6

76 15 4
                                    

Dengkuran pelan terdengar dari kucing hitam yang terlihat nyaman dipangkuanku sekarang ini. Dia bahkan tak terusik oleh suara yang ada disekitar selama merasakan usapanku di kepala kecilnya.

Namanya Zero. Kucing liar berbulu hitam dengan mata berwarna hijau bak daun yang baru tumbuh. Sejak dua hari yang lalu aku memutuskan untuk memelihara dia setelah terjerat pesonanya yang tak kusangka nyata.

Pertama kali kami bertemu, saat dia sedang berkeliaran santai di taman belakang setelah berhasil memanjat tembok tinggi yang mengelilingi rumah ini.

Membuatku iri karena dia bisa keluar dan masuk dengan mudahnya. Tak seperti aku yang harus terkurung tanpa perlawanan. Menyebalkan.

Kucing satu ini sepertinya tak merasa takut saat menatapku. Dia juga tak kabur atau bersikap awas. Dia malah duduk manis sambil menungguku mendekat padanya. Mata hijau itu seakan menyihirku untuk mau membawa dia.

Menolak pun tak bisa kulakukan. Tapi itulah pesona kucing ini, hingga membuatku nekat melawan si kulkas lima pintu demi bisa memeliharanya.

Seribu alasan Yoongi keluarkan agar aku mengubah keinginanku itu. Dan aku pun mengeluarkan seribu satu alasan untuk membantahnya.

Mendengar semua sanggahan dan suara cemprengku, pasti membuat kepala si kulkas berdenyut sampai dia hanya bisa diam saja akhirnya. Helaan nafas berat dan wajah kesal yang dia sembunyikan dibalik sikap dinginnya itu membuatku semakin ingin melawannya.

"Lihat matanya. Bukankah dia cantik?" ucapku sambil menggendong Zero dan mendekatkannya pada Yoongi.

Laki-laki itu mengerutkan keningnya ketika bertukar pandangan dengan mata hijau milik Zero. Sedangkan si kucing hanya menanggapinya dengan wajah datar tanpa takut. Keduanya yang sedang sejajar dan memperlihatkan ekspresi sama begini terlihat mirip menurutku. Hihihi ...

Tapi ... Mereka ini tidak sedang bicara dengan telepati kan? Kenapa raut Yoongi seperti orang sedang berdebat? Kalau iya, apa dia mengerti bahasa kucing?

"Terserah," ucap Yoongi lirih, dan lalu membuang muka dari Zero dan aku.

Untuk beberapa saat aku melongo melihat sikapnya. Tak menyangka dia akan menyerah juga.

Namun sedetik kemudian, aku pun bersorak atas kemenangan pertama dari manusia itu, sembari mengangkat Zero tinggi, sampai tak menyadari senyum kecil nan tipis yang laki-laki itu perlihatkan dalam sepersekian detik padaku.

Begitulah kisah perjuanganku yang menghasilkan kegiatan bermain santai kami hari ini. Aku dan Zero tentu saja.

Kucing hitam yang sedari tadi tenang dalam pangkuanku ini, tiba-tiba bangun dan bersikap waspada setelah telinganya bergerak beberapa kali. Dia melompat ke depanku seakan menunggu seseorang yang dia anggap sebagai ancaman.

"Halo!!! Selamat siang, Cantik," sapaan riang dari Hyun Jae yang tiba-tiba muncul.

Aku hanya bisa menjawabnya dengan seulas senyuman tanpa rasa. Perhatianku malah tertuju pada Zero yang masih dalam posisi awasnya. Dia seakan sudah mempersiapkan cakar yang tersembunyi dibalik bulu-bulu itu untuk menyerang.

Sebuah kotak berpita yang dibungkus dengan cantik dia berikan padaku, dan rasanya sangat tidak sopan bila aku menolak pemberian dari orang ini. Mengingat kedekatannya dengan si pemilik rumah.

"Kudengar kau suka makanan manis. Jadi aku bawakan yang kutahu. Itu juga tahan lama. Semoga kau suka."

"Terima kasih," kataku dengan tulus setelah melihat deretan macaroon berwarna-warni yang dibawanya.

"Ra-On-ah."

Aku terdiam membeku dengan mata sedikit terbelalak. Terkejut dengan panggilan itu.

Part Of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang