Morning sickness

1.8K 235 5
                                    

Nah di bab ini yang crowdeed tadi ya. Aku udah perbaiki dari bab Perhatian Renata. Di bab sebelum aku perbaiki tadi ada bab yang salah posting. Sekarang udah lempeng lagi insyaallah.  Maafkan dibuat sudah bingung 🙏

***


D

ea memekik meneriakkan nama papanya. Pria itu sudah tak lagi bernyawa beberapa saat sebelum dia datang. Tangisnya pecah dan berulang-ulang menyesali keterlambatannya.

"Dea, kamu harus bisa menguasai diri. Tahan, Nak. Ini semua takdir Tuhan, jangan pernah mengalahkan dirimu," tutur mamanya yang juga tak henti meneteskan air mata.

Sena yang berdiri di samping keduanya hanya bergeming. Dia sama sekali tidak mencoba meredakan tangisan isterinya. Baginya menikah dengan Dea adalah satu dari caranya melenyapkan ingatannya kepada Renata. Selain itu, semua perhatian Dea kala itu cukup membuat dirinya terhibur hingga akhirnya memutuskan menikahinya.

"Ini semua salah Renata! Dia harus membayar semuanya!" pekiknya tertahan dengan mata basah. Dea lalu bangkit mendongak menatap Sena.

"Setelah apa yang terjadi ... kamu tetap mau melakukan hal itu padaku, Sena? Kamu masih berpikir untuk menceraikan aku?"

Sena bergeming. Dia menarik napas dalam-dalam kemudian mundur perlahan.

"Kenapa diam? Kamu tega melihatku seperti ini, Sena?"

Masih bungkam, Sena membalikkan badannya lalu keluar dari kamar itu meninggalkan Dea. Tentu saja dia tidak akan mundur dari niatnya.

Dea sudah sedemikian rupa mengubah jalan hidupnya, Dea juga sudah sedemikian rupa menanamkan benci pada Renata. Jika kini dia harus menempuh jalan itu, itu murni karena dia telah benar-benar sadar dan kecewa.

**

Renata mengganti bajunya dengan dress panjang yang barusan diberikan Jendra. Menurut Jendra baju itu dari mananya. Dress berwarna hijau lumut itu membungkus indah tubuhnya.

"Cantik!" pujinya saat Renata baru keluar dari kamar.

Tak menyangka suaminya bakal menunggu di luar kamar, Renata hanya menarik bibirnya singkat seraya mengucapkan terima kasih. Sebenarnya dia enggan untuk bergabung di meja makan untuk sarapan. Karena sudah bisa ditebak perutnya akan selalu terasa diaduk-aduk. 

Namun, tentu baja nanti akan menimbulkan banyak pertanyaan karena kondisinya. Tidak ada jalan lain selain ikut turun untuk sarapan bersama.

Digandeng oleh Jendra, dia turun meniti anak tangga menuju ruang makan. Di sana sudah nada Pramudya dan Ana menunggu. Aroma hidangan pagi itu mulai membuatnya mual, sebisa mungkin Renata menyembunyikan semua itu agar mertuanya tak curiga.

"Gimana istirahat semalam? Nyaman nggak di kamar Jendra?" tanya Ana saat mereka mulai makan.

"Iya, Ma," jawabnya mengunyah salad sayuran di depannya.

"Kamu nggak makan nasi, Sayang?" Jendra mengernyit heran.

"Nggak. Bukannya Mas yang sering bilang kalau makan sayuran itu menyehatkan?" jawabnya dengan senyum.

Jendra mengangguk meski dirinya heran, bagaimana mungkin secepat itu sang isteri mengubah kegemarannya. Selain itu bada kebiasaan lain yang dia merasa ada yang aneh pada Renata. Termasuk kebiasaan bangun pagi yang tentu itu juga akan terasa sulit dan tidak secepat itu berubah.

"Sekarang kamu sudah bisa mengikuti kegemaran suamimu, Renata," timpal Ana yang disambut anggukan.

Makan pagi berlangsung lancar, dan itu tentu mendatangkan kelegaan di hati Renata. Setidaknya dia bisa menahan rasa mual dan tak  nyaman. Akan tetapi, di luar dugaan, baru saja selesai makan, perutnya berasa diaduk hebat. Tanpa sempat memohon diri, Renata mengambil langkah seribu menuju kamar mandi.

Disempurnakan Cinta (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang