Bab. 11

1.5K 175 33
                                    


Setelah rapat rutin bersama para tim eksekutif tadi, Arkha mengatakan pada Dita kalau ia akan pulang jam enam sore. Dita bersorak kegirangan dalam hati saat mengetahuinya. Artinya ia bisa pulang dengan cepat, dan tidak perlu menunggui Arkha yang jam pulangnya tidak jelas. Gadis itu pun langsung mengiyakan ajakan Tania-Manajer Pemasaran GWM-untuk nongkrong dulu setelah jam kerja mereka usai.

Dita mengetuk pintu ruangan Arkha sebanyak tiga kali. Di tangannya ada beberapa dokumen dari departemen pemasaran untuk Arkha tanda tangani. Senyum terpatri di wajah Dita begitu mendorong pintu itu. Sosok tinggi tegap itu tetap tampak tampan meski Dita hanya melihat punggungnya saja.

"Pak Arkha," panggil Dita pada pria yang sedang berdiri di depan mesin kopi miliknya yang ada di sudut ruangan.

Pria itu tampak bergerak kaku, memutar tubuhnya menjadi menghadap Dita. "Ya," jawabnya.

"Pak Arkha, mau minum kopi? Biar saya buatkan, Pak." Dita menawarkan bantuan.

"Tidak. Saya tidak ingin minum kopi," jawab Arkha masih belum bergerak dari tempatnya berdiri.

"Ini ada dokumen dari tim pemasaran, untuk Bapak tanda tangani. Tapi, jika memang tidak keburu waktu, bisa ditandatangani besok pagi saja, Pak. Pak Arkha jadi pulang jam enam sore kan?" tanya Dita lalu melempar pandangannya ke arah jam di dinding.

Arkha refleks melihat objek benda yang sama dengan Dita. Lalu kembali menarik pandangannya ke arah gadis yang tampak manis dengan blazer berwarna fuchsia itu. "Jadi," jawabnya lalu kembali memunggungi Dita.

"Saya pamit kalau begitu, Pak," ucap Dita lagi lalu segera meninggalkan ruangan itu.

Arkha menoleh pada pintu ruangannya yang tertutup. Seraya tersenyum tipis, ia melanjutkan kegiatannya menyeduh kopi.

***

Lantunan syahdu lagu Glimpse Of Us milik Joji terdengar di seantero GWM. Dita menghirup dalam-dalam aroma khas GWM yang lama tak menyapa indera penciumannya. Karena selama satu minggu ini ada aroma baru yang setia menemani hari-hari Dita. Ya, aroma musk milik Arkha yang membuat Dita semakin betah berada di samping pria itu.

"Mbak Dita, apa kabar?" sapa barista di kedai kopi yang Dita datangi.

"Baik Jon," balas Dita ramah. "Ada Tania, ya?" tanyanya kemudian.

"Ada di samping, Bu," balas Joni si barista itu. "Bu Dita mau minum apa?"

Seperti menjadi tradisi, setiap kali Dita datang selalu saja ditawari minuman. Dita pun refleks mengingat Arkha, sambil menggelengkan kepalanya pelan.  "Nggak usah, Jon. Aku ke Tania dulu, ya."

"Tumben lo balik cepet!" sambut Tania begitu Dita tiba di mejanya.

"Demi elo, nih!" balas Dita kemudian meletakkan tas miliknya di meja bundar yang memisahkan dirinya dan Tania. Ia lalu duduk di kursi empuk berwarna coklat gelap, senada dengan warna meja.

Dita cukup akrab dengan Tania. Meski tidak sedekat layaknya sahabat. Keduanya merasa cocok baik di dalam maupun di luar urusan pekerjaan. Seperti sekarang, Tania meminta bertemu karena ingin curhat dengan Dita tentang keadaan GWM tanpa adanya Dita.

"Si Wahyu, seenaknya banget. Sumpah, gue nggak tahan, Dit. Kinerja dia nol besar, tapi gayanya udah kayak yang paling hebat!" ungkap Tania berapi-api menceritakan Spv Operasional yang naik jabatan menjadi Deputi Manajer Operasional menggantikan Dita.

"Lo sadarin lah, dia pasti mau dengerin lo." Dita memberi saran.

"Ogah, Dit! Please, lo balik lah ke GWM!" balas Tania.

"Mana bisa," jawab Dita lalu menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi lalu menyilangkan kedua tangannya ke depan dada.

"Terus, Manajer Umum bukan Pak Agung lagi, kan? Tuh orang ke mana sih?" tanya Tania.

Dita and The Boss✅| Lengkap Di KaryakarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang