25

62 8 4
                                    

Kepalaku masih terasa berdenyut karena hantaman keras yang barusan kuterima saat mataku mulai terbuka.

Silau.

Mataku otomatis menyipit ketika menerima cahaya saking terangnya itu. Di antara kebingungan dan rasa sakit yang kuterima, kesadaranku mulai terbangun kembali.

Tapi ...

Di mana aku sekarang ini?

"Akh," keluhku ketika menyadari kaki serta tanganku terikat kuat pada kursi yang sedang kududuki

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Akh," keluhku ketika menyadari kaki serta tanganku terikat kuat pada kursi yang sedang kududuki.

Hah ... Apa pula ini?

Kenapa hidupku jadi model genre Noir begini sih? Apa ini de ja vu? Sepertinya aku pernah mengalami hal yang sama dulu.

Hufh ... Baiklah Kwon Ra-On, sekarang kau harus mengingat runtutan cerita sebelum dirimu terhempas di tempat entah berantah ini sekarang.

Ehm ... Seingatku, setelah beberapa langkah meninggalkan rumah Yoongi, seseorang memukul belakang kepalaku lumayan keras. Dan cukup membuatku pingsan hingga bisa membawaku ke tempat ini tanpa perlawanan dariku.

Baiklah, dari pada hanya diam saja, lebih baik berusaha untuk membuka ikatan di tangan yang membuatku kebas karena saking ketatnya ini. Sepertinya siapa pun yang sudah melakukannya padaku, dia pasti sudah pernah ikut pelatihan tali  menali dengan sangat baik. Benar-benar tidak melonggar sama sekali.

"Sudah bangun, Bee?"

Aku terdiam sesaat. Tertegun dengan suara yang tiba-tiba terdengar dari bagian gelap ruangan yang tak disinari cahaya.

"Yuri?" ucapku lebih seperti menyakinkan diri kalau itu benar dia.

"Bagaimana rasanya tidak bisa melakukan apa pun seperti sekarang?"

"Apa maumu?"

"Membalaskan dendam kakakku tentu saja."

"Ha?" tanyaku dengan mulut setengah terbuka.

"Selama ini aku mengejar orang yang salah ternyata. Maaf karena sudah tidak mengenalimu sebelumnya."

"Bicaralah dengan bahasa yang kumengerti."

"Kau tahu yang kumaksudkan, Bee. Aku hanya tidak menduga kalau kau ternyata cukup pandai berakting. Untuk menjadi seseorang yang berpura-pura peduli pada orang lain."

Aku semakin mengerutkan kening ketika anak kecil satu ini mengoceh tentang hal yang sama sekali tak kumengerti.

"Apa kau akan terus bertingkah seperti orang bodoh begini? Apa harus kukatakan sendiri kalau kau adalah penyebab kakakku mati? Semuanya karena dirimu."

Alisku naik satu. Menarik.

"Siapa yang bilang Buddy mati karenaku? Apa aku yang menikamnya?" tanyaku kembali.

Part Of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang