Hidup dan tinggal serumah dengan Jendra bagi Renata layaknya sedang menaiki sebuah rooler coaster. Terkadang dia dibuat jatuh sejatuh-jatuhnya, kadangkala dia dibuat mengangkasa. Entah, apa yang ada di pikiran pria bermata tajam itu.
Renata mematikan kompor kemudian menuangkan isi ceret ke dalam cangkir. Seketika aroma teh camomile menguar.
Bangun pagi sudah menjadi kebiasaannya semenjak bersama Jendra. Pagi itu dia baru saja membuat sandwich sederhana untuk sarapan dia dan suami. Akan tetapi, Jendra tidak muncul dari kamar hingga hampir pukul tujuh.
Merasa tak biasa, Renata mencoba mengetuk pintu kamar sang suami. Sekali dua kali tak terdengar sahutan dari dalam. Dia mulai panik, akhirnya Renata memberanikan diri untuk memutar kenop pintu kamar Jendra perlahan. Di ranjang tampak Jendra masih bergelung selimut dengan mata terpejam.
"Mas Jendra? Mas kenapa?" panggilnya pelan seraya melangkah mendekat.
Tak ada sahutan dari pria itu. Renata sampai di bibir ranjang menatap sang suami yang tak bereaksi. Tangannya terulur menyentuh dahi pria itu. Panas!
"Mas Jendra demam," gumamnya.
Setengah berlari Renata menuju dapur menuang air ke wadah dan mengambil kain untuk mengompres suaminya. Tak lupa mengambil obat di kotak p3k lalu segelas teh hangat. Semuanya diletakkan di dalam satu nampan untuk dibawa ke kamar.
Kening Renata mengernyit saat tiba di kamar Jendra. Dia tidak menemukan suaminya di tempat tidur seperti tadi. Dari dalam kamar mandi terdengar suara gemericik air. Menghela napas, dia meletakkan nampan yang dia bawa tadi ke meja kecil yang terletak di sebelah ranjang.
"Kamu ngapain di sini?" sapa Jendra dengan ekspresi dingin.
"Maaf tadi Mas aku tunggu untuk sarapan, tapi Mas nggak keluar kamar jadi aku coba masuk dan ternyata Mas badannya panas jadi ...."
"Aku udah nggak apa-apa. Terima kasih perhatiannya," potongnya melangkah kembali ke ranjang.
"Mas yakin nggak apa-apa?" tanyanya khawatir.
"Huum," sahutnya kembali merebahkan tubuh dan menarik selimut.
"Mas?"
"Kenapa lagi?"
"Tapi tadi badan Mas panas."
Jendra menarik napas dalam-dalam. Dia memang merasa demam dan kepalanya berat. Akan tetapi, dirinya enggan berkata yang sebenarnya kepada Renata. Ada sisi arogannya yang membuat Jendra menolak mengakui jika dia butuh pertolongan.
Seperti tak peduli dengan penolakan Jendra, kembali Renata menyentuh kening suaminya.
"Aku kompres ya, Mas?"
Jendra tak menyahut, kini tubuhnya terasa menggigil membuatnya menarik selimut lebih ke atas sehingga membungkus seluruh tubuhnya.
"Mas?"
"Lakukan semaumu!" titahnya melawan gigil.
Pelan Renata meletakkan kain basah ke kening suaminya.
"AC aku matikan ya, Mas?"
Perempuan berpiyama kuning itu bangkit membuka lemari mengambil sweater.
"Mas pakai sweater ya, mau aku bantu?"
Jendra mengangguk melepas kompresan di dahinya. Dengan hati-hati Renata memakaikan baju hangat itu ke sang suami.
"Sekarang, Mas minum tehnya. Aku ambilkan sandwich ya. Setelah itu obat demamnya diminum."
Pria berhidung mancung itu hanya mengangguk. Renata tersenyum tipis. Suaminya itu terlihat seperti anak kecil jika sedang sakit. Tak terlihat jika sebenarnya dia pria galak dan dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Disempurnakan Cinta (Sudah Terbit)
RomanceRencana pernikahan yang sudah di depan mata harus pupus karena 'kesalahan' yang sama sekali tidak dia sengaja. Diputuskan sepihak oleh Sena dengan hinaan cukup membuat mental Renata jatuh hingga menutup diri. Apakah mungkin Sena dan Renata bisa kemb...