29

32 4 2
                                    

Yoongi POV

Sangat hati-hati, aku memberanikan diri untuk membelai pipi yang terlihat pucat itu. Seakan takut wanita yang sedang menutup rapat matanya ini akan pecah karena sentuhan ringanku. Hatiku masih terasa berat melihat dia yang biasanya selalu menyambut kedatanganku, kini seakan bisa menghilang kapan saja dari pandanganku.

"Maaf. Maafkan aku. Maaf," kataku dengan suara bergetar yang tak bisa lagi kutahan.

Penyesalan karena tak bisa melindunginya ini menggerogotiku dengan cepat.

Perlahan kuraih tangan kecil miliknya ini. Kugenggam erat namun kuharap itu tak menyakitinya. Hanya agar dia merasakan hangat dariku walau sedikit saja. Hanya agar dia tahu kalau aku selalu menunggu dan ada untuknya.

Namun dia juga tak mau membuka matanya untuk melihat ke arahku. Meninggalkan detik yang berubah jadi menit di antara kami ini dengan keheningan.

Yang terdengar hanya suara dari mesin yang menyatakan dia masih berada di dunia yang sama denganku.

Kupandangi lekat wajah cantiknya yang seperti tertidur lelap. Sedikit harapan dariku agar dia mau membuka mulutnya dan marah-marah padaku karena tak mengajaknya bicara.

Tapi harapan itu seperti omong kosong yang terbawa angin begitu saja.

"Hei, mau dengar sebuah cerita lucu, Sayang? Tentang kau, aku dan mungkin anak kita nantinya. Bagaimana kalau kita punya anak perempuan? Yang punya mata cantik dan senyum manis sepertimu. Kuharap dia tidak menuruni sifat pemarah dan keras kepalamu saja. Tapi sepertinya itu sulit kalau dia adalah keturunanmu.

Walau merepotkan, namun pasti menyenangkan melihat kalian yang sedang bertengkar. Biar kau bisa menemukan lawan yang sepadan. Lucu.

Hah ... Aku membayangkan saat pagi, kau sibuk menyiapkan sarapan untuk kami, sedangkan aku memandikan putri kecil kita sambil bercanda dengannya.

Lalu menyisir rambutnya yang panjang, tapi berakhir dengan berantakan. Haha ... Dia yang sangat kesal lalu segera mengadu padamu dengan wajah cemberutnya yang menggemaskan. Pipi chubby seperti dimsum. Pasti lucu dan imut sekali.

Mendengar aduannya, kau malah jadi ikut mengomeliku karena tidak bisa menyisirnya dengan baik. Sambil ceramah panjang lebar, kau duduk di lantai dan mulai mengikat rambut putri kita hingga rapi. Aku hanya bisa mendengarkan semua ocehan manis itu sambil memelukmu dari belakang dan mencium pipimu yang tidak kalah menggemaskannya dengan putri kita.

Kau juga pasti protes dengan apa yang kulakukan itu. Tapi mana bisa istri tersayangku ini menghindar dari pelukan yang selalu dia rindukan? Bukan kah begitu, Sayang?"

"..."

Aku menelan ludah dengan sulit karena semakin berat saat harus bicara dan menahan tangis secara bersamaan. Sekali lagi, kupaksakan sebuah senyuman untuk dia yang tak kunjung datang.

"Aku lanjutkan ya ... Ehm ... Setelah itu, bagaimana kalau kau datang berkunjung ke kantor sambil membawa makan siang untukku? Sambil bergantian menyuapiku dan putri kita, bibirmu tak berhenti bercerita tentang apa saja yang terjadi selama tak bersamaku."

"..."

"Apa kau tau, aku ... Sangat senang tiap kali mendengar kau bicara. Karena saat itu terjadi, kau melihatku. Dan bersamaku."

"..."

"Ah, satu lagi. Putri kecil kita adalah gadis yang kuat. Bahkan saat dia terjatuh sekali pun, dia sama sekali tak menangis. Langkahnya selalu yakin dan dia segera bangkit dengan sendirinya. Mirip dirimu ya. Memang sekuat itu lah istriku ini," kataku sebelum mengecup tangan yang kupegang erat ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Part Of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang