Terkuak

2.6K 349 31
                                    


Haloo

Pakabar Temans ... semoga semuanya sehat yaa.

Selamat membaca 💜

***


"Mas mau aku buatkan teh hangat?" tanyanya saat Jendra melangkah masuk ke ruang kerja.

Pria berkaus polo shirt polos berwarna putih itu menoleh. Renata tengah berdiri di balik meja pantry. Di tangannya secangkir teh yang masih berasap. Perempuan yang baru saja terlihat anggun dengan gaun malam tadi, kini berubah menjadi sangat manis dengan rambut dicepol seadanya.

Bertemu Renata mungkin baru baginya, mencintainya? Entah, yang pasti Jendra hanya mencoba menjalani apa yang seharusnya dia jalani. Dia yakin cinta akan tumbuh seiring berjalannya waktu, tapi kapan?

Sedikit sungging tercetak, tetapi tak lama kemudian dia mengerucutkan bibir seolah teringat pesan dari Ranu. Jendra sendiri masih meraba-raba isi dari pesan pria itu. Ada sedikit keraguan yang kini bercokol di hatinya tentang Renata. Setidaknya itu yang sedikit bisa dia tangkap.

"Mas?"

"Heum?"

"Mau teh hangat atau ...."

"Nggak! Kamu istirahat aja. Pasti lelah, kan?" jawabnya seraya kembali melangkah menuju pintu ruang kerja.

Renata menatap kecewa, tetapi dia lalu menghela napas panjang. Mungkin malam ini adalah waktu yang tepat untuk mengatakan sejujurnya. Karena ada hal yang juga ingin dia ketahui soal Ranu. Dia lalu melangkah duduk sendiri di ruang makan.

Ucapan Dea kembali terngiang.

'Jadi semua yang terjadi otaknya ada di Dea? Lalu ... apakah ada hubungannya dengan Jendra? Kalau bagaimana bisa Ranu kenal dengan suaminya itu?' batinnya bermonolog.

Kembali dia menarik napas dalam-dalam.

"Renata," sapa Jendra yang tiba-tiba berada di sampingnya.

Renata tersentak menoleh.

"Kaget? Maaf." Pria itu lalu duduk di sampingnya.

Sejenak mereka berdua saling diam.

"Kamu ingin mengatakan sesuatu?" Jendra memindai paras istrinya.

Renata tampak ragu, lalu menarik napas dalam-dalam.

"Baik. Kalau kamu tidak ragu, aku akan bertanya."

"Apa yang Mas tanyakan?"

"Kamu kenal Ranu?"

"Ranu ...." Renata tak meneruskan kalimatnya. Dia merasa yakin jika kali ini adalah waktu yang tepat untuk menceritakan semuanya.

"Iya, Ranu." Jendra mengembuskan napas perlahan. "Ranu itu dulu temanku."

"Dulu?" Jendra menarik bibirnya miring kemudian mengangguk. "Sekarang mungkin hanya sebatas tahu."

Kembali suasana senyap. Renata menunggu pembicaraan Jendra selanjutnya.

"Lalu Dea. Dea itu teman dekat Ranu. Kamu pasti tahu itu, kan?'

Kali ini dia mengangguk pelan.

"Oke, seberapa jauh kamu kenal Dea juga Ranu?"

Renata bergeming.

"Kenapa diam?"

"Eum ... aku ...."

Jendra menarik napas dalam-dalam.

"Aku tahu siapa Dea dari Ranu," ujarnya menoleh ke Renata. "Dea itu putri dari Guntur, kan? Dea itu   ...." Jendra menahan kalimatnya seraya memindai Maya Renata.

Disempurnakan Cinta (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang