Seharian ini Haifa lebih banyak diam, hanya berbicara seperlunya, itupun jika dirinya ditanya. Melihat gelagat suaminya yang terlihat tak merasa berasalah sama sekali membuatnya merasa sedikit geram. Bahkan lelaki itu bersikap layaknya tak melakukan apa-apa. Jika tak ingat dimana dia berada saat ini sudah habis lelaki itu dia hiraukan.
Haifa melirik jam ditangannya, berharap jika waktu bisa berputar lebih cepat agar dia bisa segera pulang. Setidaknya dia tidak perlu menjaga sikap seperti di rumah ini. Haifa duduk dibalkon kamar suaminya, tak berniat menemui mantan istri lelaki itu yang berada di bawah, Haifa tau wanita itu hanya berniat bertemu suaminya dengan dalih menjemput anak mereka.
Melihat suaminya mengantar sang mantan istri, haifa memperhatikan mereka, meneliti interaksi mereka berdua tanpa pengawasannya, mencari tahu apakah wanita itu akan mencium suaminya lagi seperti yang dilakukannya tempo hari.
Dari gelagat mereka berdua yang masih asik berbincang dengan Aira yang masih dalam gendongan sang suami sedikit membuat darahnya mendidih, apa salah jika dirinya merasa cemburu melihat suaminya bergurau dengan wanita lain? Wanita yang notabenenya adalah mantan istri lelaki itu.
Disaat Kayra mendekat, menyentuh bahu suaminya mesra, Haifa hampir berteriak tak terima karenanya. Namun, saat suaminya berusaha menghindar Haifa sedikit bernafas lega, pasalnya lelaki itu tak sampai dicium mantan istrinya kali ini.
Wanita itu yang terlihat sedikit kesal berjalan ke arah kemudi mobil, sementara Kevin memberikan Aira kepada pengasuhnya, Haifa hanya tersenyum sekilas, merasa senang melihat wajah kesal wanita itu. Dan saat mobil wanita itu pergi Haifa berbalik dan masuk kedalam kamar mandi, membasuh wajahnya yang terasa panas hari ini, dia menatap pantulannya di cermin, mencoba bersikap tenang dan berlagak tak tahu apa-apa. Merasa dirinya sudah bisa tenang dia keluar membuka pintu dan mendapati suaminya yang berdiri di depan pintu seraya menatapnya penuh tanya. Haifa mencoba menghiraukan, tak mau membahas hal yang nantinya hanya akan membuat mereka bertengkar.
"Kamu itu kenapa? Cemburu lihat mas sama Kayra tadi?" Lelaki itu menaikan satu alisnya, merasa penasaran dengan sikap istrinya yang berubah sedari pagi tadi.
Haifa melewati suaminya, berjalan ke arah ranjang dan mengambil ponselnya di atas nakas. "Memang salah kalau Haifa cemburu melihat suami sendiri dekat dengan wanita lain?" Ucap Haifa seraya memainkan ponselnya,Mencoba bersikap biasa saja.
Kevin menghembuskan nafasnya frustasi, berjalan mendekat ke arah sang istri "Tapi dia ibunya Aira"
"Tapi dia mantan istri kamu, kalian pernah saling mencintai sebelumnya, bukan tidak mungkin kalau mas mau kembali pada wanita itu" Haifa menatap suaminya, mencoba memberitahukan pria itu jika dirinya merasa tidak nyaman.
"Haifa, Kayra hanya masa lalu, mas tidak mungkin mau jatuh ke dalam lubang yang sama dengan kembali pada dia" Kevin mengambil ponsel ditangan istrinya, tak suka saat diabaikan wanita itu.
"Tapi sikap kamu menunjukan hal lain mas, bersikaplah layaknya seorang mantan suami, tak perlu terlalu dekat seperti itu. bagaimanpun juga kalian saat ini hanyalah dua orang asing yang tak punya hubungan apa-apa. Kalau mas pergi dengan dia bersama Aira, Haifa bisa paham, karna Aira butuh kalian berdua. Tapi, jika mas pergi dengan dia hanya berdua, sementara Aira kalian titipkan disini, Haifa merasa jika kalian hanya memanfaatkan Haifa disini" Haifa menunduk, mengutarakan isi hatinya, berharap dengan cara ini lelaki didepannya tak lagi melakukan hal yang sama.
"Kenapa berfikiran seperti itu? Kalau kamu keberatan merawat Aira mas tidak akan merepotkan kamu lagi untuk merawatnya"
Haifa mengeram tertahan, merasa jengah dengan sikap suaminya yang seperti ini, mengapa makhluk bernama lelaki tidak bisa peka kepada pasangannya? "bukan itu masalahnya mas! Haifa tidak suka kamu pergi berdua dengan wanita itu!"
"Dari mana kamu tahu mas pergi dengan Kayra? Dia yang mengatakannya?"
"Tidak penting haifa tahu dari mana, harusnya mas berfikir dulu sebelum pergi dengan dia! Kamu bukan lelaki single lagi, ada perasaan yang seharusnya kamu jaga." Haifa ingin marah, tapi sadar dimana dia berada saat ini, dia tak mau membuat mertuanya tahu pertengkaran mereka .
"Maaf"
"Mas selalu seperti itu! Tidak mau jujur kepada Haifa. Tidak mau terbuka pada Haifa. Haifa tahu kalau haifa bukan wanita berpendidikan yang mungkin bisa nyaman untuk kamu ajak bicara, mungkin haifa terlalu bodoh untuk kamu beritahu segala hal, haifa.." haifa tak melanjutkan lagi ucapannya, merasa dirinya yang sudah bertindak berlebihan. Dia mendongak menahan tangisnya seraya memegang dadanya yang terasa sesak, mengelusnya pelan untuk menghilangkan rasa marahnya "maaf, haifa berlebihan"
"Mas seharusnya menjaga perasaan kamu, bukannya membuat kamu merasa seperti ini." Kevin menunduk, merasa bersalah karena telah membuat wanita didepannya berfikir seperti itu "mas tidak pernah menganggap kamu seperti itu, jika kamu merasa seperti itu, mas minta maaf"
Haifa tak menjawab, dadanya terasa sesak, perutnya tiba-tiba merasa tak nyaman, dan mual, Haifa bangkit, berjalan ke arah kamar mandi memuntahkan isi perutnya, Kevin yang melihat istrinya seperti itu mendekat, memijat tengkuk leher wanita itu dan mengelus punggungnya pelan "sayang tidak apa-apa?"
Haifa mencuci mulutnya lalu menggelang.
"Kenapa mual seperti ini? Kamu hamil?"
Haifa menatap suaminya, "mana mungkin? Kita baru melakukannya kemarin" Dia mengalihkan wajahnya ke arah cermin, merasa malu jika membahas hal seperti ini bersama suaminya.
"Mungkin saja, kita kan bukan dokter. Kita ke klinik untuk periksa kandungan bagaimana?" Kevin bertanya antusias, meski dia tahu istrinya tidak mungkin hamil secepat ini.
Haifa menggeleng, menolak usulan sang suami "mana mungkin secepat ini? Haifa hanya kecapean saja sepertinya. Lagipula memangnya mas mau punya anak dari wanita seperti Haifa?"
Kevin menatap iatrinya tak suka, "Kenapa tidak? Kamu istri mas, wajar kan kalau kamu mengandung anak mas?"
Haifa mengendikkan bahunya, berjalan keluar dari dalam kamar mandi meninggalkan suaminya sendiri disana "kita pulang mas, Haifa mau istirahat dirumah saja"
"Ya sudah, mas izin dulu sama mama"
Mendapat anggukan dari istrinya kevin keluar kamar, sementara Haifa duduk disisi ranjang seraya memijat kepalanya yang masih terasa sakit. Mana mungkin dirinya hamil, mereka hanya melakukannya sekali, itupun baru kemarin, Haifa yakin dia hanya kelelahan, dan terlalu banyak fikiran. Sudah harus memikirkan biaya untuk ayahnya di kampung dan sekarang memikirkan sang suami yang bersikap seperti itu, mengingatnya Haifa hanya khawatir jika nanti anaknya dibedakan karena terlahir dari ibu sepertinya. Haifa menggeleng mengusir pikiran buruk yang selalu datang dikepalanya
Dia melirik ke arah pintu saat mendapati suaminya yang sudah kembali "ayo, mama sudah tunggu di bawah"
Haifa menurut, bangkit dari duduknya dan meminta lelaki itu membantunya berjalan ke bawah, dia tak mau jika harus terjatuh diatas tangga karena kepalanya yang terasa pening.
"Yakin masih mau pulang, kalau memang sakit kita ke klinik saja ya? Mas khawatir jika kamu seperti ini"
"Haifa mau pulang saja mas, nanti beli obat di apotek saja, cuma sakit kepala biasa saja ini"
"Ya sudah. mas tuntun, jalannya pelan-pelan saja" kevin mengalah, tak mau membuat istrinya tambah sakit kepala jika harus kembali bertengkar dengannya
Haifa mengangguk, lagipula dia tak mau merepotkan orang yang ada di rumah ini, dia segan. dia hanya sakit kepala biasa saja, bukan hal yang perlu dibesar-besarkan.
Hargai saya dengan cara bantu vote ya..
See you..
KAMU SEDANG MEMBACA
Baja Nagara
RomansaKevin Baja Nagara seorang pria yang memiliki paras khas lelaki jawa, Dengan perawakan tinggi, kulit eksotis dan senyumnya yang manis, sosok dengan ketampanan yang nyaris sempurna. Hanya karena kesalah pahaman, dia harus menikahi seorang gadis muda y...