11. Sembuh dan terluka karenanya

18.9K 967 17
                                    

Sesampainya di halaman rumah yang terlihat mewah itu, ia bergegas membawa gadisnya ke dalam dan membawanya menuju kamar.

Rumah itu memang rumah miliknya sendiri, rumah yang ia beli menggunakan uang hasil kerja kerasnya sendiri. Sejak SMA kelas XI dirinya memang sudah mengelola perusahaannya sendiri, hingga kini dirinya sudah menjadi seorang CEO di perusahaanya.

"Biarin gue pulang, El. Gue pengen pulang," lirihnya. Namun, tetap saja Nataniel tak menggubrisnya.

Sungguh tatapan maut Nataniel membuatnya takut. Ia merasa hawa di sekitarnya nampak mencekam bahkan kini mata lelaki itu sudah menggelap.

"Maaf, El," lirihnya lagi seraya menyembunyikan wajahnya di dada bidang lelaki itu.

Sebenarnya Nataniel tak tega melihat gadisnya yang memohon-mohon padanya meminta dilepaskan. Ia lebih suka gadisnya yang merintih kesakitan, atau mendesah karenanya. Namun, saat ini yang ia inginkan hanyalah rintihan yang keluar dari bibir gadisnya.

Cambuk? Terlalu ringan.
Tamparan? Terlalu sering
Cengkraman? Ia sudah bosan
Pasung? Ah mungkin saat ini dirinya sedang mood untuk melakukan hal itu, dan kini, dirinya sudah memutuskan untuk mempasung gadisnya, bahkan ia tak sabar menyaksikan gadisnya merintih kesakitan akibat karya seninya yang ia berikan.

Ia tak sabar mendengar suara rintihan gadisnya yang mungkin akan indah jika di dengar.

Akhh!

Haura memekik kaget saat tubuhnya dibanting begitu saja ke atas kasur. Nataniel hanya memasang raut wajah datar tanpa adanya rasa bersalah. Jiwa psychopath-nya seakan menutupi rasa bersalahnya.

Lelaki itu bergegas mengambil ikat tali andalannya lalu mengikat kedua tangan gadisnya membuat Haura yang memberontak pun terasa sia-sia. Semakin ia memberontak, semakin Haura merasakan sakit dibagian lengannya.

Nataniel mulai menaiki kasur kingsize-nya lalu merangkak mendekati gadisnya. Lelaki itu mengambil sebuah pisau tajam dari dalam sakunya. Melihat benda tajam yang lancip itu membuat Haura memundurkan tubuhnya hingga punggungnya membentur kepala ranjang.

Matanya memanas ketika merasa aura lelaki itu semakin mencekam, juga mata Nataniel yang kian menggelap. Takut? Jelas, jika sudah Nataniel sudah menggengam benda tajam, lelaki itu tidak akan main-main lagi.

"Kalo dari awal lo nurut, gue gak bakalan kasar, Haura," sarkasnya membuat Haura terisak.

Tangan lelaki itu mulai bergerak untuk membuka dua kancing baju Haura lalu menyikap sedikit baju yang dikenakan oleh gadisnya hingga kini menampilkan bahu mulus gadisnya berwarna putih susu. Keadaan Haura sudah lebih dari sekedar kacau, bahkan kini wajahnya sudah berderai air mata, serta bibirnya yang bergetar mengeluarkan isakan, air mukanya pun sudah memerah.

"Jahat hiks ..." lirih gadis itu dengan terisak.

Haura ingin melawan. Namun, ingin bergerak pun ia kesulitan. Tangannya diikat membuatnya semakin terlihat tak berdaya.

Pisau tajam itu sudah berhasil menancap sempurna di bahunya dan mengukir sesuatu di sana. Kali ini Nataniel ingin bermain-main di kedua bahu gadisnya. Senyumnya mengembang ketika tangannya mengukir seni yang indah dengan tinta darah di sana. Saat dirinya tengah asik dengan kegiatannya itu, saat itu juga Haura merintih kesakitan karena ulahnya.

"Cukup, El hiks ..."

"Sakit El hiks ... hiks..."

"Bertahanlah sayang, ini menyenangkan."

"Shhh s-sakit, El. AKHH!" jerit Haura tatkala Nataniel menancapkan pisau tajam itu pada bagian betisnya.

"Udah El, s-sakit," rintihnya kesakitan.

Nataniel sama sekali tak menggubris gadisnya, ia masih sibuk dengan aksinya hingga melupakan Haura yang merintih kesakitan akibat ulahnya. Jiwa psikopatnya kembali muncul. Tangannya sudah gatal ingin membunuh. Namun, Haura beruntung karena dirinya hanya melukainya saja tak sampai membunuhnya. Mana bisa ia membunuh gadis yang ia cintai?

Setelah dirasa puas Nataniel memilih menyudahinya. Ia menyimpan benda tajam itu lalu memutuskan untuk mengobati gadisnya yang terluka akibat ulahnya sendiri.

"Berani lo sama gue, gue kasih yang lebih parah dari ini," ancamnya penuh penekanan.

Lagi-lagi Haura hanya bisa meneteskan air matanya menahan sakit.

Lelaki itu mulai melepas ikat tali yang mengikat kedua tangannya membuatnya dapat bernafas lega.

Haura hendak mengancingkan kembali kancing bajunya. Namun, tangannya sudah ditahan terlebih dahulu oleh Nataniel.

"Gue obatin dulu, Ra."

Lelaki itu bergegas mengambil kotak p3k di dalam nakas lalu mulai mengobati luka di tubuh gadisnya dengan telaten.

Usai mengobati Haura, Nataniel memilih membersihkan tubuhnya terlebih dahulu. Mungkin malam ini ia akan tidur bersama Haura menemani gadisnya.

Jika saja tubuhnya tidak sakit, sudah dapat dipastikan saat ini ia akan kabur dari neraka yang berkedok rumah ini.

Tak berselang lama Nataniel keluar dari dalam bilik kamar mandi hanya dengan bertelanjang dada.

Dilihatnya Haura sudah terlelap. Mungkin karena lelah. Ia tersenyum melihat wajah damai gadisnya. Jika seperti ini, wajah garang Haura tidak akan terlihat lagi.

Usai mengeringkan rambutnya, barulah ia berjalan menuju kasur lalu merebahkan tubuhnya di samping gadisnya.

Tangannya bergerak untuk membelai pipi gadisnya. Namun, saat ia menyentuh permukaan kulit wajah Haura, suhu panas langsung terasa membuat rasa cemas kian menyelimuti diri.

"Ra?" panggilnya dengan menepuk pelan pipi Haura berharap gadisnya mau membuka matanya. Namun, gadis itu tetap saja menutup matanya.

"Ra, jangan gini sayang," lirihnya.

Apakah tadi ia terlalu kejam? Ia sadar jika dirinya sudah kelepasan, mengingat Haura yang memang terlihat sangat lelah sehabis dari luar tadi, dan ia malah melukainya.

"Haura bangun!"

Nataniel mengusap wajahnya dengan gusar. "Lo tidur atau pingsan sih?!"

Detik selanjutnya, ia memilih merobek paksa baju yang dikenakan oleh gadisnya lalu melepas bra Haura hingga kini hanya menyisakan celana jeans pendek dengan hot pans-nya di dalamnya.

Nataniel mendekap tubuh gadisnya dengan erat berharap suhu panas itu dapat menyerap. Ia berusaha mati-matian menahan hasratnya ketika kulit tubuhnya bersentuhan langsung dengan benda kenyal milik gadisnya.

"Arghh bangsat!" Nataniel mengumpati kasar dirinya sendiri yang merasa gagal dalam menjaga gadisnya.

Seharusnya ia bisa menjaga Haura, bukannya malah menyakiti gadisnya. Namun tetap saja, jiwa psikopatnya tak bisa jika tidak menyakiti gadisnya yang nakal.

Ia merasa miliknya tegang saat benda kenyal menyentuh dadanya. Namun begitu ia tetap berusaha menahan hasratnya.

"Eughhh."

Suara lenguhan yang berasal dari gadisnya membuat Nataniel mengurai sedikit pelukannya untuk melihat gadisnya.

"Ngapain El?" tanyanya dengan suara paraunya.

"Skin to skin contact," ujar lelaki itu seadanya.

"Emhhh"

Haura memilih memejamkan matanya kembali karena memang kepalanya terasa berat membuatnya mengantuk.

Saat Haura kembali terlelap, Nataniel mengeluarkan suaranya.

"Maaf, Ra."

"Maafin gue," lirihnya seraya mengecup puncuk kepala gadisnya cukup lama.

TBC

Vote juseyo^-^

My Psychopath Brother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang