Dita menatap sendu pria yang berjarak dua langkah saja darinya itu. Selama satu minggu ini ia berusaha untuk tidak keluar dari jalurnya. Jalur yang mengarahkanya pada satu-satunya tujuan, yaitu kesuksesan. Kesuksesan yang akan ia raih jika memiliki karir yang baik. Makanya ia ingin melewati tiga bulan percobaan sebagai sekretaris dengan baik, sehingga ia bisa meneruskan karirnya di GWM.
Dita ingin tetap pada tujuannya, bukannya malah melenceng dengan menyukai bosnya sendiri. Sebuah perasaan bodoh yang tak seharusnya ia miliki untuk Arkha. Dita masih cukup waras untuk berpikir tentang 'siapa' dirinya dan 'siapa' Arkha. Untuk itu, debaran dada saat Arkha tak sengaja menatapnya, atau perasaan nyaman saat parfum beraroma musk milik Arkha tercium olehnya, selalu Dita coba lupakan setiap kali ia pergi tidur. Meski di pagi hari, bayangan Arkha tetap muncul lagi dan memompa semangatnya untuk segera berangkat bekerja.
Dan, tadi ia dengan nekat menerobos semua pagar yang ia bangun di antara dirinya dan Arkha. Perasaan tidak tega melihat pria itu bekerja sendirian di ruangannya, benar-benar menyiksa. Sekuat tenaga ia menampik perasaan yang ia punya untuk Arkha. Namun, seperti ada sisi lain dari dalam dirinya yang ingin memenangkan rasa yang masih bersifat semu itu.
"Dita!"
Dita tersentak keras, lalu refleks menoleh ke sekelilingnya. Hingga pandangannya jatuh pada Arkha yang sudah berdiri sekitar satu meter darinya. Pria itu sudah berada di luar lift, sementara ia masih bersandar di dinding lift itu.
Segera menguasai diri, Dita lantas berjalan keluar menghampiri Arkha yang menatapnya aneh. Otot-otot rahang Dita sepertinya sudah biasa membentuk sebuah lengkungan di bibir. Hingga ia menampilkan senyum saja, saat ia bertemu mata dengan Arkha.
"Apa yang membuat kamu tidak fokus? Ada masalah yang kamu pikirkan?" tuduh Arkha.
"Masalah? Tidak ada, Pak," jawab Dita cepat.
"Kamu bukan orang yang suka melamun, Dita," ucap Arkha kemudian melanjutkan langkah.
"Tapi, saya memang tidak memiliki masalah apapun, Pak." Dita terus menyangkal tuduhan Arkha.
"Kamu bohong." Nada bicara Arkha terdengar begitu tenang di telinga Dita.
"Kamu menyesal, kan, karena tadi bilang ingin berteman dengan saya?" Arkha menuduh lagi.
"Maksudnya, bagaimana ya, Pak?" Dita jelas tak mengerti.
"Saya bukan orang yang asik diajak berteman, Dita. Saya berpikir mungkin kamu tidak akan tahan menjalin hubungan pertemanan dengan saya."
Dita membeku di tempatnya. Membiarkan Arkha berjalan keluar menuju lobi lebih dulu. Ternyata selain irit bicara, pria yang ia sukai itu tukang asal tuduh.
***
"Kenapa masih ada di sini?" tanya Arkha pada gadis yang berdiri bersisian dengannya itu. Gadis itu tak lantas menjawab, melainkan memusatkan pandangan ke arah kanan mereka.
"Dita ...."
"Sebagai teman yang baik, saya akan menemani Bapak, sampai dijemput oleh supir," jawab Dita lalu menyunggingkan senyum untuk Arkha.
"Kamu selalu bersikap begini kepada semua temanmu?" tanya Arkha.
"Tentu, Pak. Tadi saja saya temani Tania sampai dia dijemput pacarnya." Jawaban Dita kali ini membuat Arkha memilih untuk tidak membalasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dita and The Boss✅| Lengkap Di Karyakarsa
Chick-LitCinta berada di urutan kesekian dalam daftar tujuan hidup yang ingin dicapai Dita. Bahkan saat sang adik naik ke pelaminan lebih dulu, Dita tidak masalah. Ia sibuk bekerja dan mengumpulkan uang, demi memenuhi standar sang ibu yang menilai kesuksesan...