Part 24

3.8K 569 8
                                    

Valentina menatap kosong keluar jendela, mentalnya tengah terguncang ketika ingatan pelecehan yang Kevin lakukan, berputar sempurna di otaknya. Lagi-lagi Valentina menitikkan air mata tanpa disadarinya.

Valentino yang melihat itu dari luar pintu kaca, sesungguhnya ingin berlari dan memeluk sang adik namun masih teringat pula betapa histerisnya Valentina ketika dirinya berusaha menenangkannya dengan pelukan. Dokter mengatakan bahwa Valentina mengalami trauma pada sentuhan laki-laki dan memintanya sementara waktu untuk menjaga jarak hingga mental Valentina stabil.

Zenna yang melihat itu menunduk merasa bersalah, dirinya membungkam mulutnya sendiri agak tidak terisak kencang walau itu sia-sia "maaf.. maaf.. semua karena aku" lirih Zenna.

Zergan langsung menarik Zenna kedalam pelukannya tanpa berkata-kata walau sesungguhnya dirinya ingin mengatakan bahwa ini semua bukan salah Zenna, tapi melihat ada Valentino yang tengah bergumul dengan emosinya, membuat Zergan memilih diam daripada salah bicara.

Karena bila Zergan mengatakan itu, tidak menutup kemungkinan, Valentino yang tengah sensitif langsung berspekulasi bahwa kalimat Zergan mengandung makna 'itu pilihan Valentina yang ingin menyelamatkan Zenna' dan secara tidak langsung menyimpulkan bahwa Zergan mengatakan ini semua kesalahan Valentina sendiri.

Ketika seseorang diliputi emosi, hal yang harusnya bermakna positif, dapat berubah menjadi negatif. Padahal bisa saja Valentino menyimpulkan bahwa Zergan menyalahkan Kevin dan memang begitulah faktanya namun Zergan mencegah keributan karena Zergan tidak mengetahui pola pikir Valentino saat ini.

Suara langkah kaki bersautan di koridor dan baru saja mereka semua menoleh, sebuah pukulan kuat langsung diterima oleh Valentino oleh sang kakak.

"Kenapa lo bisa ceroboh ngejaga Tina, Tino? Gue udah selalu tegasin lo buat jaga Tina dengan benar!!" sang kakak yang tak lain sahabat Zergan, Vincentius Prince Parwez.

Zergan melepas pelukannya pada Zenna saat Zenna memberi kode mata untuk melerai sahabat dan adik sahabatnya. Dengan pelan Zergan mendekati Vincent dan menepuk pundaknya "jangan salahin dia, Tius".

Dengan kasar, Vincent menepis tangan Zergan "lo gatau rasanya orang yang lo sayang dicelakain orang, Zergan, bahkan mentalnya sampe rusak. Lo gatau!!".

Zergan langsung mendatarkan wajahnya menatap Vincent dingin "kata siapa gue gatau. Lo yang jangan sok tau! Apa? Lo mau bunuh pelakunya? Ayo bunuh! Gak usah banyak kata-kata" dengan kasar Zergan menarik Vincent yang mematung dengan ucapan bunuh dengan ringannya oleh Zergan. Mereka memang bersahabat namun perihal kebengisan Zergan di dunia bawah hanyalah keluarganya yang mengetahui dan tentunya Zenna.

"Nak Zergan" tuan besar Parwez alias orangtua Vincent dan si kembar V, mencekal tangan Zergan agar tidak membuat anak lainnya terguncang mentalnya dengan hal keras.

Zergan yang diliputi amarah karena tersulut Vincent hanya melirik tangannya sebentar dan menoleh pada Vincent "lo mukul Tino karena gagal jaga Tina, asal lo tahu, Tino bahkan hampir buat pelakunya mati kalau gak inget bawa Tina ke Rumah Sakit, sedangkan lo yang gue ajak ngebunuh justru ciyut, gak salah? Gak usah sok keras kalau itu bukan jati diri lo, Tius. Disini adek lo yang berjuang keras ngejaga dan adek lo yang paling sakit pas ngerasa gagal ngejaga jadi gak usah lo makin koyak lukanya. Lo mau buat semua adek lo kena mental?" desis Zergan menatap pria lembek yang sayangnya sahabatnya itu.

Ceklek

Pintu terbuka dan spontan semuanya teralih menatap pintu itu, disana, Valentina dengan mendorong tiang infusnya mendekati Valentino yang tersungkur dengan sudut bibir berdarah "kak" cicit Valentina dengan mata berkaca-kaca menatap Valentino.

Valentino langsung berdiri dan mengusap kasar darah di bibirnya dan tersenyum lebar "kakak gak apa-apa. Kamu kenapa keluar?" tanya Valentino lembut menatap kembarannya.

Valentina langsung menubruk tubuh Valentino dengan tubuh gemetar akibat traumanya namun tetap memaksa memeluk Valentino "takut kak" lirih Valentina dan akhirnya kembali menangis.

Valentino pun membalas pelukan adiknya tak kalah erat "kakak disini. Kakak janji gak akan lalai jaga kamu lagi ya. Maafin kakak" Valentina mengangguk "jangan jauh-jauh dari Tina ya. Kakak harus sama Tina terus. Cuma kakak yang bisa lindungin Tina" isak Valentina terbenam di dada Valentino.

Vincent dan sang ayah yang mendengar itu merasa sedih dan kecewa pada diri mereka sendiri. Selama ini mereka sibuk dengan urusan bisnis dan kuliah hingga melupakan si kembar. Walau uang berlimpah namun nyatanya kehadiran mereka lah yang dibutuhkan gadis Parwez itu. Beruntung Valentino dan Valentina bagaikan perangko dan kertasnya sehingga keduanya selalu saling melindungi dan menghibur satu sama lain ketika merasa kesepian.

Walau menyadari merekalah yang selalu 'menitipkan' Valentina pada Valentino namun ketika mendengar dari mulut Valentina sendiri bahwa hanya Valentino lah yang dapat melindunginya, itu mencubit perasaan keduanya.

Zenna menatap sendu Valentina "maafin aku Tina, karna aku..." lirih Zenna tak mampu melanjutkan ucapannya.

Valentina menghirup nafas dalam sebelum akhirnya melepas pelukan kakaknya dan berbalik badan menghampiri Zenna dan memeluknya "bukan salah kamu kok. Aku yang gegabah. Tapi aku seneng karena sahabat baruku baik-baik aja".

Zenna kini menangis dan membuat Valentina kembali menangis. Semua pria yang menatap keduanya hanya dapat diam menyaksikan kedua perempuan tengah menangis berpelukan, melampiaskan perasaannya.

"Zero, tolong bantu Tina agar kuat mentalnya. Melihat mentalnya terguncang membuat perasaan bersalahku semakin besar, tolong" lirih Zenna dalam hatinya.

"Maaf nona, itu semua berasal dari kontrol otaknya dan saya tidak dapat bertindak apapun".

Jawaban 0.1 membuat Zenna menggigit bibirnya kuat "bukannya kamu bisa membuat seseorang melupakan ingatannya?".

"Benar namun bila saya melakukannya, maka saya pun harus melakukannya pada semua orang yang terlibat atau akan ganjil namun itu adalah pelanggaran. Nona jangan khawatir, seseorang akan membuatnya sembuh seperti sedia kala".

Valentina menepuk pelan punggung Zenna "udah aku akan membaik. Aku hanya perlu waktu, jadi jangan khawatir" Valentina mencoba tersenyum pada Zenna lalu menatap Zergan di belakang sana "kak Zergan, bawa Zenna pulang gih. Zenna juga pasti tertekan karena jadi korban penculikan kan. Jadi bawa Zenna pulang dan istirahat. Jangan ditinggalin karena Kevin dengan obsesinya itu gila".

Zergan jalan mendekati keduanya dan saat tangannya terulur hendak mengusak kepala Valentina, reflek tubuh Valentina mundur dengan tubuh gemetar "ma.. maaf"

Zergan mengepalkan tangannya, Valentina sudah seperti adik baginya dan Kevin mencelakakan kedua perempuan yang berharga baginya bahkan di waktu yang bersamaan.

Kevin

Zergan bersumpah tidak akan melepaskannya dalam damai. Beruntung kini Kevin telah berada di genggamannya dan hanya menunggu waktu untuk mengeksekusinya, menyeret Kevin pada dunia neraka yang Zergan ciptakan khusus untuknya.



To Be Continue

***

New Me : 0,1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang