Tanpa berkata apapun Dita hanya mengikuti langkah Arkha yang berjalan menuju lift lalu turun ke lantai dasar. Mereka baru saja pamit pada pemilik acara dan sekarang akan bergegas pulang. Begitu lift terbuka dan mereka keluar, Dita mensejajarkan langkahnya dengan Arkha.
"Pak Arkha duluan saja, saya mau pesan taksi dulu," ucap Dita dengan ponsel yang sudah ia keluarkan dari dalam clutch.
"Kamu pulang dengan saya, Dita." Arkha mengatakannya sambil terus berjalan lurus.
Sementara Dita bertahan di tempatnya, menunduk menatap ponselnya mulai memesan taksi daring untuk pulang. Arkha yang menyadari Dita tidak ada di sampingnya akhirnya menghentikan langkah. "Dita!" panggilnya.
Dita bergegas menghampiri Arkha. "Ada yang bisa saya bantu lagi Pak?" tanyanya.
"Ayo pulang," ajak Arkha.
Dita memilih melihat ke ponselnya saat merasakan ada notifikasi masuk. Mengabaikan Arkha yang menatapnya tajam. "Saya pulang sendiri saja, Pak. Kebetulan saya sudah dapat driver. Sebentar lagi datang," lapornya.
"Pulang dengan saya, Dita. Saya sudah mengatakannya sejak awal. Kamu tidak mendengar?"
Dita merasakan hawa tidak nyaman saat ini. "Tapi kan, saya tadi datang sendiri. Saya juga akan pulang sendiri."
"Kamu menentang perintah saya?"
"Maaf Pak, tapi saya rasa tugas saya hari ini sudah selesai. Menemani Bapak ke pesta kolega Pak Wisesa." Dita merasakan ada gemuruh hebat di dalam dada saat mengatakannya.
Sepasang alis Arkha bertaut mendapati Dita kini berjalan meninggalkannya menuju lobi. Sejak tadi posisinya selalu berada satu langkah di depan Dita, membuatnya baru melihat jelas punggung Dita dengan gaun yang dikenakan wanita itu saat ini. Arkha mengumpat lirih, lalu berjalan cepat menyusul wanita itu. Sambil berjalan dilepaskannya jas hitam yang dipakainya, menyisakan kemeja putih berlengan panjang beserta dasi kupu-kupu di lehernya.
"Saya temani kamu sampai taksi kamu datang." Tangannya bergerak memakaikan jas itu ke tubuh Dita. Demi menutupi punggung terbuka itu.
Dita hanya mampu meneguk ludah, sambil memegangi jas yang sudah mendarat di punggungnya itu dengan sebelah tangannya. Ponsel yang ada di tangan satunya lagi berbunyi. Sebuah panggilan masuk datang dari sopir taksi daring yang ia pesan. Sopir itu memberitahunya akan posisinya yang sebentar lagi sampai.
Dita tidak mencoba mengajak bicara Arkha yang kini berdiri bersisian dengannya di depan lobi. Pria itu sendiri sibuk dengan ponselnya. Dita tebak, mungkin pria itu sedang berbalas pesan dengan kekasihnya. Ini malam minggu, Dita tentu tahu Arkha setelah ini pasti sudah memiliki acara bersama pacarnya yang luar biasa sempurna itu.
Sebuah mobil berwarna marun berhenti di depan Dita. Pintu kaca mobil itu lantas terbuka, Dita baru akan maju untuk mengonfirmasi nama si sopir, kalau dari plat nomor memang sudah cocok. Namun, Arkha mendahului langkah Dita menghampiri mobil itu.
"Pak, maaf sebenarnya kami tidak jadi pesan." Tangan Arkha bergerak mengambil dompet dari saku celananya. Dita melihat pria itu mengeluarkan lima lembar uang seratus ribuan dan menyerahkannya ke supir. "Ini tetap saya bayar ya, Pak. Sekali lagi saya mohon maaf karena tidak jadi naik taksi bapak."
Setelah itu tidak lama kemudian mobil itu pergi, berganti menjadi sebuah mobil mewah berjenis sedan berwarna silver yang diantar petugas valet parking. Dita yang masih membeku di tempatnya menyaksikan apa yang terjadi, lantas pasrah saja saat Arkha menyeretnya masuk ke dalam mobil itu. Hingga Arkha menempati kursi kemudi di kanannya, Dita mulai kembali bersuara.
"Kenapa, Pak?" tanyanya
"Kenapa apa?" balas Arkha yang mulai mengemudikan mobilnya keluar dari area hotel itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dita and The Boss✅| Lengkap Di Karyakarsa
Literatura FemininaCinta berada di urutan kesekian dalam daftar tujuan hidup yang ingin dicapai Dita. Bahkan saat sang adik naik ke pelaminan lebih dulu, Dita tidak masalah. Ia sibuk bekerja dan mengumpulkan uang, demi memenuhi standar sang ibu yang menilai kesuksesan...