5

3.8K 465 6
                                        

Hari sudah mulai gelap, Senja sudah tidak bisa mengurung diri di kamar lagi. Ia belum makan dan sekarang dirinya kebelet. Tidak mungkin ia mengurung diri di dalam kamar terus-terusan juga. Ia bisa ngompol di celana.

Ketika keluar kamar, Senja tidak menemukan Barry dimanapun. Senja berdecak, kemana Barry? Apa dia tidak peduli jika Senja belum makan?

Setelah selesai menggunakan kamar mandi, Senja mendengar suara dari pintu belakang yang tidak tertutup rapat. Senja melihat perlahan ke depan. Dengan penerangan seadanya, ia melihat Barry dan satu wanita sedang dalam pembicaraan serius. Senja bahkan masih bisa mendengar pembicaraan mereka meskipun suara mereka berbisik.

"Terus kalau Pak Hasan suruh kamu bersihin kotorannya, kamu mau juga?" Ucap wanita itu menunjuk wajah Barry.

"Iya."

"Sadar lah, Bar. Ini hidup kamu, jangan terlalu bergantung dengan Pak Hasan. Kamu itu sudah seperti sapi dicucuk hidungnya!"

"Terus kamu mau gimana? Toh kamu yang tolak lamaran aku dan pergi gitu aja?" ucap Barry. Senja menahan napas Ketika mendengar suara Barry. Tidak ada jawaban lagi dari wanita itu.

Tiba-tiba saja tubuh Senja terdorong, "Aduh.."

Barry melihat Senja dan mengerutkan kening, "Hobby kamu nguping?"

Senja diam saja lalu berjalan menuju ruang tamu, ia baru saja mau masuk ke dalam kamar Ketika suara Barru terdengar lagi, "Nggak laper? Masih mau ngurung diri di kamar?"

Senja berbalik pelan, "Ada makanan?"

"Duduk dulu. Ada yang mau saya bicarakan."

Senja duduk di hadapan Barry. Senja melihat wajah Barry kalem saja seakan ia tidak terlibat pembicaraan serius dengan mantan kekasihnya. Jadi, Barry itu punya pacar dan sudah melamar tetapi ditolak? Anna kah wanita tadi? Nama yang sempat disebut ibu-ibu tadi pagi.

"Ini uang untuk kamu membeli kebutuhan kamu. Tidak banyak."

Senja melihat beberapa lembar uang terulur di hadapannya. "Kenapa?"

Barry mengerutkan keningnya, "Kenapa apanya?"

"Kenapa kasih uang ke aku?" ucap Senja, "Aku kan berhutang sama kamu. Ini kamu nggak nambahin hutang aku kan?" tanya Senja curiga.

"Nggak. Kamu hutang sama Pak Hasan bukan sama saya. Ini uang sebagai nafkah istri. Hutangmu nggak ada hubungannya sama uang ini."

Senja langsung terbatuk mendengar Barry menyebutnya sebagai istri. Senja masih terlalu asing mendengar status barunya dan disebutkan oleh Barry sendiri.

"Kamu nggak seharusnya kasih uang ini ke aku kan? Kamu nggak punya tanggung jawab itu loh. Kamu tau persis pernikahan kita itu rumit."

"Kamu sah sebagai istri saya berarti saya wajib kasih kamu nafkah. Kamu disini berarti kamu jadi tanggung jawab saya. Toh, ini kamu pakai untuk keperluan saya juga. Kamu cuci baju dan beli keperluan rumah."

Senja diam saja, "Kayanya kebanyakan. Tadi aku ambil sabun kata Bi Laksmi itu warung kamu jadi nggak usah bayar."

"Ya, ini uang untuk kamu pegang. Kalau ada sisa, bisa kamu simpen."

"Kamu tau kan, kamu nggak harus ngelakuin ini?" ucap Senja pelan, "Kamu mencurigakan banget kalau tiba-tiba kasih aku uang. Kamu ada niat buruk sama aku?"

"Kalau saya ada niat buruk sama kamu, saya nggak usah kasih kamu uang, saya kurung aja di kamar. Dari kemarin langsung saya eksekusi kelakuan jahat saya. Nggak perlu repot juga ganti kasur. Toh, buat apa juga beli kasur mahal Cuma untuk berbuat jahat." Ucap Barry, "Otak kamu kebanyakan nonton film."

Barisan Senja [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang