Sepanjang perjalanan menuju rumah, Renata memilih bungkam. Hatinya bergejolak ingin memberontak atas sikap papanya kepada Jendra. Meskipun dia tahu apa yang diperbuat sang papa adalah imbas dari semua yang pernah Jendra lakukan padanya.
Namun, bukankah kini dirinya sudah mulai bisa menerima dan berdamai dengan masa lalu? Mengapa sang papa masih menyimpan bara itu? Sementara ada bahagia yang nantinya akan memberi kebahagiaan bagi keluarga mereka?
Jendra menghentikan mobilnya saat lampu lalu lintas berwarna merah menyala.
"Kenapa? Kok melamun gitu?" tanyanya dengan tangan kiri terulur meraih puncak kepala sang isteri.
Renata tersenyum tipis kemudian menarik napas dalam-dalam.
"Maafin Papa, Mas," ujarnya lirih.
Jendra melebarkan bibirnya.
"Apa yang harus dimaafkan? Apa yang papamu lakukan itu adalah bentuk rasa sayang pada puteri cantiknya. Aku pikir aku juga akan melakukan hal yang sama jika itu terjadi pada anakku," paparnya.
Perempuan yang mencepol rambutnya itu kembali menarik napas dalam-dalam. Jendra, pria angkuh itu benar-benar telah mengubah dirinya. Bahkan Renata harus berkali-kali meyakinkan jika yang ada di dekatnya ini adalah Jendra yang dulu begitu dingin dan datar.
"Jadi ... apa yang terjadi di kantor tadi adalah karena Papa? Yang bikin Mas memar-memar juga karena Papa?"
Jendra menginjak gas dan mobil kembali berjalan.
"Mau makan apa, Sayang?" tanyanya tanpa menanggapi pertanyaan Renata.
"Apa aja, eum ... mau beli makan di luar?" Perempuan di sebelahnya itu mengerutkan kening menatap padanya. "Bukannya Mas paling nggak suka beli makan di luar ya?"
Jendra tertawa kecil tak menyangka isterinya hapal dengan kebiasaannya. Tentu hal itu membuat dirinya bahagia.
"Ada restoran serba organik di dekat balai kota. Higienis. Sangat higienis, dan aku percaya karena ownernya teman aku kuliah dulu," terangnya seraya memamerkan baris gigi putihnya.
Mendengar penjelasan sang suami, Renata terlihat tertarik.
"Oh ya? Aku nggak sabar!" ungkapnya antusias. "Apa aja menunya?"
"Macam-macam! Burger juga ada," jawabnya dengan sudut mata menangkap paras cantik Renata.
Perempuan itu menggeleng cepat.
"Aku lagi musuhan sama burger!" tuturnya mencebik.
"Kenapa? Tumben?"
Renata lalu bercerita jika saat awal tahu dirinya hamil, Karina datang membawa banyak burger.
"Aku malah mual dan sama sekali nggak makan makanan itu," ujarnya.
Jendra mengulum senyum menyadari perempuan di sampingnya itu begitu lucu dan lebih terlihat kekanak-kanakan. Mungkin karena perubahan hormon yang ada di dirinya yang membuat Renata semakin menggemaskan.
"Berarti dia nggak suka burger itu," ungkap Jendra. "Sama seperti aku," imbuhnya kemudian dengan paras berseri.
Renata hanya menarik bibirnya singkat. Diakuinya memang dia merasa aneh dengan perubahan yang ada padanya. Biasanya dia paling susah bangun pagi, tetapi semenjak ada benih pria itu di rahimnya, bangun pagi adalah hal biasa baginya.
Meski melihat matahari adalah hal yang paling dia hindari karena setiap melihat sinar matahari, perutnya terasa diaduk. Pun demikian dengan kebiasaan makan sayuran. Dia yang tadinya paling tidak suka sayur, kini berubah menjadi pecinta sayuran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Disempurnakan Cinta (Sudah Terbit)
RomansRencana pernikahan yang sudah di depan mata harus pupus karena 'kesalahan' yang sama sekali tidak dia sengaja. Diputuskan sepihak oleh Sena dengan hinaan cukup membuat mental Renata jatuh hingga menutup diri. Apakah mungkin Sena dan Renata bisa kemb...