23

36 5 0
                                    

"Nyonya," panggil pelan sekretaris Lee siang ini padaku.

Aku hanya meliriknya sekilas, lalu kembali pada apa yang kukerjakan. Menonton TV sambil mengelus kepala Zero yang mulai mengantuk. Sungguh pekerjaan yang sibuk.

"Maaf. Apa nyonya ada waktu?" ulangnya lagi setelah tiga kali aku tak juga menanggapi.

"Ada apa? Bukankah seharusnya kau berada di samping bosmu?" ucapku dingin.

"Ini tentang tuan."

"Bukan urusanku."

"Kalau begitu, biarkan saya bicara. Terserah kalau Anda mau mendengarkannya atau tidak."

"..."

"Malam saat tuan mengamuk, itu semua karena melihat nyonya dengan Jaehyun-ssi."

"Dia masih berhutang maaf dan satu pukulan pada Jaehyun-ssi," kataku sambil mengingat kejadian waktu itu. Sungguh memalukan, mengingat tindakan segegabah itu dilakukan oleh seseorang yang biasanya setenang air danau.

"Benar. Tuan yang bersalah. Beliau saat itu terbawa rasa cemburu yang luar biasa besar, karena tuan merasa nyonya punya perasaan lebih pada Jaehyun-ssi, padahal kalian baru saling mengenal. Belum lagi ada yang mengatakan kalau kalian beberapa kali bertemu dan saling berhubungan di belakang tuan."

"Kalau dia percaya dengan mudahnya, itu artinya dia bodoh."

"Bukannya bodoh, Nyonya. Tapi tuan sangat mencintai Anda. Dia takut Anda pergi dari sisinya. Karena itu tuan melakukan semua itu."

"Dia bilang tidak menyukaiku," gumamku.

"Tuan tidak menyukai Anda. Tapi mencintai Anda dengan sangat besar. Caranya memang salah, dan setelah malam itu, tuan seperti orang depresi. Menyalahkan dirinya sendiri berulang kali."

"Kenapa?"

"Saya tidak tahu detailnya, tapi tuan terus mengatakan dia menjadi makhluk paling menakutkan karena membuat Anda menangis dan menderita."

"Lalu kau menggantikan dia untuk meminta maaf begitu?" tanyaku sinis.

"Benar."

"Dia tidak benar-benar menyesal kalau begitu."

"Itu ... Karena tuan saat ini tidak bisa melakukannya sendiri."

"Maksudmu?"

"Tuan di rumah sakit. Dia mengalami kecelakaan sewaktu kembali kemari."

Zero terkejut dan langsung terbangun begitu aku tiba-tiba berdiri dari dudukku. Aku segera menyambar outwearku dan berjalan ke pintu ke luar.

"Apa yang kau tunggu?" kataku saat melihat sekertaris Lee yang masih berdiri diam di tempatnya.

"Anda mau menjenguknya?" tanya laki-laki itu tak percaya.

"Tidak. Aku mau membunuhnya."

------------------------ooo----------------------

Aku membuka pintu kamar rawat inapnya dengan keras. Mataku segera menangkap sosok itu yang sedang terbaring di tempat tidur rumah sakit dengan luka di pelipis sebelah kanan dan tangan kanan yang di balut dengan balutan berwarna coklat.

"Apa yang terjadi?" tanyaku pada sekertaris Lee yang berada tidak jauh di belakangku.

"Selama beberapa hari ini tuan berada di luar negeri untuk urusan yang mendesak. Dan sesaat setelah keluar dari bandara, ada sebuah mobil yang menyenggol kendaraan tuan dan dengan cepat sopir membanting setir sampai keluar jalur."

Aku memang tidak peduli pada kehadiran manusia satu itu selama kurang lebih dua minggu ini. Bangun setelah dia pergi kerja. Dan tidur sebelum dia pulang ke rumah. Tak banyak berpikir pula kala Yoongi tak muncul selama beberapa hari di rumah, karena aku yang masih sangat marah padanya.

Part Of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang