Berdua

2.4K 338 16
                                    

Pria itu bergeming, dia tetap mengikuti langkah Renata meski perempuan itu telah mengusirnya.

"Aku antar ke mana pun kamu mau, jangan naik taksi online, please!"

"Sejak kapan Mas peduli? Sejak tahu aku adalah perempuan yang Mas hancurkan masa depannya? Sejak tahu aku adalah perempuan yang Mas rusak hidupnya dan sekarang Mas berusaha menembus kesalahan itu? Iya, kan?"

Renata menyeringai seraya menggeleng.

"Mas nggak takut jika keturunan Mas nanti tidak seperti yang Mas mau? Mas nggak khawatir jika ada darah yang nggak bener di garis keturunan Mas? Mas lupa aku bukan perempuan baik-baik?" imbuhnya masih dengan mata berkilat amarah.

Jendra memilih bungkam, membiarkan semua kekesalan dalam diri istrinya keluar.

"Sudah malam, kita pulang?" tanyanya lembut.

"Nggak perlu berupaya untuk bersikap baik padaku!" ketus perempuan itu.

"Renata." Pria itu menarik napas dalam-dalam. "Seperti yang aku bilang, kamu berhak marah dan aku terima, tapi tolong ... kita pulang ya?"

Renata tak menjawab, dia hanya menarik bibirnya singkat kemudian tak lama taksi online yang dia pesan tiba. Tanpa sepatah kata, Renata melangkah menuju kendaraan berwarna putih yang dia pesan. Akan tetapi, sigap Jendra mendahului langkah sang istri.

"Maaf, Mas! Ini uang ganti ruginya, dia isteri saya. Saya yang akan antar dia pulang!" tuturnya dengan membayar sejumlah uang.

Melihat hal itu tentu saja Renata kesal.

"Mas Jendra! Mau kamu apa sih!" protesnya.

"Mau aku sudah jelas. Aku mau antar kamu kemana pun kamu mau pulang malam ini! Jelas?" jawabnya dengan wajah masih seperti tadi. Tenang.

"Kamu masih isteriku, dan tetap akan begitu," ujar Jendra menekankan kalimatnya.

Membuang napas dari mulutnya, Renata merasa mulai kedinginan. Angin malam itu memang sedikit kencang dari biasanya. Menahan dingin, dia melipat kedua tangannya ke dada menghalau gigil. Jendra menarik napas dalam-dalam kemudian mendekat. Merengkuh bahu sang isteri dia memberi isyarat agar Renata diam dan mengikuti langkahnya.

Tak ada pilihan lain bagi perempuan itu selain menurut. Tak mungkin baginya kembali memesan taksi online lagi, karena sudah pasti kejadian seperti tadi akan kembali terulang.

Renata masuk ke mobil, masih dengan mendekap tubuhnya. Kebiasaan tubuhnya memang sedikit berubah semenjak hamil. Selalu ada saja hal baru yang dia rasakan. Salah satunya saat ini. Tidak kuat dengan cuaca malam yang dingin.

Mata indahnya memindai Jendra yang sibuk memasangkan sabuk pengamannya.

"Kamu mau aku belikan sesuatu yang bisa menghangatkan tubuh?" tawarnya masih berada dekat di depannya.

Renata menghidu aroma martabak telur dari gerobak yang tak jauh dari mobil Jendra. Mendadak dia sangat menginginkan penganan itu. Namun, enggan baginya untuk mengatakannya.

Seolah tahu apa yang dipikirkan sang isteri, Jendra tersenyum tipis.

"Kamu mau martabak?"

Ditanya dengan kondisi masih tak berjarak, karena Jendra masih belum beranjak dari depannya membuat wajahnya merona meski Renata berusaha bersikap acuh.

"Oke, tunggu sebentar!"

Dia lalu memberi isyarat dengan tepukan kepada penjual martabak itu kemudian memesan dua porsi martabak spesial.

"Nanti tolong antar ke sini ya, Mas!" titahnya yang disambut anggukan sopan dari pria yang jika ditaksir masih berusia dua puluh tahunan itu.

"Lemon tea hangat, mau?" tawarnya lagi. "Aku bisa balik lagi ke kafe itu untuk memesan. Tapi ... kamu jangan ke mana-mana. Ini sudah malam. Oke?" Wajah Jendra terlihat khawatir meski ada gurat lelah di matanya.

Disempurnakan Cinta (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang