Senja sudah memiliki kebiasaan baru yaitu bangun lebih dahulu dibanding matahari yang mulai terbit. Senja bangga dengan dirinya, karena dulu dia harus membuat ibu bolak-balik mengetuk pintu kamarnya hanya untuk membangunkan dirinya. Senja jadi rindu ibu.
Senja benar-benar aneh karena sekarang ini ia merindukan suara marah ibunya. Ibunya tidak mungkin memarahi Bang Langit, Bang Langit itu contoh anak baik bagi ibu. Sedangkan, Senja adalah sasaran empuk untuk ibunya marah. Entah hal kecil saja bisa ibunya marah. Senja benar-benar rindu ibu dan Bang Langit.
Ketika Senja bangun, Barry sudah tidak ada di sampingnya. Ia keluar kamar menuju kamar mandi. Senja melihat Barry yang baru saja keluar dari kamar mandi dan menggosok kepalanya.
"Itu pesenan kamu." Ucap Barry lalu berjalan meninggalkan Senja.
Barry menggelengkan kepala ketika mendengar pekikan suara Senja lalu ia tersenyum kecil dan masuk ke dalam kamar. Iya, mungkin Barry sudah gila sekarang. Kemarin sewaktu ke kota, Barry memesan air mineral gallon pada pemasok di warungnya. Barry bahkan meminta pemasok warungnya selalu menyediakan air mineral untuk rumahnya.
Sebenarnya benar kata Senja, dirinya tidak perlu repot untuk mengurusi wanita itu. Toh, pernikahan mereka tidak seperti pernikahan biasanya tetapi entah mengapa melihat Senja, Barry jadi tidak tega.
Apalagi wajah tangisan Senja ketika mendengar bapaknya mengutang, bagaimana ia mencoba tegar dan berani mengajukan negosiasi. Barry menggelengkan kepalanya.
Meskipun kadang tingkahnya membuat Barry menggelengkan kepala, tetapi itu menjadi hiburan tersendiri untuk Barry.
Hari ini Barry akan pergi ke rumah Pak Hasan untuk melaporkan pekerjaannya. Ia sudah bersiap ketika keluar mencium aroma masakan. Otomatis ia langsung ke dapur.
Barry melihat Senja yang sedang berkutat di depan kompor. Barry mengerutkan kening, Senja masak?
"Eh, sarapan dulu." Ucap Senja, "Kemarin sore Bi Laksmi tanya ke aku, aku mau sayur nggak karena suaminya bawa hasil panen. Yaudah, aku minta sekalian minta bumbu-bumbu di warung kamu juga. Nggak apa kan?" tanyanya sambil terkekeh.
Barry mengangguk, "Ini bisa dimakan?"
Senja berdecak, "Bisa dong. Kalau nggak enak, yaudah namanya juga belajar. Bisa gagal, bisa berhasil."
"Tapi saya nggak rela jadi korban masakan kamu."
Barry melihat Senja mencebikkan bibirnya pelan sambil mengambilkannya nasi dan lauk pauk yang ia sudah masak. Tidak banyak, hanya kuah bayam bening, telor ceplok dan tahu goreng.
"Kalau mau beli ikan, ayam dan daging gitu kemana?"
"Ikan kamu ambil aja di kolam belakang. Itu punya saya. Kalau ayam ada kamu bilang aja ke Bi Laksmi nanti dia minta Pak Dayat suruh potongkan dari ternak. Kalau daging kamu titip aja ke Bi Laksmi, dia suka ke pasar." Ucap Barry sambil menyuapkan nasinya ke mulut. Masakan Senja enak, setidaknya belum gagal.
Barry jadi lumayan penasaran dengan Senja. Dengan sikapnya yang tinggal di kota, ia mampu membersihkan rumah ini dan masak. Maksudnya sudah jarang jika wanita kota mampu melakukan ini apalagi yang Barry tau Senja juga bekerja.
"Kamu ada alergi makanan?"
Barry menggeleng, "Saya makan semuanya."
Senja mengangguk, "Kamu boleh minta aku masakin apa aja. Selagi aku bisa, aku kabulin."
"Kalau nggak bisa?"
"Minta Bi Laksmi yang masak."
Barry terkekeh pelan, hal lain yang membuat Barry tidak tega dengan Senja adalah wanita ini tidak mengeluh selain air bak mandi yang tidak bisa ia pakai. Selebihnya, Senja selalu mencoba beradaptasi dengan keadaan disini. Barry akui, itu tidak mudah pasti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Barisan Senja [TAMAT]
RomansaSenja membenci bapaknya, dari dulu hingga sekarang bapaknya selalu menjadi alasan atas kesedihannya. Belum cukupkah Senja menderita ketika harus mendapat caci, maki dan samsak ketika ayahnya marah? Sekarang Senja bahkan harus menjadi jaminan dan m...