Sebuah Rencana

2.3K 365 18
                                    

Diah tampak antusias menyiapkan pertemuan malam itu. Semua hidangan istimewa tersaji di meja makan berukuran besar. Gelas-gelas serupa piala berjajar rapi menunggu seolah menunggu para tamu istimewa. Mengenakan gaun berlengan panjang berwarna merah membuat tampilan mama dari Renata terlihat lebih muda dari usianya.

"Sri, tolong kamu ketuk kamar Renata ya. Suruh keluar kalau sudah siap!" titahnya kepada salah satu pembantu rumah tangga.

Mengangguk sopan, perempuan bernama Sri itu melangkah cepat ke lantai atas kamar Renata berada.

Sementara di dalam kamar, Renata sudah siap. Perempuan bertubuh semampai itu menatap lekat wajahnya di cermin. Gaun sebatas lutut dengan potongan kerah one shoulder berwarna putih dan rambut dicepol serta riasan wajah natural membuat Renata sangat memesona.

Ketukan di pintu membuatnya menoleh bergegas bangkit.

"Ya, Sri?" tanyanya saat membuka pintu.

"Mbak Renata ditunggu Mama di bawah. Mama Mbak minta Mbak turun," jawab perempuan yang berusia sekitar dua tahun lebih muda darinya itu.

Renata mengangguk kemudian mengucapkan terima kasih.

"Renata! Cepetan turun, sebentar lagi mereka datang!" Suara mamanya terdengar dari bawah.

Seperti itulah mamanya, tidak cukup satu kali instruksi. Padahal cukup dengan Sri saja yang mengabarkan, tidak perlu mengulang.

"Iya, Ma! Renata turun."

Menarik napas dalam-dalam, dia menutup pintu dari luar kamar kemudian mengayun langkah turun meniti anak tangga.

"Ma, ini beneran sebanyak ini hidangannya?" Perempuan beraroma strawberry itu membelalak melihat meja makan yang penuh dengan aneka makanan.

"Iya, kenapa? Tamu yang akan segera tiba ini istimewa. Mama harap kamu dan Jendra bisa cocok setelah berkenalan nanti!"

Dari arah pintu, terlihat Romi muncul, dia mengatakan jika keluarga Pramudya sudah di gerbang.

"Ayo, Ma! Kita sambut mereka! Renata, ayo!" Pria paruh baya itu terlihat antusias.

Renata tersenyum tipis seraya mengalami takzim orang tua pria yang sejak tadi berdiri di belakang keduanya.

"Kamu cantik sekali, Renata!" puji Ana seraya mengulas senyum.

"Terima kasih, Tante."

"Jendra, ini yang fotonya Papa kirim ke kamu tempo hari. Lebih cantik aslinya, kan?" Pramudya menoleh ke sang putra.

Jendra menarik bibirnya singkat kemudian mengulurkan tangan ke Renata.

"Renata, ini anak Tante. Rajendra Biantara namanya." Ana menatap keduanya bergantian.

"Jendra," tutur pria itu mengenalkan diri menatap sekilas perempuan berhidung mancung di depannya.

"Renata," ujarnya membalas tatapan Jendra lalu menunduk menyembunyikan wajahnya.

"Oke, oke ... sebaiknya kita ngobrol di dalam. Ayo, Pram kita masuk! Ayo, Ma. Ajak Ana dan mereka berdua masuk!" Romi memecahkan suasana canggung di antara keduanya.

Kedua keluarga itu masuk dan duduk bersama di ruang tamu. Seperti obrolan para orang tua, tentu basa-basi tak lepas dari pembuka percakapan. Sementara Jendra tampak beberapa kali mencuri pandang kepada Renata.

"Eum ... Om Romi, apa boleh saya dan Renata ngobrol berdua saja?" Tiba-tiba Jendra menyela obrolan.

Romi tertawa kecil lalu mengangguk.

"Tentu saja. Kalian berdua pasti bosan mendengar pembicaraan kita, kan? Silakan ngobrol di taman atau di halaman samping. Take your time!"

Renata hanya tersenyum tipis saat Jendra mengulurkan tangan kepadanya. Sedikit ragu, tetapi saat melihat ekspresi kedua keluarga di ruangan itu mau gak mau dia menyambut uluran tangan pria berkemeja marun itu.

Disempurnakan Cinta (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang