21. Menyesal

12.3K 650 50
                                    

Nataniel tersenyum senang setelah sampai di tempat yang di tuju. Ia turun dari mobilnya lalu masuk ke dalam gerbang rumah yang terlihat megah.

Seketika langkahnya terhenti, senyumannya pun memudar saat melihat Haura yang tengah menyuapi seorang balita. Apakah dia anak Haura? Haura sudah menikah? Mengapa ada cincin emas yang tersemat di jari manis Haura? Ah entahlah, banyak sekali pertanyaan dalam benaknya yang belum terjawabkan.

Karena tak ingin diselubungi rasa penasaran. Ia berjalan menghampiri keduanya.

"Ra," panggilnya membuat Haura mendongak.

Betapa terkejutnya Haura saat melihat seorang lelaki yang dulu ia cintai berdiri tak jauh di hadapannya. Tak hanya Haura yang menoleh, balita itu pun ikut menoleh.

Pada saat Nataniel hendak mendekati mereka. Namun, ia tetegun ketika melihat balita itu kembali menatap ibunya lalu meminta di gendong seakan takut dengan pria asing itu.

Asing? Hha mampus lo Niel!

"El," gumam gadis itu dengan matanya yang sudah memanas.

Haura menggendong anaknya lalu berdiri dan mendekat pada Nataniel.

Mata lelaki itu pun memanas. Rasanya ia sangat merindukan gadisnya. Lelaki itu hendak mendekat pada Haura dan hendak memeluk gadis itu. Namun, Haura malah memundurkan langkahnya sedikit menjauh dari Nataniel.

"Ra," ujarnya heran saat gadis itu malah menghindar.

"Lo tau kan, dari dulu gue gak suka penolakkan!" geram Nataniel dengan mengeraskan rahangnya hingga uratnya menonjol.

Haura menggeleng. "Gak bisa, gue bukan gadis lagi, gue bukan cewek lo lagi," ujarnya dengan bibir yang masih bergetar menahan tangisnya.

Haura semakin mendekap anaknya erat. Ia memang sangat merindukan Nataniel. Namun, ia juga masih membenci pria itu. Karena Nataniel dengan teganya merenggut mahkotanya, Namun, berkat Nataniel, ia dan Bagas bisa menikah dan bahagia bersama.

Bagas memperlakukannya dengan baik, bahkan saat ia hamil pun lelaki itu begitu posesif padanya dan calon bayi.

"M-maksud lo?"

"Waktu lo pergi ke luar negeri, gue hamil El, gue hamil anak lo."

Deg

Haura hamil? Dan apa tadi, anak itu adalah anaknya? Ia ayah dari balita yang berada di gendongan Haura? Ah sial! Seharusnya ia tidak pergi ke luar negeri!

Haura mengigit bibir bawahnya merasa sesak. Air matanya yang sedari tadi ia bendung kini mulai luruh membasahi wajahnya. "Kenapa lo pergi El?! Kenapa gak pamit? Waktu itu gue butuh lo banget El! Gue bener-bener butuh lo!" ujarnya dengan terisak.

Mata lelaki itu semakin memanas, hingga kini air matanya luruh tanpa diminta. "Ra, gue—"

"Gue udah nikah, Bagas yang tanggung jawab. Kita udah selesai dari lama El, gue harap lo bisa nemuin kebahagiaan lo di luar sana."

Deg

Nikah? Haura menikah dengan Bagas? Damn it! Seharusnya ia yang menikah dengan Haura, ah sial! Dari awal ini juga memang salahnya, coba saja jika dirinya tak pergi keluar negeri, dapat dipastikan ia dan Haura hidup bahagia dengan sang buah hati.

Sedetik kemudian bahunya merosot ke bawah. Tangisnya semakin pecah.

Balita itu menoleh menatap Nataniel yang tengah menangis. Matanya mengerjap lucu seakan tak paham dengan keadaan sekarang.

"Nda mmmm puhh!" racaunya pada bundanya. Dia Raja Adijaya

Haura tersenyum pedih. Ia mengecup sekilas pipi anaknya. Untung saja anaknya masih kecil dan tidak mengerti apa yang tadi ia bahas dengan Nataniel. Namun bagaimana jika anaknya anaknya sudah mengerti, apakah dia akan memeluk ayahnya? Apakah nantinya dia akan menganggap El sebagai ayahnya? Lantas, bagaimana jika sebaliknya?

Air matanya kembali jatuh saat melihat Nataniel yang terisak hebat. Ingin sekali ia mendekap tubuh Nataniel. Namun, tak bisa, ia juga harus menghargai suaminya. Jika Bagas tahu ia berpelukan dengan lelaki lain, pasti akan menyakiti hatinya. Sedangkan Nataniel sudah berharap lebih pada Haura, berharap gadis, ralat wanita itu mau memeluknya.

Nataniel mengeraskan rahangnya tak kuasa menahan isak tangisnya. Melihat balita di gendongan Haura membuat hatinya merasa teriris. Ini salahnya, ini memang salahnya. Ia tega meninggalkan Haura yang tengah mengandung anaknya hingga harus putus sekolah, sedangkan dirinya malah melanjutkan pendidikannya tanpa memikirkan jika Haura tengah mengandung. Ia tak menyangka jika benihnya akan berproses begitu cepat. Pantas saja saat di sana ia merasakan mual-mual, dan ingin pulang ke Indonesia. Ternyata ia mengalami morning sickness.

Namun, ia sangat heran mengapa bundanya tak menghubunginya perihal Haura?

Nataniel hendak maju. Namun balita yang kerap dipanggil Raja memalingkan wajahnya ke sembarang arah dan bergerak gelisah seakan takut pada Nataniel. Melihat itu membuat hati lelaki itu semakin sakit.

"Ra, g-gue pengen gendong dia," ujarnya dengan bibir yang bergetar menahan tangisnya.

Haura yang paham segera menyodorkan Nataniel. Namun, Raja seakan menolak dan semakin mengeratkan pelukannya pada ibunya.

"Sayang, dia papa kamu, Nak."

Sedetik kemudian Raja memecahkan tangisnya. Raja menangis tersedu-sedu saking takutnya pada Nataniel. Raja memang akan menangis jika akan di gendong oleh orang yang tak ia kenali.

"Ra, hiks ... hiks ..." Nantaniel bersimpuh di lantai. Hatinya merasa sesak saat anaknya terlihat takut padanya. Ingin menggendongnya saja terasa sulit.

Haura meneteskan air matanya tak tega melihat Nataniel yang begitu rapuh. Ia berusaha menenangkan Raja agar anaknya itu berhenti menangis.

"Raja sayang, hei."

Raja menatap bundanya dengan air muka yang sudah memerah dan kini wajahnya sudah berderai air mata. Kini hanya isakan kecil yang tersisa.

"Dia papa kamu, Nak. Kamu jangan takut, hm?"

Alih-alih menjawab, Raja malah menaruh kepalanya di atas dada ibunya dengan sesekali mendusel.

Nataniel mendongak dengan wajah yang sudah berderai air mata. Raja? Jadi nama anaknya itu adalah Raja.

Tak berselang lama, akhirnya Raja terlelap. Selalu saja begitu, jika sudah menangis, Raja memang akan tertidur. Haura tersenyum melihat anaknya yang ternyata sudah terlelap.

Ia menoleh pada Nataniel lalu menyuruh lelaki itu untuk berdiri.

Dada lelaki itu naik turun dengan air mukanya yang sudah memerah. Hal itu terlihat menggemaskan di mata Haura.

"Sini," kata Haura seakan mengkode Nataniel agar menggendong anaknya.

Lelaki itu mengeraskan rahangnya menahan segala isak tangisnya. Tangannya terangkat untuk mengambil alih Raja dari dalam gendongan Haura.

Sedetik kemudian tangisnya kembali pecah. Melihat wajah anaknya membuatnya merasa bersalah. Dengan perlahan ia mendekatkan wajahnya pada wajah Raja lalu mengecup dahi anaknya penuh kehangatan.

Cup

"Ini Ayah sayang," lirihnya dengan bibir yang bergetar.

Hatinya menghangat melihat wajah anaknya yang terlelap, begitu teduh dan damai.

"Maaf Nak, maafin Ayah," bisiknya menahan kuat isak tangisnya.

Ia akui jika dirinya memang benar-benar brengsek. Ia tega menghamili Haura dan terlebih lagi dirinya tidak bertanggung jawab.

Ia beralih menatap Haura yang kini tengah terisak.

"Ra, maaf," lirihnya meski ia tahu jika kata maaf saja tidak cukup. Ia tahu jika kata maafnya tak akan bisa mengubah semuanya menjadi seperti semula.

TBC

TIM HAURA BAGAS?

OR

TIM HAURA NATANIEL?

My Psychopath Brother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang