Pukul tiga sore, Dita baru terbangun dari tidurnya. Lebih tepatnya ia ketiduran saat menangis meratapi cinta bertepuk sebelah tangan antara dirinya dan Arkha. Ditambah lagi, tuduhan kalau ia 'ada maunya' membuatnya cukup terpukul.
Mendung masih menggantung di atas sana, tak ubahnya hati Dita saat ini. Memijit pelan kepalanya yang terasa pusing, ia menyesali pilihannya tadi untuk melakukan adegan hujan-hujanan. Ia beranjak duduk, mulai menelpon restoran untuk memesan makan siang serta obat pereda demam. Dita berniat kembali ke Jakarta besok pagi. Jadi, ia harus menyehatkan kembali badannya malam ini juga.
Tiga puluh menit setelahnya, terdengar pintu kamarnya diketuk dari luar. Dita membuka pintu dan terlihat seorang staf resort mengantarkan pesanan makanan miliknya, lengkap dengan paracetamol.
"Sudah lengkap pesanannya, ya Bu," ujar staf resort yang merupakan seorang gadis yang Dita perkirakan berusia di awal dua puluhan.
"Sudah. Terima kasih, Teh," balas Dita ramah pada gadis berlogat sunda itu.
Gadis itu tampak tersenyum. "Saya permisi, kalau begitu, Bu," ucapnya.
"Tunggu!" cegah Dita yang tiba-tiba mengingat sesuatu.
"Ada yang bisa saya bantu lagi, Bu?" tanya staf resort itu.
"Kamu, kenal Pak Agung?" tanya Dita.
"Pak Agung, GM?"
"Agung Hartanto," jelas Dita. "Pindahan dari Jakarta. Dari GWM."
"Iya Bu, saya kenal. Beliau General Manager di sini." Jawaban staf resort ini membuat Dita mendadak senang.
"Beliau ada sekarang?" tanya Dita lagi.
"Ada Bu, kebetulan masuk shift pagi seperti saya," jawab gadis itu lagi.
Dita menoleh ke belakang, pada menu makan sorenya dan obat pereda demam yang harus ia minum. Lalu kembali melihat ke arah gadis di depannya. "Shift pagi selesai sampai jam berapa?"
Gadis itu tampak melihat arlojinya. "Jam setengah lima sore, Bu."
Dita tersenyum senang, melihat jam dinding yang baru menunjukkan pukul empat kurang lima belas menit. "Terima kasih, Teh Lina," ucap Dita sembari melihat nametag yang terpasang di seragam gadis itu.
Dita menghabiskan sepiring nasi dengan lauk ayam goreng mentega dan capcay itu dalam waktu yang singkat. Tidak lupa meminum satu pil obat pereda demam setelahnya. Dita keluar dari kamar lalu mengunci pintu, dan kali ini menyimpan anak kunci itu dengan baik di dalam saku celana jeans dengan model kulot yang dipakainya. Untuk atasannya Dita mengenakan sweater rajut yang cukup berhasil mengurangi rasa dingin yang terasa menusuk hingga ke tulang.
"Permisi, saya mau bertemu dengan Pak Agung, apa bisa?" tanya Dita to the point pada salah satu resepsionis. Sedangkan satu resepsionis lagi terlihat sedang menangani seorang tamu.
"Pak Agung, GM?" Resepsionis itu memastikan.
"Ya. Agung Hartanto, GM, pindahan dari Jakarta." Dita mulai tak sabar untuk segera bertemu dengan pria yang menghilang tanpa kabar itu. Dita bertekad untuk menemuinya dan mendapat penjelasan akan menghilangnya pria itu selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dita and The Boss✅| Lengkap Di Karyakarsa
ChickLitCinta berada di urutan kesekian dalam daftar tujuan hidup yang ingin dicapai Dita. Bahkan saat sang adik naik ke pelaminan lebih dulu, Dita tidak masalah. Ia sibuk bekerja dan mengumpulkan uang, demi memenuhi standar sang ibu yang menilai kesuksesan...