3

123 24 7
                                    

Tanganku gatal. Rasanya sangat tak nyaman ketika tak membawa apa pun. Mungkin karena aku terbiasa selalu memegang ponsel setiap waktu, jadi ketika barang kecil itu jauh dariku rasanya seperti ada sesuatu yang hilang. Sungguh penyiksaan.

Sebenarnya bila aku ingin memegang sesuatu sebagai pelampiasan rasa gugup, ada sebuket bunga mawar merah muda yang disiapkan untukku. Namun, aku malah meletakkannya begitu saja di atas meja rias. Karena setiap melihatnya seperti ada duri yang menusuk jari-jari, dan hanya menyakitiku saja. Padahal sangat cantik. Sesuai dengan yang kusuka.

Kusuka tapi kubenci pada situasi hari ini.

Aku mencoba kembali mengingat kejadian yang terjadi beberapa jam yang lalu. Yang sanggup melemparkanku di ruangan penuh warna putih ini. Jujur ini menyesakkan. Seakan labirin tanpa pintu keluar.

Begitu denda itu gagal kupenuhi di waktu yang ditentukan. Dua orang berbadan besar langsung menarikku dengan paksaan untuk mau mengikuti ke mana mereka pergi.

"Kami sudah menyiapkan gaun dan riasan yang sesuai dengan Anda. Nona Kwon, hanya perlu duduk manis dan tidak melakukan hal yang bisa memperkeruh keadaan."

"Ini melanggar hak pribadi namanya. Aku bisa menuntut kalian karena sudah menculikku."

"Menculik? Kami hanya menjemput istri dari Presdir kami. Walau sedikit tak sopan."

"Istri? Apa aku terbang ke dunia lain sampai bisa punya suami tanpa kutahu?"

Pengacara itu mengeluarkan sebuah kertas dari tasnya dan memberikan itu padaku. Meski kesal, aku membaca dengan teliti kertas tersebut hingga membuatku terserang pusing mendadak.

Tuhan ... Kenapa aku bisa punya kakek yang tak pernah kumengerti?

Ini adalah surat perpindahan hak wali. Yang bertuliskan di sana kalau aku, Kwon Ra-On adalah istri dari si Presdir Choi. Distempel oleh milikku dan milik kakek sebagai tanda kalau surat ini sah di mata hukum.

Pantas saja, kakek tak pernah membiarkanku menyimpan stempelku sendiri. Jadi karena alasan ini juga? Untuk membuatku jadi mainan si Presdir Choi? Kenapa tega sekali melakukan ini pada cucunya sendiri? Salah apa aku memangnya? Apa karena aku sangat nakal sampai kakek berniat membuangku dengan cara ala sinetron?

"Awalnya memang untuk sementara, karena kakek Anda masih hidup saat surat ini dibuat. Namun karena situasinya seperti sekarang. Maka mau tidak mau Anda menjadi istri dari Presdir Choi."

"Kalau berakhir seperti ini. Kenapa kalian seakan memberiku celah dengan membayar denda itu?"

"Karena Presdir Choi tahu kalau Anda tak akan menurut begitu saja. Dengan memberi denda sebagai syarat, kami berharap Anda mau menyerah dengan sendirinya. Kami sama sekali tidak menyangka, kalau Anda hampir berhasil memenuhi denda tersebut." Helaan nafas berat dariku keluar begitu mendengarnya.

Penyesalan terbesar karena satu dollarku ... Hanya kurang satu dollar saja maka aku bisa terbebas dari orang-orang gila ini. Sial.

"Ini hanya saran dari saya. Lebih baik Anda tidak mencoba untuk kabur. Karena tempat ini adalah milik Presdir Choi. Yang berarti semua sisinya tidak lepas dari pengawasan dia."

Heol ... Mereka memang orang kurang satu persen. Bisa-bisanya melakukan ini pada seorang wanita lemah lembut sepertiku.  Presdir Choi dan para anteknya seakan menunggu saat di mana aku benar-benar lengah. Kalau bukan karena perbedaan waktu, serta keterlambatan menerima imbalanku, semua ini tidak akan terjadi.

Dan karena itu, akhirnya dalam waktu kurang dari dua jam, aku terlempar di tempat ini memakai sebuah gaun putih pernikahan. Beserta dandanan ala pengantin tentu saja.

Part Of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang