15. Hamil?

16.6K 776 38
                                    

"Gimana keadaanya, Dok?" tanya Bagas membuat sang dokter yang baru saja keluar dari ruangan tersenyum pada Bagas.

"Keadaanya baik-baik saja, pasien hanya letih saja."

"Dan selamat karena istri anda tengah mengandung, untuk lebih lanjutnya, silahkan untuk mengunjungi dokter kandungan."

Deg

"Secepat itu?" batin Bagas dengan tersenyum getir.

Terkejut? Tentu saja. Ia tak menyangka jika benih yang dikeluarkan Nataniel akan begitu cepat berkembang di dalam rahim Haura. Sebenarnya ia tak rela jika Haura mengandung anak dari lelaki lain. Namun, percuma saja. Kini nasi sudah menjadi bubur.

Terlihat senyuman tipis terbit di bibirnya. "Terimakasih, Dok."

"Maaf sebelumnya, tolong rahasiakan ini dari keluarganya jikalau keluarganya sudah datang."

Terlihat sang dokter yang mengernyit heran. Ingin bertanya. Namun, rasanya tidak sopan. "Baiklah, kalo begitu, saya permisi."

Bagas mengangguk pelan mempersilahkan lalu setelahnya ia bergegas masuk ke dalam ruangan, yang pertama ia lihat adalah wajah Haura yang terlihat damai. Meskipun wajahnya pucat. Namun, masih terlihat cantik di matanya.

Ia mendekati brankar lalu mengelus rambut Haura dengan penuh kasih sayang. Ia sedikit membungkuk lalu mendekatkan wajahnya pada telinga gadis itu lalu membisikkan sesuatu di sana.

"Gue sayang lo, Ra."

"Gue yang bakalan tanggung jawab."

"Gue janji," bisiknya tanpa sadar air matanya menetes.

Ia menepis air matanya lalu beralih mengecup dahi gadis itu cukup lama. Setelahnya ia kembali berdiri tegap dan berlalu dari ruangan. Lebih baik ia pergi, dan ia berpura-pura tidak tahu. Ia hanya ingin tahu seberapa kuat Haura menyembunyikan perihal kehamilannya nanti, seberapa lama Haura menyembunyikan kehamilannya darinya jika nanti Haura tahu dengan sendirinya.

Sebelumnya ia juga sudah memberitahu keluarga Haura perihal Haura yang masuk rumah sakit.

bertepatan dengan zz kepergian Bagas, kedua orang tua Haura juga Nataniel sampai di depan ruang rawat Haura lalu masuk ke dalam ruangan.

Terdapat Haura yang tengah memejamkan matanya. Bertepatan dengan mereka yang masuk, gadis itu mulai membuka matanya.

Haura hendak terduduk. Namun, Nataniel dengan cepat menahannya.

"Jangan banyak gerak," tegasnya membuat Haura menunduk takut. Entah mengapa ia jadi penakut seperti ini, ia takut jika berada di dekat Nataniel juga rasanya akhir-akhir ini ia mudah sekali menangis. Sungguh ia benci dirinya yang sekarang, entah mengapa hanya saja dirinya merasa ada yang menjanggal.

"Haura sayang, kamu kenapa bisa masuk rumah sakit, Nak?" tanya sang ayah dengan penuh kekhawatiran.

Haura menoleh pada sang ayah lalu tersenyum tipis. "Aku gakpapa, gak ada yang perlu dikhawatirin."

"Kata dokter kamu kenapa? Kamu sakit apa?" Kini Alice yang bertanya membuat Haura menoleh.
z
"Aku gak tau, Bun."

Tak lama sang dokter masuk ke dalam ruangan membuat atensi keduanya teralihkan.

"Apa yang terjadi dengannya, Dok?" desak Nataniel membuat dokter itu terdiam sejenak.

Ucapan Bagas terngiang di kepalanya. Sedetik kemudian ia mulai membuka suaranya.

"Pasien hanya letih saja, mungkin terlalu banyak aktifitas di luar."

Nataniel memicingkan matanya seakan merasa curiga bahwa dokter itu menyembunyikan sesuatu. Dengan segera ia mencengkram kerah baju pria berjas putih itu dengan menatapnya tajam.

"Lo jadi dokter gak becus banget, periksa aja kagak bener!" cercanya membuat Alice menggeleng akan tingkah anaknya.

"Sudah. Nak, mungkin ucapan dokter itu benar adanya. Sudah lepaskan," kata Alice berusaha melepaskan cengkraman tangan anaknya di kerah baju sang dokter.

Dokter itu hanya tersenyum menanggapinya. "Saya permisi harus memeriksa pasien terlebih dahulu."

William dan Alice mengangguk mempersilahkan sang dokter untuk memeriksa Haura, lain dengan Nataniel yang masih menatap sang dokter dengan sengit.

Jiwa buaya betina Haura kumat tatkala melihat wajah tampan milik pria berjas putih yang terlihat masih muda itu. Ia tersenyum genit saat dokter itu tersenyum padanya.

"Dokter kok ganteng banget sih! Emaknya ngidam apa ya," ujarnya mendramatis tanpa sadar membuat Nataniel menggeram marah.

"Haura!" tegasnya. Lelaki itu hendak menarik kerah baju belakang dokter itu. Namun, Willian sudah menahannya terlebih dahulu.

"Biarkan dia memeriksa Haura dulu," kata sang ayah membuat Nataniel menghela nafas berat.

TBC

Vote juseyo^_^

My Psychopath Brother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang