10. Merintih atau mendesah?

22.3K 1K 10
                                    

Di bawah birunya langit terdapat seorang gadis yang tengah berkeliling sepeda dengan seorang pria yang memboncengnya. Semilir angin menerpa kulit wajah keduanya membuat kesan sejuk terasa.

Gadis itu adalah Haura, sudah dapat dipastikan jika lelaki itu adalah Nataniel. Gadis itu terlihat nyaman sekali ketika memeluk perut lelaki itu dari belakang dengan menaruh kepalanya di atas punggung lelaki itu. Wajahnya berseri menandakan bahwa kini gadis itu senang bukan main.

Sebelumnya Haura tak pernah merasakan hal yang sebahagia ini. Ia tak pernah senyaman ini dengan orang lain, terlebih lagi Nataniel itu bagaikan orang asing. Namun, entah mengapa saat ini dirinya begitu nyaman ketika bersama lelaki itu.

Bagaimana dengan Nataniel? Tentu saja lelaki itu juga merasakan hal yang sama dengan Haura. Ia bahagia sekaligus nyaman saat berada di dekat gadis itu, terlebih lagi Haura memeluk tubuhnya. Ah rasanya ia semakin mencintai gadisnya.

Keduanya berhenti tepat di bawah pepohonan rindang. Nataniel menaruh sepedanya di sana lalu keduanya mulai berjalan menuju puncak bukit hijau yang terlihat luas dan bersih, tak ada sedikit pun sampah yang terlihat.

Ada beberapa pengunjung di sana. Mereka bersama pasangannya, ada juga yang bersama para sahabatnya.

Haura berlarian membuat Nataniel ikut berlari mengejar gadisnya. Ya, meski bundanya akan menikah dengan ayahnya Haura. Namun, Haura tetaplah miliknya.

Haura tertawa lega. Iya, dirinya memang lega bisa membolos dan berakhir di sini. Terlebih lagi bersama seorang psychopath tampan, yang sebentar lagi akan menyandang status sebagai saudaranya.

"Udah, Ra. Jangan lari-larian terus," peringat Nataniel.

Haura akhirnya menurut dan memutuskan untuk berhenti berlari. Gadis itu membalikkan tubuhnya hingga kini menghadap ke arah Nataniel.

"Minum dulu." Nataniel menyodorkan sebotol air minum yang sengaja ia beli tadi.

Haura menerimanya dengan senang hati lalu duduk di antara gundukan bukit hijau yang nampak lebat dan terlihat nyaman dilihat.

Nataniel ikut duduk tepat di samping gadisnya. Ia menatap Haura dengan lekat. Usai menegak separuhnya air itu, Haura menoleh pada lelaki itu hingga kini keduanya saling memandang satu sama lain.

Haura menatapnya teduh, tentu hal itu mampu membuatnya gugup. Ini baru pertama kalinya untuk Haura menatapnya teduh, hanya ada tatapan tulus yang diberikan gadis itu padanya, tidak ada sorot mata kebencian sama sekali.

"Nanti gue panggil lo abang boleh?"

Tanpa sadar lelaki itu mengangguk. "Sure."

Sedetik kemudian Nataniel tersadar hingga refleks berdiri dari duduknya. Namun seperkian detik lelaki itu kembali duduk seraya menatap gadisnya seakan tak percaya dengan penuturan Haura barusan.

"Abang? Gue calon masa depan lo, Ra!"

"Gak, lo gak boleh panggil gue dengan sebutan itu," tolaknya mentah-mentah.

"Tapi kan—"

"Meskipun nantinya kita jadi sodara, kita tetep bakalan nikah, Haura," ujarnya dengan nada yang sedikit tinggi.

Haura memejamkan matanya sejenak saat Nataniel membentaknya. Ada sedikit rasa sesak dalam dadanya mendengar bentakan dari Nataniel. "Gue nikah sama lo?"

Nataniel berdehem menanggapinya membuat Haura tersenyum miring.

"Cih, jangan harap!"

"Mimpi lo ketinggian El! Najis gue sama lo!" sarkasnya tanpa sadar membuat Nataniel naik pitam.

Haura berdiri dari duduknya hendak pergi dari sana. Namun, tubuhnya sudah melayang di udara. Haura sempat memejamkan matanya. Namun, ia kembali membukanya dengan perlahan, dan ternyata Nataniel menggendongnya ala bridal style.

"Turunin gue brengsek!" pekik Haura seraya memberontak meminta dilepaskan.

"Lo emang minta dikasarin, Ra."

"Nyesel gue baikin lo! dibaikin malah ngelunjak, " desisnya seraya menatap gadisnya dengan datar, bahkan Haura dapat merasakan aura yang nampak mencekam di dalam diri lelaki itu.

"Merintih atau mendesah, hm?"

Sedetik kemudian mata gadis itu membulat. Ia beberapa kali memukul keras dada bidang Nataniel. Namun, itu terasa sia-sia.

"Lepasin gue, El!"

"Gue bilangin bunda, mau?"

"Beraninya lo cepu, gue penggal leher lo!" ancam lelaki itu dengan menatap Haura sengit, sedangkan yang ditatap sudah meneguk salivannya susah payah. Ia tak bisa meremehkan ancaman Nataniel. Mengingat betapa kasarnya Nataniel padannya, terlebih lagi ia juga pernah melihat Nataniel yang membunuh orang secara langsung.

Dengan segera Haura mengalungkan lengannya di leher Nataniel lalu menyembunyikan wajahnya sekaan tak berani menatap sorot mata tajam milik Nataniel.

"Lo cukup jadi gadis penurut dengan begitu gue gak bakalan berlaku kasar sama lo," ujar lelaki itu nampak tenang. Namun, penuh penekanan.

"Ini terakhir kalinya lo bolos."

Haura mencebikkan bibirnya ke bawah pertanda bahwa sebentar lagi dirinya akan menangis. Sedetik kemudian Nataniel merasa dadanya basah hingga terdengar helaan nafas berat.

"Jangan habisin tenaga lo buat nangis, kumpulin tenaga lo buat merintih, sayang," tuturnya mampu membuat tubuh Haura menegang.

Gadis itu semakin mengencangkan tangisnya, sedangkan Nataniel malah tersenyum menyeringai dan memilih menghubungi tangan kanannya untuk membawakan mobil ke tempatnya berada.

TBC

Vote juseyo:)

My Psychopath Brother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang