Sebuah Kesungguhan

2.7K 342 31
                                    


Jendra membuka pintu mobil, matanya menerawang menatap langit malam, mendung. Angin semakin kencang bertiup, samar dari kejauhan dia mendengar guntur menggelegar, sementara di ujung langit, tampak kilat menyala serupa alat membelah kegelapan.

Seolah teringat sesuatu, dia menoleh ke Renata yang masih pulas. Kedua sudut bibirnya tertarik lalu mengambil jaket di kursi belakang, lalu pelan dia menyelimuti perempuan itu dengan jaketnya.

Setidaknya malam ini keresahan beberapa hari belakangan bisa sejenak diistirahatkan. Bertemu dan mengakui semuanya di hadapan Renata sudah selesai dia lakukan meski, dia kini harus kembali bersiap mengakui hal tersebut di depan mertuanya.

Mungkin berat, tetapi suka tidak suka dia harus melakukan hal itu. Kejujuran memang pahit dan dia siap untuk menerima konsekwensi apa pun asalkan tidak dipisahkan dengan Renata.

Merasa bersalah dan memiliki keinginan untuk menebusnya adalah satu dari beberapa alasan Jendra. Selain itu, tentu saja ada perasaan yang tak biasa saat sendiri tanpa Renata. Ada ruang kosong yang membuat dia frustrasi saat sang isteri tak ada bersamanya. Terlambat menyadari? Pasti, tetapi bukankah lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali? 

Cinta? Mungkin, mungkin dia mulai jatuh cinta padanya. Pada semua kebaikannya, pada detail perhatian yang dia tunjukkan, pada kesabaran dan kebesaran hati Renata yang mencoba terus memahaminya kala itu. Kepribadian Renata memang mampu menyita hatinya. Tak hanya kepribadian, paras sang isteri yang tak pernah bosan dia pindai pun menjadi 'hantu' di kala dia sendiri.

Jika boleh jujur, sebenarnya jauh sebelum dia tahu jika Renata adalah perempuan yang berada di bawahnya malam itu, Jendra sudah mulai merasa tertarik dengan semua yang ada pada diri isterinya. Namun, kala itu, dia masih diliputi kepongahan sehingga tak menyadari jika Renata benar-benar layak untuk dijadikan pendamping.

Air mulai jatuh satu-satu menyapa tanah menghadirkan aroma yang selalu membuat rindu. Terlihat gerak kecil dari Renata, perempuan itu tampak membuka matanya menatap sekeliling. Matanya melihat jaket yang menempel di tubuhnya. Tersadar dia berada di tempat yang tidak seharusnya, segera dia bangkit menoleh ke samping. Jendra menyambutnya dengan senyum hangat.

"Sudah bangun?" sapanya lembut.

"Kenapa berhenti?" Renata terlihat panik.

"Hei, kamu lupa aku nggak tahu ke mana arah menuju tempat yang kamu maksud?" Senyum Jendra masih terukir dengan mata menatap intens. Bahkan saat bangun tidur pun perempuan di sampingnya itu tetap terlihat menarik dan cantik tentu saja!

"Kalau nggak tahu, kenapa nggak bangunin aku?" protesnya.

Dia kesal karena sudah bisa diduga jika sepanjang dirinya terlelap tadi, pria itu pasti menatapnya dan berpikir yang tidak-tidak. Membayangkan itu, membuat Renata jengah.

"Aku mau pulang!" pintanya tepat saat rinai jatuh semakin deras.

"Oke, ke arah mana kita?" Jendra menyalakan mobilnya.

"Depan, belok kanan!" titahnya.

"Baik!" ujar Jendra tersenyum dan perlahan menginjak gas membawa mobilnya menuju kediaman Renata. Dia puluh lima menit kemudian mereka tiba. Kendaraan roda empat itu berhenti tepat di halaman tempat tinggal isterinya. Nyaman! Demikian yang dia rasakan ketika berada di tempat itu.

Sejenak Renata diam. Ada banyak yang ingin dia bicarakan kepada pria di sampingnya, ada keinginan untuk memberi kabar yang tentu akan membuatnya bahagia, tetapi otaknya menahan untuk mengatakan yang terjadi.

"Sebaiknya Mas pikirkan apa yang harus dilakukan untuk rumah tangga kita!" ucapnya membuka pembicaraan.

Jendra menoleh seraya memiringkan tubuhnya menghadap Renata.

Disempurnakan Cinta (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang