri, kalian tidak bisa maju karena kalian sendiri yang membatasinya. Tidak ada orang yang dapat menginjak harga diri kamu serendah kamu tidak mempercayai dirimu sendiri"

Tangan Cecilia terkepal, Jonathan kira, Cecilia tersinggung namun dirinya dibuat tidak menyangka ketika Cecilia menatap Zenna dengan pandangan tegas dan berani "kamu benar. Ya, aku akan menghapus batasan itu. Aku akan sukses dan menjadi pantas untuk Jo" ucapnya penuh tekad, bahkan teman-temannya yang lain ikut memberanikan diri menatap Zenna membuat bibir Zergan tersenyum memandang Zenna penuh kekaguman. Sebelumnya dirinya orang yang tidak peduli dengan sekitar hingga dia bertemu Zenna.

Zenna tersenyum melihat teman-temannya.

"Kamu tidak berbohong kan untuk memberikan kita kesempatan magang di perusahaan pusat Mallory atau Xinlaire bila kami dapat terus berprestasi?"

Zenna mengangguk "itu benar untuk Mallory tapi untuk Xinlaire mungkin kita harus bekerja keras membujuknya. Dan untuk terus memberikan kontribusi baik pada sekolah sebenarnya hanya suatu dorongan saja, aku ingin kalian berprestasi karena untuk saat ini hanya itu yang dapat kalian gunakan untuk meninggikan derajat kalian di mata orang-orang, itu kebanggaan kalian. Aku hanya cheerleader disini. Kalian tahu? Tidak memiliki materi masih lebih baik daripada tidak memiliki otak dan tidak memiliki otak masih lebih baik daripada tidak memiliki hati. Aku rasa kalian paham maksudku"

Semuanya tersenyum dan mengangguk semangat.

BRAK

Semua orang terjengit kaget dengan gebrakan seorang siswa berkacamata tebal yang diketahui bernama Mikael. Sontak Mikael memilin jarinya malu ketika semua menatapnya tapi berusaha mengumpulkan keberanian "a..ayo.. ki..kita.. bu.. buktikan.. ka.. kalau kita.. lebih.. unggul" ucapnya terbata-bata dengan wajah sangat merah menahan gugup dan malu.

PROK PROK PROK

Zenna bertepuk tangan bangga dengan keberanian temannya, sangat jelas bahwa Mikael memaksa dirinya berani untuk bersuara "awal yang bagus untuk membuktikan. Oke! Mulai saat ini Mikael akan menjadi juru bicara kita" ucap Zenna lantang membuat Mikael berkeringat dingin.

"Melawan rasa takut adalah langkah awal menjadi percaya diri dan percaya diri adalah keharusan untuk menggapai kesuksesan" ucap Zergan memandang Mikael dengan tersenyum miring. Hmm, tidak buruk memiliki teman. Setidaknya Zergan melihat teman-teman 'kecil'nya ini sangat tulus dan bukan sekedar mencari keuntungan saja.

Semua memandang takjub ketika Zergan ikut memberikan kata mutiaranya, termasuk Zenna.

Zergan yang merasa ada yang memperhatian, menoleh. Lalu Zergan tersenyum miring dan mengedipkan sebelah matanya pada Zenna "aku calon suami idaman kan?" tanyanya dengan suara lantang.

Sontak Zenna tersadar dan menggeleng kecil "terlalu percaya diri juga tidak baik ya guys!" lalu seisi kelas tertawa.



To Be Continue

***

Love,

MiZha

New Me : 0,1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang