Ketahuan

2.3K 295 12
                                    

Jendra menghela napas lega saat melihat Renata sudah terlelap. Sejak tadi dia cemas tak tahu harus berbuat apa selain memijit lembut tengkuk isterinya.

Setelah menyelimuti sang isteri, pria itu bermaksud hendak bertanya ke dokter Feri soal kondisi Renata. Meski perempuan itu menolak untuk ke dokter, tetapi bagi Jendra hal dia harus tahu apa yang terjadi pada Renata, meski tidak harus bertemu dokter.

Setelah mengetikkan nama di pencarian kontak telepon, akhirnya dia bisa tersambung dengan dokter keluarganya itu.

"Mual? Sejak kapan itu, Mas Jendra?"

Jendra tampak diam sejenak. Dia mencoba mengingat-ingat sejak kapan sang isteri menjadi sering mual dan menolak sarapan.

"Dua pekan yang lalu, kalau tidak salah, Dokter! Sarapan juga dia ogah-ogahan, apa iya masuk cuma masuk angin? Tapi kok hampir setiap hari seperti itu, Dokter?"

Terdengar helaan napas lega.

"Sudah coba beli testpack, Mas?"

Pertanyaan Dokter Feri membuat matanya membeliak.

"Testpack, Dokter? Ini maksudnya ...."

Terdengar tawa kecil dari dokter Feri di seberang. Dokter senior itu seperti tahu apa yang dipikirkan Jendra.

"Iya. Kenapa? Speechless? Biasa itu kalau pasangan muda seperti Mas Jendra. Coba dulu suruh isterinya pake testpack!"

Gemuruh rasa di dada seolah ingin membuatnya melompat dan berharap dugaan dokter itu benar. Setelah mengucapkan terima kasih, Jendra menutup ponselnya lalu beralih menatap Renata. Perempuan itu terlihat lelap meski masih sedikit pucat. Perlahan dia mendekat, tepat saat ponselnya bergetar.

Satu pesan masuk dari Karina, sekilas Jendra membaca di jendela pesan jika sahabat Renata itu ingin tahu keberadaannya.

Tak lama kembali ponselnya bergetar, kali ini satu pesan masuk yang cukup membuat percik cemburu. Pesan dari Sena. Dari pesan yang terbaca, pria masa lalu isterinya itu ingin bertemu.

Jendra mengeratkan rahang dan mengepalkan tangan menahan rasa kesal pada pria bernama Sena itu. Pria yang pernah lama hadir dan menetap di hati Renata. Pria yang pernah menatapnya sinis saat tak sengaja mereka bertemu di sebuah rumah makan kala dia sedang meeting dengan klien.

Geliat Renata membuat dia sedikit mundur. Berharap perempuan cantik itu masih belum membuka matanya. Bernapas lega, Jendra perlahan meletakkan tas tangan Renata yang terletak di sebelah bantalnya ke meja, tetapi karena tas kecil itu terbuka, hampir saja isi di dalamnya keluar.

Lagi-lagi Jendra menarik napas lega. Pelan-pelan, dia lalu kembali meletakkan tas itu ke meja di samping ranjang, matanya terhenti saat ada benda menyembul keluar dari tas kecil isterinya. Ragu dia menarik benda itu dan keningnya semakin berkerut.

"Tespack? Dua garis merah? Renata hamil? Dia hamil?" gumamnya menahan ledakan bahagia di dadanya. "Kenapa kamu nggak bicara ke aku?" Pria itu lalu menatap hangat isterinya yang masih terpejam.

Jendra tersenyum lebar, wajahnya terlihat berseri-seri. Ternyata kecurigaannya pada susu hamil di kediaman Renata tempo hari benar adanya. Dia tidak tahu apa penyebab Renata menyimpan kabar ini sendiri, tetapi yang dia tahu pasti ada alasan di balik semuanya.

Perlahan Jendra kembali memasukkan tespack itu ke dalam tas sang isteri. Dia tidak ingin Renata tahu jika dirinya sudah mengetahui hal sesungguhnya tentang kondisi sang isteri. Yang pasti, Jendra akan mencoba memberikan apa pun yang diminta isterinya itu tanpa harus Renata tahu jika dia sudah mengerti ada buah cinta mereka di rahim perempuan itu. Dia juga memutuskan untuk bungkam, tak ingin kedua orang tuanya tahu untuk saat ini.

Disempurnakan Cinta (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang