Bertahan

2K 281 28
                                    


Ana menyipitkan matanya memindai sang menantu sembari mengusap lengan Renata dia berkata, "Hei, ada apa ini? Kenapa kamu bicara seperti itu, Sayang?"

Merapikan rambut, Renata mengulas senyum.

"Oke, kamu mau cerita ke Mama? Ayo kita duduk dulu!"

Senyum Ana tercetak saat mereka duduk bersebelahan di sofa. Perempuan paruh baya itu meraih kedua tangan Renata dengan tatapan hangat. Setiap siang rumah keluarga Jendra memang selalu sepi. Hanya ada Ananda beberapa asisten rumah tangga yang ada di sana. Jika sore menjelang, Pramudya datang. Biasanya papa Jendra itu membawa keponakan-keponakan kecil Jendra yang tinggal tak jauh dari kantornya untuk bermain di rumah besar miliknya.

"Katakan, ada apa ini. Kenapa kamu bertanya seperti tadi?"

Renata menarik bibirnya seraya menggeleng.

"Mama."

"Iya?"

"Mama tahu bagaimana Renata, kan?"

"Tentu Mama tahu, Sayang. Kenapa?"

Menarik napas panjang, Renata kembali menggeleng.

"Mama tahu kamu perempuan yang cerdas, mandiri, punya banyak penggemar di setiap tulisan-tulisanmu, dan tentu saja cantik!"

"Bukan itu, Ma."

"Lalu?"

Renata bergeming.

"Soal peristiwa setahun yang lalu yang membuat hidup Renata hancur, Ma," jawabnya lirih. "Mama tahu soal itu, kan? Atau jangan-jangan Mama belum tahu?"

"Renata, kami sudah tahu, Sayang. Kami tahu soal itu. Tapi kami juga tahu kalau itu terjadi di luar keinginan dan kuasamu. Kami tahu soal itu, Renata."

"Apa Mama tidak merasa malu dengan masa lalu Renata?"

Ana menarik napas dalam-dalam kemudian menggeleng.

"Apa yang ditakutkan tentang masa lalu seseorang jika orang tersebut mau dan berusaha mengubah dirinya menjadi lebih baik? Lagipula kita nggak bisa men-judge semua orang sama. Kamu saat kejadian malam itu, sama sekali tidak bersalah."

Renata merapikan rambut. Matanya terlihat berkaca-kaca mendengar penuturan Ana.

"Tapi, Ma. Apa Mas Jendra tahu soal ini? Apa Mama dan Papa menceritakan perihal Renata?"

Ana terdiam. Dia mulai berpikir jika puteranya mulai mengulik masa lalu isterinya.

"Sayang, apa Jendra menyakitimu? Apa dia mengatakan sesuatu yang membuatmu tidak nyaman?" Ana mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Mas Jendra baik, Ma. Dia tidak mengatakan apa-apa soal Renata, hanya saja ... Renata ingin tahu apa Mas Jendra tahu soal ini atau tidak. Itu saja."

Ana menghela napas lega.

"Jendra nggak tahu soal itu."

"Kenapa, Ma? Kenapa Mama tidak mengatakan yang sesungguhnya pada Mas Jendra?"

"Renata, mungkin kami salah soal itu, tapi kami yakin Jendra bisa menerima apa pun itu."

Benar dugaan Renata. Jendra memang belum tahu di awal-awal pernikahan. Tak salah jika dirinya merasa ditipu oleh Renata dan juga keluarganya.

"Apa Jendra tahu sekarang? Dia tahu dari mana? Kamu yang bilang sendiri?"

Renata menggeleng.

"Apa itu sebabnya kamu bertanya soal ini? Apa dia menyakitimu?"

"Sudahlah, Ma. Biarkan Mas Jendra tenang. Mas Jendra nggak nyakitin Renata kok. Ini buktinya Renata baik-baik aja," jawabnya dengan senyum tipis.

"Buat Renata, selama Mama juga Papa menerima Renata, itu sudah cukup menjadi alasan Renata untuk yakin."

Disempurnakan Cinta (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang