Tidak hanya memberikan hadiah untuk Chava, tapi juga ia membelikan hampir satu lusin dress lucu hasil pilihan Dita untuk keponakannya. Dita sekarang tahu kalau Arkha memiliki satu orang kakak perempuan, yang sudah berkeluarga dan memiliki satu anak perempuan berusia dua tahun. Rencananya besok pagi, pria itu akan pulang ke Lembang, Bandung dimana kakaknya tinggal selama ini.
Kini Dita sudah duduk manis di kursi mobil bagian depan. Beberapa paper bag berisi hadiah pemberian Arkha ia simpan di kursi belakang.
"Pak, nanti saya turun di lampu merah pertama, ya. Ada stasiun di dekat sini. Jadi Pak Arkha nggak perlu antar saya ke stasiun dekat GWM. Setelah saya turun nanti, Pak Arkha bisa langsung pulang."
Arkha melirik saja. Memberi tatapan tak senang karena sekretarisnya itu memerintahnya. Benar saja, sepasang alis lebat milik gadis itu bertaut lalu kepalanya mengangguk kecil menyadari kesalahannya yang sebenarnya tidak benar-benar salah. Arkha kembali menatap lurus jalanan, mengendarai mobilnya mengarungi kemacetan ibu kota di malam Sabtu ini.
Mobilnya bergerak merayap pelan saat mendekat menuju lampu merah yang dimaksud Dita tadi. Namun, Arkha bertahan di posisi kiri jalan, lalu berbelok saja mengikuti rambu lalu lintas 'belok kiri jalan terus'.
"Lho, Pak. Bukannya Pak Arkha harusnya lurus dan saya harus turun di lampu merah tadi?" protes Dita menyadari arah mobil yang melenceng dari seharusnya. "Saya turun di sini saja deh, Pak. Mumpung belum jauh dari stasiun tadi," sambung Dita sambil mencoba membuka sabuk pengamannya.
"Kamu tidak perlu turun, Dita. Saya antar kamu sampai ke rumah kamu," ujar Arkha menghentikan gerakan tangan Dita.
"Jangan Pak, saya pulang sendiri saja. Ini juga baru jam delapan. Kereta masih banyak tersedia, Pak." Melihat Arkha bergeming di tempatnya Dita mendesah lirih. "Saya berhak menolak lho, Pak. Saya bisa pulang sendiri. Jangan begini, Pak. Saya tidak enak kalau merepotkan bapak."
"Kamu mulai cerewet ya, Dita," komentar Arkha.
Dita membenturkan punggungnya ke sandaran kursi. Tidak mengerti kenapa Arkha bersikap agak lain hari ini. Namun, sejurus kemudian Dita menegakkan tubuh, berniat kembali memohon pada Arkha agar menurunkannya dari mobil itu. "Pak ...."
"Setiap saya memiliki teman baru, saya akan mengantarnya pulang dengan selamat sampai ke rumahnya," tutur Arkha.
Dita membeku begitu mendengarnya. Apalagi ia menemukan kehangatan pada sepasang mata yang menatapnya sekilas itu. Belum lagi senyum tak sampai mata yang Arkha tunjukkan. Sikap sederhana dari Arkha itu membangkitkan jiwa penggemar berat yang Dita punya untuk bosnya itu.
"Tapi, Pak ...."
"Saya bosan mendengar kamu memanggil saya 'Pak' hari ini Dita. Usia kita hanya berbeda tiga tahun, tapi saya merasa seperti seorang bapak tua saat kamu memanggil saya, 'Pak'."
"Jadi, mau dipanggil Bos?"
Arkha menoleh dengan tatapan datar membuat Dita refleks merapatkan mulutnya.
"Jadi, saya meminta kamu agar tetap diam sampai saya mengantar kamu tiba di rumah kamu."
"Iya ... Pak," jawab Dita kikuk, lalu memilih bungkam.
Dita memberi Arkha share location alamat rumahnya sebagai penunjuk arah bagi Arkha. Mobil yang dikendarai Arkha sudah memasuki tol dalam kota. Kemacetan sudah sedikit terurai meski masih padat merayap. Dita sendiri sibuk berbalas pesan pada Rany yang katanya menunggunya untuk makan malam bersama. Dita meminta maaf karena tak bisa bergabung, ia sendiri masih di perjalanan dan akan tiba mungkin lebih dari satu jam lagi. Sementara itu Dita tidak memberitahu Rany tentang hadiah yang diberikan Arkha untuk Chava. Biarlah nanti akan menjadi kejutan untuk Rany, pikir Dita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dita and The Boss✅| Lengkap Di Karyakarsa
ChickLitCinta berada di urutan kesekian dalam daftar tujuan hidup yang ingin dicapai Dita. Bahkan saat sang adik naik ke pelaminan lebih dulu, Dita tidak masalah. Ia sibuk bekerja dan mengumpulkan uang, demi memenuhi standar sang ibu yang menilai kesuksesan...