Lea duduk bersandar pada pembatas beton.
Dirinya sudah sedikit tenang. Di sepanjang jalan menuju kemari, Yosephine dan Karina terus menggandeng kedua lengannya sambil sesekali mengelus menenangkan tubuh gemetarnya.
Gadis yang masih memakai tudung jaket itu mengintip untuk menilik sekitarnya. Di rooftop ini, semua teman sekelasnya duduk menyebar dan tetap diam. Semua khidmat tenggelam dalam isi kepala masing-masing.
Lea menipiskan bibir ketika sisa sesenggukan terdengar dari bibir terbukanya.
"Maaf... " Kata gadis itu pada akhirnya.
Teman-temannya kompak menatap ke arahnya.
"Gue malu-maluin ya?"
"Ngapain lo malu?" Tanya Yana. "Lo ngelakuin apa sampe lo malu?"
Lea menggigit pelan lidahnya sendiri untuk menahan tangisnya yang akan meluap lagi. "Lo bener. Kenapa gue harus malu... " Pupil Lea bergerak ke atas, menatap langit cerah hari ini. Pandangannya memburam karena air mata yang berusaha dia tahan masih bisa menjangkau pupilnya.
"Sebelum ini, gue nggak pernah malu punya Tante sehebat Tante Ester. Bahkan setelah skandal itu, gue masih bangga disebut ponakan tercinta Aster Ginanjar."
"Tante gue orang hebat, Yan." Lanjut Lea.
Semua orang diam. Membiarkan Lea mengekspresikan emosinya. Membiarkan suara tangis Lea lepas sekali lagi.
"Dia mulai semuanya sendiri tanpa bantuan siapapun. Dia bisa jadi penyiar hebat berkat kaki tangannya sendiri." Lea menarik napas, merasakan rasa tercekik di ujung tenggorokan tapi tetap melanjutkan ceritanya. "Bahkan Tante Aster selalu nolak tiap Kakek nawarin bantuan, entah itu berupa materiil atau kenalan Kakek buat bantu memperlancar prosesnya. Tante gue berhasil jadi penyiar sehebat itu berkat kerja kerasnya sendiri."
"Tapi apa? Karir Tante gue hancur cuma gara-gara berita palsu yang bikin Tante gue dicaci sana-sini, dikatain wanita murahan dan penjilat."
Lea berhenti sejenak untuk terisak.
Lea menekuk kakinya untuk digunakan sebagai penopang dagu. "Semua orang nggak lagi lihat Tante gue sebagai pekerja keras. Mereka anggap bahwa hasil yang Tante gue dapet saat itu cuma barang instan."
Rasanya udara di sekitanya hilang, dan sesak memenuhi rongga dadanya. Emosinya benar-benar lepas hari ini. "Mereka semua harusnya ada di sana. Lihat wajah capek Tante gue tiap pulang ke rumah setelah 3 hari penuh kerja, tapi tetep masang senyum terbaik buat keluarganya di rumah. Mereka seharusnya ada di sana!"
"Lebih parahnya, pas artikel itu mulai muncul dan makin menjadi, Kakek gue nggak ngebantu apapun. Semua orang ninggalin Tante gue! Nggak ada yang percaya sama Tante Ester. Cuma gue!"
"Gue!" Lea menunjuk dirinya sendiri dengan hantaman keras di bagian atas dadanya. "Gue yang liat jatuhnya Tante Ester!"
Para temannya meringis mendengar suara pukulan dari tubuh Lea sendiri, namun tak satupun yang berniat menghentikan Lea. Mereka memberi kebabasan sepenuhnya bagi gadis itu.
Lea tertawa sinis di sela tangisnya, menertawakan bagaimana dunia bekerja. "Bagian terlucunya adalah pas perselingkuhan itu terbukti nggak pernah ada, nggak ada satupun media yang mau ngangkat!"
"Karena berita macam itu nggak akan selaris berita perselingkuhan sebelumnya."
"Berita mereda, apa masalahnya selesai? Enggak!" Lea menutup matanya yang terasa panas. "Keadaan psikis Tante gue makin down."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gossip Us - Go Ship Us
Teen FictionGosip, ghibah, rumpi, dan rempong itu identik banget sama cewek. Bukan berniat menyekat ya, tapi emang empat hal ini udah melekat banget ke para cewek. Kayak nggak lengkap kalo lagi sama temen tapi nggak ngegosip. Iya kan? Dan kalian pasti punya te...