11. Kesalahan tak diinginkan

1.4K 112 0
                                    

Haifa melirik jam dinding yang sudah menunjukan pukul 8 malam, hujan lagi-lagi turun membasahi bumi. Haifa khawatir, suaminya belum kembali dari masjid.

Melihat hujan yang sepertinya tak akan dengan cepat reda Haifa mengambil payung di dekat dapur, berjalan keluar menyusul suaminya ke masjid komplek di ujung jalan.

Saat sampai di halaman masjid dia melihat sang suami yang berdiri dengan bapak-bapak yang lain seraya menyandarkan tubuhnya ke pintu. Haifa mendekat, "Om, mau pulang tidak?"

Haifa tersenyum mengejek melihat suaminya yang menatap horor kearahnya

"Keponakannya pak? Sepertinya baru lihat" tanya seorang pria disamping suaminya

"Bukan pak, dia istri saya" jawab suaminya seraya melirik Haifa marah.

"Lah kok panggilnya om?" Lelaki itu menatap aneh ke arahnya "mungkin panggilan kesayangan ya pak? Lagi pula istrinya kelihatan masih muda juga ya."

"Iya pak, istri saya sedari awal memang ingin sekali menikah sama duda hot seperti saya" Kevin tersenyum seraya melirik istrinya yang terlihat tak suka "sudah ya pak saya permisi, istri saya kasihan kedinginan kalau saya kelamaan"

"Iya pak silahkan, jangan lupa diumumkan pernikahannya supaya tidak terjadi fitnah nantinya"

"Iya pak, terima kasih sarannya."

Kevin mendekat ke arah istrinya, meraih payung yang wanita itu pegang untuk digenggamnya. Haifa menyesal, mengapa dia tak terfikir untuk membawa dua buah payung tadi, tahu lelaki itu semenyebalkan ini Haifa akan tetap bergeming di dalam rumah, membiarkannya kedinginan disini atau setidaknya demam karena kehujanan.

Beruntung payung yang dia bawa lumayan besar, cukup untuk mereka berdua berjalan ditengah hujan. Haifa merasakan dirinya di tarik mendekat, dia menepis tangan sang suami yang bertengger di pinggangnya.
"Mas pegang payungnya yang benar! Nanti baju Haifa basah semua"

"Ya kamunya geseran kesini, jangan jauh-jauh" melihat istrinya yang tetap menjaga jarak kevin mendekat, meraih tangan sang istri agar wanita itu tak perlu menjaga jarak.

Haifa menurut, mendekatkan posisi jalannya ke arah sang suami, malam-malam seperti ini harus kehujanan tentunya bukan hal yang menyenangkan untuknya.

Sesampainya di rumah Haifa langsung berjalan ke arah dapur, menyiapkan makan malam yang belum tersentuh karena dia menunggu suaminya pulang tadi. Tak seberapa lama suaminya menyusul duduk di kursi seraya menggesekan tangannya satu sama lain.
"Dingin mas? Ini Haifa kebetulan masak sup ayam. Kata mama kamu suka kan?" Haifa menyerahkan mangkok berisi sup yang masih mengepulkan asapnya kepada suaminya "semoga saja kamu suka"

Kevin tersenyum "sudah mulai kepo nih cari tahu makanan kesukaan om apa?" Tanpa berlama-lama Kevin menyantap makanan di depannya, melihat sang istri yang hanya mengambil nasi, tempe, dan juga tahu Kevin menatapnya tak suka "kok cuma makan itu?"

Haifa nyengir tak jelas menatap suaminya "Haifa tidak suka ayam di sup mas"

"Makanan seenak ini kamu nggak suka?"

"Ya kan selera orang beda-beda mas" Haifa kembali melanjutkan makannya.

Kevin menatap istrinya yang makan lahap didepannya, "kalau cape masak lain kali kita pesan saja"

Haifa menggeleng tak terima "tidak mau mas, lagi pula Haifa suka masak. Kalau Haifa masak sendiri bisa lebih hemat, Haifa juga jadi punya kerjaan. Haifa juga memasak sebagai bentuk bakti Haifa sebagai istri kamu."

Kevin tersenyum, dia memperhatikan istrinya yang sederhana, wanita itu tak silau akan harta, wanita itu bisa bersikap dewasa di umurnya yang masih sangat muda. Memikirkan itu Kevin terkekeh, merasa lucu saat sadar umurnya dan wanita itu yang terpaut hampir sembilan tahun.

Baja NagaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang