Chapter twelve

387 40 7
                                    

Kedua iris mata kelam milik Marva perlahan terbuka, matanya mengerjap menyesuaikan cahaya yang masuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kedua iris mata kelam milik Marva perlahan terbuka, matanya mengerjap menyesuaikan cahaya yang masuk. Rasa pusing mulai mendera kepalanya, bahunya terasa berat seperti tertimpa sesuatu, ia pun melirik kesamping. Otaknya mulai bekerja, tiba-tiba kejadian semalam berputar secara jelas dari awal sampai akhir.

Tangannya terangkat mengelus surai halus Chara dengan lembut agar sang empunya tidak terganggu. Rasa bersalahnya semakin besar ketika melihat betapa polosnya wajah Chara saat tertidur, ia merasa seperti habis melecehkan anak dibawah umur -- walaupun memang begitu adanya. Ia memang sudah melecehkan Chara tadi malam.

Perlahan ia menarik tangannya, memindahkan kepala Chara untuk sepenuhnya tidur di atas bantal, ia melakukannya dengan hati-hati agar Chara yang terlelap tidak terbangun. Selimut yang menutupi tubuhnya ia sibakkan, memilih untuk membersihkan diri terlebih dahulu baru kemudian memikirkan rencana kedepannya.

Matanya tidak sengaja melirik kearah tubuh Chara yang terekspos, ia dapat melihat ada bercak darah yang sudah mengering di pangkal paha mulus itu, darahnya lumayan banyak sampai mengotori sprei. Semalam ia sama sekali tak sadar jika ada darah yang keluar saat melakukan penyatuan. Rambutnya ia acak dengan frustasi, dirinya benar-benar brengsek. Pasti Chara merasa sangat kesakitan karena terluka fisik dan batinnya.

Selimut yang tersibak itu Marva benarnya, membalut tubuh mungil Chara hingga sebatas leher, memastikan suhu tubuhnya tetap menghangatkan dibawah balutan selimut.

"Maaf, Cha.." gumamnya pelan, wajahnya makin menunduk mengecup pipi bulat Chara lembut.

Kecupan itu dilepaskan, ia pun segera beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Selesai dengan aktivitasnya ia masuk ke walk in closet untuk memakai pakaian. Apartemennya ini termasuk apartemen yang mewah, ada walk in closet didalam kamar walaupun ukurannya tak begitu luas. Karena tidak memerlukan lemari didalam kamar, jadi ruang kamarnya nampak lebih luas dan bisa diletakkan furnitur lainnya.

Marva mencari ponselnya yang entah dimana ia letakkan. Sepersekian detik ia ingat jika ponselnya ia taruh didalam saku celananya. Pandangannya mengarahkan ke bawah, mencari celana yang ia lepaskan tadi malam. Penampakan lantai sangat berantakan, pakaiannya dan pakaian Chara tergeletak secara acak. Ia pun memungut semua pakaian yang berserakan itu dan memasukkannya kedalam ke keranjang baju kotor. Celana jeans miliknya masih ditangan mengambil ponselnya yang berada didalam saku celana itu. Ponselnya ketemu, ia memasukkan celananya itu ke keranjang tempat baju kotor menumpuk.

Jarinya mengotak-atik ponselnya untuk menghubungi Nichele menyuruh anak itu datang ke sini, sekalian membawa pakaian bersih untuk Chara. Hal itu yang terlintas pertama kali di otaknya.

Panggilan pun tersambung.

"Halo, Bang." Sapa Nichele diseberang sana. Jujur saja ia heran saat mendapat panggilan dari Marva, bisa dibilang ini adalah kali pertama pria itu menelponnya. Ia dengan cepat mengangkat panggilan itu pasti sangat penting, pikirnya.

Beautiful DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang