Pagi buta Davika sudah keluar dari rumahnya mengendarai mobil seorang diri. Ia berhasil meminta cuti pada managernya walaupun hanya dua hari. Kesempatan ini ia manfaatkan untuk pergi ke kota tempat putranya tinggal.
Jarak dari ibu kota menuju kota tempat tinggal Tay tak begitu jauh, Hanya butuh waktu kurang lebih 4 jam jika tidak macet.
Senyum Davika merekah begitu lebar saat memasuki kota tersebut. Ia terus melanjutkan perjalanan menuju rumah Tay, Atau mungkin rumah yang ia beli bersama Tay. Meski sudah bertahun tahun tak kesana, Davika masih mengingat lokasinya.
Rumah itu masih sama, Hanya saja kini banyak tanaman di area depan hingga memberikan kesan asri bagi siapapun yang melihatnya.
Mobil Davika berhenti di depan rumah tersebut. Dirinya ragu apakah ia harus masuk kesana atau lebih baik di dalam saja. Davika takut kehadirannya tidak diterima oleh Nanon. Namun sia sia jika ia hanya menunggu di dalam mobil setelah menempuh perjalanan jauh.
Usai beberapa saat berpikir, Davika akhirnya turun dari mobil. Ia hanya berdiri di samping mobil, Menatap rumah Tay dengan senyuman di bibirnya.
Disaat seperti ini, Nanon tiba tiba keluar dari dalam rumah. Mata anak dan ibu itu beradu pandang untuk beberapa detik. Perasaan Nanon campur aduk. Ia senang, Sedih, Marah sekaligus takut. Tanpa sepatah katapun Nanon kembali masuk meninggalkan Davika yang senyumnya perlahan memudar.
Davika melihat dengan mata kepalanya sendiri, Nanon menutup semua tirai jendela. Hal itu menandakan seberapa enggan Nanon melihatnya.
Dengan perasaan sedih, Davika memutuskan untuk menghubungi Tay. Toh ia belum mengabari laki laki itu kalau dirinya akan datang berkunjung.
"Halo Dav? Kamu telepon jam segini emang lagi ngga sibuk?"
"Hahaha ngga Tay, Aku lagi di depan rumah kita, No no no maksud aku rumah kamu."
"Hah? Serius?! Kenapa ngga bilang kalo mau kesini? Kamu udah di depan rumah? Kalo gitu masuk aja, Nanon ada di rumah kok."
"Tay? Kamu ngomong seolah hubungan aku sama Nanon itu baik baik aja. Tadi Nanon sempet keluar, Tapi begitu dia liat aku... Dia masuk lagi dan nutup semua tirai hahaha."
"Astaga anak itu... Padahal aku udah berulang kali nasehatin dia buat bersikap lebih baik ke kamu."
"Udah lah Tay, Ngga papa kok. Ngomong ngomong kamu masih di kantor ya? Pulang jam berapa?"
"Masih lama lah Dav, Ini aja masih pagi. Kamu mau kesini?"
"Ngga deh, Aku mau keliling kota dulu buat ngabisin bensin hehehe. Ntar jam makan siang kabarin ya, Aku mau ngobrol sama kamu. Semangat kerjanya bro, Oke bye."
Davika mengakhiri percakapan. Ia menghela napas dan masuk ke dalam mobil. Beberapa saat kemudian Davika keluar lagi namun dengan sebuah kotak di tangannya. Kotak itu dibalut dengan kertas kado yang sangat cantik.
Tangan Davika mendorong gerbang rumah tersebut yang ternyata sedikit berat. Pelan pelan wanita itu melangkah dan meletakkan kado tersebut diatas meja yang berada di teras rumah.
"Semoga kamu suka ya nak." Gumam Davika, Ia kemudian pergi meninggalkan rumah itu menggunakan mobilnya.
Hampir satu jam kado itu tergeletak diatas meja. Nanon kembali keluar, Ia ingin memastikan apakah ibunya masih ada disana atau tidak. Saat mengetahui mobil Davika tak berada disana, Entah mengapa Nanon merasa sedih. Ia hendak masuk ke dalam rumah, Namun matanya melihat sebuah kado diatas meja. Saat Nanon membukanya, Yang pertama ia lihat adalah secarik kertas.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKU TAK SETEGAR KARANG ( END )
Fanfiction"Aku cape yah. Aku... Ngga bisa setegar batu karang di lautan."