19. Kecewa

13.2K 746 50
                                    

1 Minggu telah berlalu, ujian kelulusan pun telah selesai dan kini mereka hanya tinggal menunggu hasilnya saja.

"Ra, lo makannya banyak bener dah," celetuk Liona ketika melihat Haura yang memakan bakso dengan lahap, terlebih lagi itu adalah bakso yang ke 3 yang sudah Haura pesan.

Bagas menatap tajam sang adik membuat Liona yang menyadarinya hanya meringis.

Bagas menatap perut rata Haura. ingin sekali ia mengelus perut itu. Namun, ia memilih untuk memendamnya. Mungkin lain kali, pikirnya.

Haura tak mengindahkan ucapan Liona. Ia masih asik menyantap baksonya.

Cup

"Eh—"

Haura membulatkan matanya karena ternyata Nataniel yang mengecup pipinya. "Nataniel!"

"Dalem sayang," sahut lelaki itu dengan tersenyum menggoda.

Liona cengo. Bisa-bisanya Nataniel mengecup pipi Haura di depan matanya, jiwa jomblonya kian meronta. Sedangkan Bagas sudah mengeraskan rahangnya seakan tak suka dengan perlakuan Nataniel barusan.

"Jaga batasan! Lo cuma kakaknya gak lebih!" sarkas Bagas membuat Nataniel tersulut emosi.

Haura dengan cepat menahan Nataniel yang hendak memberikan bogeman pada Bagas.

Nataniel beralih menatap Haura dengan tatapan dinginnya. Dilihatnya Haura mengkodenya untuk duduk. Mau tak mau ia pun duduk tepat di samping gadisnya berusaha untuk merendam emosinya.

***

Acara kelulusan telah di selenggarakan, tentu saja seluruh angkatan lulus. Kini masa putih abu telah selesai hingga mereka tinggal melanjutkan pendidikannya dan menata kehidupannya masing-masing.

Kini Haura tengah terlelap membuat Nataniel tak tega untuk sekedar membangunkannya. Padahal ini adalah hari di mana keberangkatannya menuju luar negeri. Ia memutuskan untuk kuliah di luar negeri karena bundanya juga menyuruhnya untuk melanjutkam pendidikannya di sana.

Tangannya terangkat untuk mengelus rambut gadisnya. "Sorry, Ra."

Cup

Nataniel mengecup bibir gadisnya cukup lama. Setelahnya ia beranjak dari sana berlalu ke luar kamar dengan membawa kopernya.

"Haura mana?" tanya William ketika melihat Nataniel yang sudah di lantai bawah.

"Masih tidur, El gak tega banguninnya."

"Ya sudah, ayo berangkat."

Nataniel terdiam sejenak. Ia menghela nafasnya berat, setelahnya ia berjalan beriringan dengan kedua orang tuanya.

***

Seorang gadis tengah menuruni anak tangga masih dengan memakai baju tidurnya. Dia Haura. Gadis itu bingung lantaran tak mendapati Nataniel di sampingnya saat dirinya terbangun dari tidurnya. Alhasil ia ia memilih turun ke lantai bawah, siapa tahu Nataniel ada di bawah.

"El?"

"Ayah, bunda?"

Haura terdiam ketika keadaan rumah begitu sepi. Apakah mereka bepergian tanpa mengajaknya?

Ia memilih berlalu ke dapur untuk mengambil susu hamil yang ia sembunyikan di laci paling bawah.

Setelah menyeduhnya, ia segera meneguknya hingga tandas.

Pandangan Haura turun ke bawah perutnya hingga kini senyuman hangat terbit dari bibirnya. Tangannya bergerak untuk mengelus perut ratanya.

"Bunda sayang kamu," monolognya.

"Kamu hamil?!" Suara barington itu membuat haura terlonjat kaget.

Haura mendongak menatap kedua orang tuanya yang kini menatapnya penuh selidik.

"JAWAB HAURA!"

Deg

Haura memejamkan matanya sejenak ketika mendengar nada dari sang ayah.

Alice menggengam tangan William berharap William dapat merendam emosinya.

"Sudah mas, kita bisa membicarakannya dengan baik-baik."

"Diam kamu Alice!"

Alice mampu dibuat bungkam. Sedangkan William melepas paksa genggaman Alice lalu melangkah mendekati anaknya.

"Siapa yang hamilin kamu?" tanyanya dingin membuat Haura menunduk seakan tak berani menatap wajah sayang ayah yang terlihat murka.

"Jawab Haura jawab! Kamu punya mulut itu digunain!" sarkasnya.

"Mas tenang! Jangan emosi kayak gitu. Biarkan Haura mengatakan yang sebenarnya."

"Haura, sekarang kamu jawab jujur pertanyaan bunda. Siapa yang menghamili kamu?"

Alih-alih menjawab, Haura justru malah terisak.

William tertegun. Ini baru kali pertamanya mendengar anaknya terisak setelah sekian lamanya. Terakhir kali ia melihat Haura menangis itu saat kepergian mendiang istrinya.

Alice mendekap tubuh rapuh Haura dengan tangan yang sesekali mengelus rambut Haura sayang berharap dapat memberikan ketenangan padanya.

"Shtt, tenang sayang."

"Nataniel, hiks ... dia yang hamilin aku."

Deg

Keduanya tercengang. Bahkan kini elusan tangan di rambut Haura terhenti karena saking terkejutnya tubuh Alice melemas, bahkan hampir saja terjatuh jika saja Haura tidak menahannya.

"Bundaa," lirihnya masih dengan terisak.

Haura beralih menatap William yang kini terdiam mematung di tempat. "Ayah, hiks ... Maaf—"

Plak

"Mas," lirih Alice seakan tak suka dengan sikap William yang mulai bermain tangan pada anaknya sendiri.

"AYAH KECEWA SAMA KAMU HAURA!"

"Ayah pikir hubungan kalian itu sehat," ujar pria paruh baya itu dengan suara yang mulai merendah.

William memutuskan untuk berlalu dari sana. Namun tidak dengan Alice yang kini mendekap Haura dengan erat.

"Maafin El, Ra. Maafin bunda, bunda gagal mendidiknya," lirih Alice masih dengan terisak.

Haura menggeleng pelan. "Bunda gak gagal, bunda udah jadi bunda yang terbaik buat El."

Sudah satu jam Haura masih saja terisak dengan Alice yang tak bosan menenangkannya.

"Sudah sayang, nanti pusing."

"Kasian baby-nya sedih liat bundanya yang menangis, sudah ya?" bujuk Alice berharap Haura berhenti menangis. Namun, gadis itu malah mengencangkan tangisnya membuat Alice menghela nafas berat.

"Maafin Haura bunda, Haura kotor hiks ..."

"Shtt, udah sayang."

"Ayah jadi kecewa sama Haura Bunda hiks ... Aku salah hiks ... Aku gak bisa jaga diri hiks ... hikss ..."

Alice kembali dibuat sesak. Ia memang kecewa dengan Haura dan Nataniel. Ia benar-benar kecewa dengan anaknya yang dengan teganya menghamili Haura. Ia mendukung hubungan keduanya karena awalnya ia percaya jika Nataniel akan menjaga Haura bukan merusaknya. Namun, ternyata dugaannya salah. Kini Nataniel malah menghancurkan kepercayaannya.

TBC

My Psychopath Brother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang