Ohm mencabut kunci motornya dan turun tanpa melepas helm. Setengah berlari ia masuk ke dalam sebuah rumah, Rumah yang tak asing bagi Ohm meski itu bukan rumahnya sendiri.
"Nanon! Yuhu... Nanon sayangku..." Ucap Ohm sembari menelusuri rumah Nanon, Mencari keberadaan sahabatnya itu.
"Mas Nanonnya ada di kamar mas, Masuk aja." Tutur Mbak Jen, Asisten rumah tangga di rumah itu.
"Dia udah makan belum mbak?" Alih alih menghampiri Nanon, Ohm justru mendekat kearah Mbak Jen yang sedang memotong puding.
"Udah dong, Saya mana berani telat ngasih makan Mas Nanon. Kan Mas Ohm tau sendiri, Jadwal minum obatnya harus tepat waktu. Nih bawa ke kamar, Buat cemilan kalian." Mbak Jen menyerahkan sepiring puding yang sudah ia siapkan.
"Makasih Mbak Jen, Ini aku bawa ke kamar Nanon ya."
Dengan langkah ringan dan helm yang masih bertengger di kepala, Ohm berjalan menuju kamar Nanon. Benar saja, Pemilik kamar berada di dalam, Ia berbaring sembari menonton tayangan televisi.
"Buset Davikah mulu. Gue aja sampe gumoh tiap kesini pasti liat lo lagi nonton seriesnya Davikah." Celetuk Ohm.
"Yaudah ngga usah kesini." Tukas Nanon. Ia membiarkan Ohm duduk disampingnya dan bergabung untuk menonton.
"Helm lo lepas dulu kek, Bau apek." Nanon memprotes, Ia merubah posisi dari berbaring menjadi duduk. Sementara Ohm hanya tertawa kecil dan melepas helm. Ide jahil terbesit di kepalanya. Ia memasangkan helm ke kepala Nanon, Berharap Nanon mengomel padanya.
Namun diluar ekspektasi Ohm, Nanon hanya melepas helm dan memperlihatkan bagian dalam helm tersebut kearah Ohm.
"Rambut gue nempel di helm lo. Helm lo jadi kotor, Ntar gue yang bersihin."
Ohm terdiam, Ia merasa bersalah pada Nanon karena telah menjahilinya. Nanon membelakangi Ohm untuk meletakkan helm, Disitu Ohm melihat beberapa titik di kepala Nanon mulai mengalami kebotakan karena efek kemoterapi.
Sudah 8 bulan sejak dirinya divonis mengidap kanker darah, Kondisi Nanon terus menurun. Selain itu, Jadwal kunjungan ke rumah sakit rasanya jauh lebih padat dibanding jadwal pelajarannya. Untuk itu Tay meminta putranya untuk berhenti bersekolah di sekolah umum dan mencarikannya guru untuk mengajar di rumah. Hal itu dilakukan untuk menghindari hal yang tak diinginkan.
Semula Nanon menolak, Ia merasa fisiknya baik baik saja, Namun kini ia merasakan sendiri. Sebenarnya Ohm bisa saja membantunya dalam proses belajar mengajar di sekolah, Namun Nanon tak mau menjadi beban. Pada akhirnya ia setuju untuk menjalani home scholling.
"Rambut gue makin abis, Gue ngerasa jelek banget." Keluh Nanon.
"Siapa yang bilang? Lo masih cakep kok, Cakep banget malah. Oh iya Non, Ada titipan dari Love buat lo."
Nanon menerima kotak kecil yang dikeluarkan Ohm dari tasnya. Begitu dibuka, Nanon mendapati beberapa lembar photocard Davikah dan secarik surat.
"Kenapa lo ngga mau boncengin Love kesini? Kangen banget gue sama dia." Ucap Nanon. Ia tampak bahagia mendapat hadiah tersebut."Yaelah, Kan lo tau gue udah punya cewe. Kalo Prigkhing liat dan salah paham gimana? Gue ngga mau lah ribut sama pacar gue cuma gara gara boncengin Love."
Nanon terdiam, Ohm memang begitu mencintai kekasihnya. Perhatian Ohm padanya memang tak berubah, Namun kini ada nama yang tak pernah luput dari cerita Ohm.
"Gue kangen banget deh Non bisa duduk dibawah pohon bareng lo tiap istirahat. Walaupun planga plongo doang disana. Gue pernah ngajak Prigkhing duduk disana tapi dia ngga suka." Ucap Ohm.
Lagi lagi Nanon tak menjawab. Dari raut wajahnya terlihat jelas ia kecewa karena Ohm membawa orang lain ke tempat itu, Untuk menggantikannya.
***
"Ayah pulang... Mbak Jen? Nanon kemana?"
"Dari tadi dikamarnya Pak, Sama Mas Ohm."Tay yang baru pulang kerja bergegas pergi menuju kamar putra kesayangannya. Disana terlihat Ohm tengah menyelimuti Nanon yang sudah terlelap.
"Eh Om Tay, Udah pulang om? Nanonnya baru tidur, Abis namatin seriesnya Davikah." Ucap Ohm. Ia mengambil helm miliknya dan bersiap untuk pulang.
"Mau kemana Ohm? Sini aja dulu, Sekalian nunggu jam makan malem biar bisa makan bareng."
"Waduh makasih banyak om tapi aku harus buru buru pulang. Udah ditelpon sama orang rumah disuruh pulang. Maaf ya om, Aku mau pamit pulang hehehe."
"Hati hati ya, Makasih loh udah nemenin Nanon. Salam buat keluarga dirumah ya." Ujar Tay saat Ohm menyalami tangannya.
Sepeninggal Ohm, Tay duduk di samping kasur Nanon. Jemari Tay menelusuri tiap senti wajah Nanon, Terasa hangat.
"Ayah udah pulang?" Tanya Nanon begitu ia membuka mata. Rupanya sentuhan tangan Tay membuat Nanon terbangun.
"Ayah bangunin kamu ya? Maaf..." Tay merasa bersalah. Namun Nanon menggeleng, Ia terbangun karena pusing yang menyerangnya. Ia meringkuk, Menggenggam tangan orang tua tunggalnya itu.
"Gimana hari ini? Ada yang sakit ngga?"
"Ngga ada. Hari ini aku namatin seriesnya Davikah sama Ohm. Oh iya ada PR juga dari Bu Neen. Terus tadi Ohm bawa hadiah dari Love, Isinya photocard Davikah."Tay tersenyum, Sosok Davikah ini mengambil cukup banyak bagian dalam hidup Nanon. Ia memberikan semangat baru untuk Nanon agar dapat sembuh.
"Nanon sesuka itu ya sama Davikah?" Tanya Tay, Nanon mengangguk.
"Davikah itu cantik, Berbakat, Ramah banget kalo sama fans nya. Pengen deh suatu hari dateng ke fanmeetnya."
"Nanti kalo keadaan udah membaik, Nanon pasti bisa ketemu sama Davikah. Harus rajin minum obat, Dengerin kata dokter."
Hening, Mereka berdua tenggelam dalam pikiran masing masing. Dalam keheningan itu Nanon membayangkan jika ia tak akan memiliki kesempatan untuk bertemu artis idolanya, Mengingat kondisinya yang selalu menurun setiap harinya. Sementara satu rahasia besar bergumul di kepala Tay, Rahasia yang mungkin sebaiknya tidak Nanon ketahui.
"Ayah, Nanti ke pantai yuk. Kita udah lama banget ngga kesana. Mainan pasir, Berenang, Nyari kerang." Pinta Nanon.
"Ayo, Tapi tunggu izin dari dokter dulu ya. Nanti ayah tanya ke dokter Off."
"Kalo ngga boleh gimana yah? Apa aku ngga bakal bisa ke pantai lagi? Selain ketemu Davikah, Aku juga masukin rencana ke pantai bareng ayah ke Wishlist."Selain menyukai Davikah, Nanon juga menyukai pantai. Tempat itu sudah menjadi destinasi wajib bagi ayah dan anak itu tiap liburan, Sebelum Nanon jatuh sakit tentunya.
"Nanon ngga pengen ketemu ibu?" Pertanyaan itu tiba tiba keluar dari mulut Tay.
"Emang aku masih punya ibu? Kalopun emang ibu aku masih hidup, Biar dia menjalani kehidupan barunya. Toh aku bahagia disini walaupun cuma sama ayah. Aku ngga pernah kepikiran buat masukin itu ke wishlist."
'Non, Orang itu udah masuk ke wishlist kamu.' Tay membatin. Kalimat itu tak dapat disuarakan. Ia hanya menggema di kepala Tay.
Jangan lupa vote yaa, Arigathanks
KAMU SEDANG MEMBACA
AKU TAK SETEGAR KARANG ( END )
Fanfiction"Aku cape yah. Aku... Ngga bisa setegar batu karang di lautan."