Positif

2.3K 329 13
                                    

Satu bogem dari tangan Jendra mendarat di wajah Ranu. Pria yang baru saja masuk ke ruangannya itu harus meringis kesakitan sambil memegang bibirnya yang berdarah. Sementara Devan menahan agar Jendra tak kembali mendaratkan pukulannya.

"Kamu apa-apaan, Jendra! Mau aku panggil satpam?" sentak Ranu masih memegang bibir. "Sialan!" umpatnya.

Ranu maju, dia siap dengan kepalan tangan untuk membalas perbuatan Jendra, tetapi cepat Ardi menahannya.

"Sabar, Bro!"

"Sabar sabar! Bos kamu itu yang salah!" Ranu menepis tangan Ardi kemudian duduk di balik mejanya.

"Kalian ngapain ke sini, hah?"

Jendra mendekati meja Ranu. Wajahnya terlihat meradang.

"Jawab aku, Pengecut! Apa kamu sudah mengatur ini semua? Jawab!" Suaranya terdengar penuh emosi.

Hampir saja Jendra kembali melayangkan kepalannya ke Ranu jika tidak ditarik oleh Ardi dan Devan.

"Bro! Sabar! Kamu sedang berada di kantor orang!" Ardi mengingatkan.

"Jawab, Ranu! Kamu bersama Dea yang menyutradarai ini semua, kan? Jawab!"

Ranu menyeringai kemudian mengedikkan bahu.

"Kesimpulan macam apa yang kamu bilang itu?"

"Aku nggak main-main, Ranu! Ini semua bermuara ke kamu!"

Pria di balik meja itu menaikkan alisnya kemudian tertawa kecil.

"Kalau iya kenapa? Kamu menikmatinya, kan?" Tawa Ranu terdengar mengejek. "Menikmati tubuh istrimu bahkan sebelum kamu tahu dia adalah istrimu!" sindirnya.

Mendengar ucapan Ranu, amarah Jendra semakin tersulut.

"Apa tujuanmu, Pengecut!"

Menaikkan kedua alisnya, Ranu menggeleng.

"Nggak ada! Just for fun!" jawabnya dengan pandangan masih memprovokasi.

"Sudah, Jendra! Lebih baik kita pergi dari sini! Toh kamu sudah dapat informasi yang kamu cari, kan?" Devan mencoba mengajaknya keluar dari ruangan itu.

Jendra menarik napas dalam-dalam.

"Oke! Ingat, Ranu! Aku akan terus cari tahu apa kepentinganmu di sini! Ingat itu!" ancamnya.

**

Renata membelalakkan matanya melihat garis dua di hasil testpack yang dia coba. Ini sudah tiga testpack dengan merek yang berbeda yang dia coba dan hasilnya sama! Dia tidak menyangka secepat itu di rahimnya tumbuh calon bayi, dan bayi itu darah daging Rajendra suaminya.

"Nggak! Dia nggak boleh tahu aku hamil," gumamnya seraya menggeleng. "Aku harus sembunyikan ini."

Perlahan Renata mengusap perutnya yang masih datar. Senyum tipis tercetak di bibirnya.

"Hei! Maafkan Mama yang baru menyadari ada kamu di dalam sana. Pantas beberapa pekan belakangan ini, Mama nggak enak badan. Ternyata kamu mau menunjukkan kehadiranmu ya?" bisiknya kali ini dengan bibir melebar.

Renata menarik napas dalam-dalam, kemudian menyimpan tiga testpack positif yang dia coba ke kantong bajunya. Sudah sebulan dia tak bertemu Jendra, dan selama itu pula dia mulai mengerti jika Jendra memang benar-benar tak ingin ada dia di dalam hidupnya.

"Bu Ida," panggilnya saat berada di dapur.

"Iya, Mbak?"

"Eum ... mangga yang kemarin suami Bu Ida ambil udah mateng belum?"

Disempurnakan Cinta (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang