15

68 9 0
                                    

"Ugh," kataku sambil mengulet. Memicingkan mataku, berusaha terbuka dan terbiasa dengan cahaya serta keadaan sekitar.

Keningku berkerut setelah tersadar penuh. Bingung. Tentu saja. Kini aku masih berada di sofa ruangan Yoongi. Bedanya adalah aku yang tidur di sofa. Sendirian. Tidak ada siapa pun di ruangan ini selain aku.

Kemana dia?

Lalu, darimana datangnya selimut ini?

Seingatku,  memang aku ikut tertidur karena tidak melakukan apa pun setelah beberapa menit hanya mengusap kepalanya. Tapi sekarang ke mana perginya tukang es itu?

"Anda sudah bangun?" tanya sekretaris Lee yang baru masuk ke ruangan.

"Jam berapa sekarang? Berapa lama aku tertidur?" tanyaku dengan suara serak.

"Anda baru tidur sekitar tiga puluh menit."

"Yoongi-ssi?"

"Sedang rapat sekarang."

"Lalu kenapa sekertaris Lee di sini? Bukannya harus menemani dia?"

"Karena tuan Choi bilang ada yang lebih penting untuk saya kerjakan."

"Apa?"

"Mengantar nyonya pulang dengan aman."

Aku mengangguk-angguk saja menanggapinya dengan wajah datar. Mataku lalu menatap ke meja kerja Yoongi. Sudah tidak ada lagi tumpukan berkas di sana. Dia itu manusia atau monster? Seberapa cepat dia mengerjakan semuanya sendirian? Kuyakin berkas yang tadi kuberikan pada sekretaris Lee juga diambil lagi dan dikerjakan sendiri olehnya.

Bagaimana caranya dia membuat tangan, mata dan otaknya bekerja bersamaan dengan waktu sesingkat itu untuk menyelesaikan semua?

Kalau aku, pasti sudah mengepul kepalaku ini macam panci presto saking tidak kuatnya.

"Nyonya?" kata sekretaris Lee menyadarkanku dari lamunan.

"Oh, ya.  Aku ke toilet dulu," jawabku setengah tergagap.

"Baik. Saya akan menunggu di luar," pamitnya.

Sepeninggal Lee biseo, dengan langkah setengah hati aku berjalan ke sebuah kamar mandi yang berada di sudut ruangan ini. Yoongi sepertinya tidak mau bersusah payah untuk berjalan terlalu jauh keluar dari ruangannya hanya untuk menyelesaikan urusan buang-buang. Kali ini aku setuju dengannya.

Aku melihat pantulanku di cermin kamar mandi setelah membasuh wajahku. Menatap ke satu titik. Mata. Selalu di sana aku terperangkap.

Jangan coba-coba melakukan hal gila dengan matamu. Aku tidak mau satu penggemarku tidak melihat ketampananku lagi. Akan kugantung kau di langit-langit kalau sampai  berani macam-macam.

Aku tersenyum melihat kertas post-it yang Yoongi tinggalkan di sudut cermin. Sepertinya dia sudah bisa menebak aku akan kemari dan memikirkan hal itu. Lucu juga.

Setelah merapikan tempatku tidur tadi, aku pun keluar ruangan dan sudah ada seseorang yang menunggu seperti yang dia katakan.

"Mohon tolong ikuti saya," kata Lee biseo dengan sopan.

Aku tak banyak bicara. Atau memang kami sama sekali tidak bicara sebenarnya. Kepalaku terlalu sibuk untuk mencoba mengingat letak jalan yang menurutku tersembunyi ini. Jalan yang hanya Yoongi dan orang-orang kepercayaannya yang tahu. Seandainya disuruh ke sini sendiri, sudah bisa kupastikan akan tersesat dan berujung mengamuk sendiri.yang awal tadi.

Tempat parkir mobil yang kami tuju sekarang ini berbeda dengan yang awal tadi. Sepertinya dia sengaja memindahkan mobil ke tempat parkir umum agar lebih mudah keluar. Atau karena dia baru saja tiba dari suatu tempat.

Part Of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang