10

112 16 12
                                    

"Akh," erangku sambil merasakan pusing yang sangat.

Cahaya lampu terasa begitu menyengat karena tepat mengenai mataku. Sangat tak nyaman.

Aku berusaha menggerakkan kaki dan tangan, namun sayangnya tak bisa. Ikatan simpul yang sangat kuat membuat anggota tubuhku ini sulit lepas dari kursi yang kududuki.

Menyerah untuk itu, aku pun perlahan mencoba menata ingatan yang terasa berantakan dan kabur tadi.

Aku ingat saat mencoba menghubungi Yoongi, lalu tiba-tiba seseorang membekap mulut serta hidungku dengan sapu tangan dari belakang. Setelahnya aku tidak ingat lagi.

"Hah ... Menyebalkan."

Aku bersyukur sedikit karena meski sedang disekap, tempat ini tidak gelap. Aku bisa menggila kalau sampai tidak ada cahaya sama sekali. Atau itu akan jadi lebih baik?

Mereka yang kebingungan karena tingkahku, mungkin akan melepaskanku. Tapi dengan resiko nyawaku sendiri yang bisa melayang dengan indahnya.

Kalau dilihat-lihat, ini sebuah kubik yang tidak terlalu luas juga. Pengap. Aroma khas dari ruangan yang sudah lama tidak terpakai. Berapa lama aku berada di sini? Dan sampai kapan? Apa akan ada yang mencariku kalau aku lenyap? Sepertinya tidak akan ada yang mencari atau merasa kehilangan atas aku.

"Lapar," keluhku setelah beberapa detik berpikir.

Mataku lalu menatap ke arah pintu yang bersuara. Seakan menyambut mereka yang akan ada.

Alisku naik satu ketika empat orang laki-laki itu mulai masuk ke ruangan mungil ini. Menarik. Karena salah satu di antaranya kukenali sebagai orang yang duduk di sebelahku. Yang hampir menciumku tadi.

Apa dia kesal karena hal itu? Dia merasa kupermalukan begitu kah, sampai membawa teman-temannya untuk mau repot-repot melakukan hal ini padaku?

"Aku tidak menyangka akan bertemu dengan Nyonya Choi di sana. Sebuah kejutan yang menyenangkan," katanya.

"Maka haruskah kita bertepuk tangan? Ups. Bisa bukakan ikatan ini supaya aku ikut merayakan kita?" tanyaku dengan memasang wajah cerah.

"Kau segila yang kudengar ternyata. Mirip dengan suamimu itu."

"Aku perempuan. Dia laki-laki. Mirip dari mana? Kalian mau apa dariku memangnya? Aku tidak punya apa-apa."

"Uang dari suamimu tentunya."

"Kalau menginginkan dia. Culik saja dia bukannya aku."

"Karena selain uang, kami juga ingin melihat bagaimana wajah seorang Choi Yoongi kalau wanita tersayangnya ini disentuh orang lain."

Otakku rasanya berhenti bekerja sejenak. Mereka ini dapat ide dari mana sih? Bisa-bisanya terpikir hal yang sangat aneh begini. Tersayang? Pih ...

"Terserahlah kata kalian apa. Yang jelas, aku lapar sekarang. Kalau ada makanan, aku mau. Mie instan juga tidak apa-apa."

"Kau menyepelekan kami?"

"Apa terlihat begitu? Aku hanya bilang aku lapar dan ingin makan. Kalian perlu aku tetap ada sampai Yoongi-ssi datang kan?"

Mereka saling pandang. Bingung dengan situasi yang tidak terduga ini. Mereka mungkin berpikir aku akan menangis histeris dan meminta mereka untuk melepaskanku. Memohon pada mereka untuk melakukannya. Tapi memang kenyataan tidak seperti ekspektasi.

Mereka mungkin tahu aku gila, tapi belum sadar segila apa diriku. Biar yang mereka tahu aku cukup menurut tanpa banyak tingkah, walau sebenarnya aku sibuk berusaha membuka ikatan di tanganku.

Part Of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang