Haifa membuka matanya perlahan, dia sedikit memicing saat cahaya lampu dari ruangan serba putih itu langsung menusuk retina-nya. Melihat keadaan sekitar, Haifa menemukan suaminya yang tertidur dengan posisi duduk di sofa samping tempat nya berada. Haifa kembali melihat sekeliling, menyadari jika saat ini dia berada di rumah sakit. Haifa mulai mengingat sesuatu, perlahan Haifa membawa tangannya ke atas perutnya sendiri, meraba tempat dimana makluk kecil itu pernah berlindung didalam tubuhnya, dan sayangnya Haifa tak berhasil melindungi anak itu sampai terlahir kedunia.
Mengingat itu Haifa merasakan nyeri di ulu hatiya, mengalahkan rasa sakit pada fisiknya setelah mengalami keguguran yang tak pernah dia harapkan. Haifa terisak, membuat Kevin yang tertidur disofa sedikit bergerak tak nyaman, mungkin terganggu oleh suaranya. Haifa menutup mulutnya rapat-rapat, mencoba menyembunyikan tangisnya agar tak perlu didengar pria itu, meski semua itu sia-sia.
Kevin yang mendengar isakan istrinya mulai terbangun, melirik ke arah istrinya yang terlihat sedang menahan tangisnya. Dia bangkit, mendekat kepada Haifa dan duduk di kursi samping brankar istrinya. Kevin menarik tangan Haifa, menggenggam tangan wanita itu erat mencoba menguatkan. Dia sedikit menunduk, mencoba memeluk istrinya agar tak perlu untuk menahan lagi isakannya.
"Mas, Haifa minta maaf" tangisnya benar-benar luruh kali ini, Haifa tak lagi berusaha untuk menahannya lagi kali ini. "Haifa tidak bisa menjaga anak kita"
"Sstt.." kevin mengeratkan pelukannya, tak ingin mendengar sang istri yang menyalahkan dirinya sendiri "sudah, jangan menyalahkan diri sendiri seperti ini"
"Haifa tidak tahu jika yang datang adalah orang jahat. Kalau saja Haifa bisa lebih berhati-hati dan tidak sembarangan membuka pintu untuk orang asing, mungkin keadaanya tak akan seperti ini"
"Semua ini terjadi sudah atas izin Allah Haifa. Kita berdua sedang diuji" Kevin sedikit menjauhkan badannya, menyeka air mata dari wajah istrinya itu. "Mas janji akan menangkap pria itu, dan memasukannya ke penjara"
Kevin tak pernah menyangka jika David bisa senekat itu, dia hanya mengira jika yang David incar adalah putrinya, Aira. Nyatanya anaknya yang lain pun menjadi korbannya. Pria itu bahkan tega menyakiti istrinya yang tidak pernah tahu apa-apa. Pria itu terlalu pengecut, menyakiti seorang wanita yang sedang hamil nyatanya bukanlah tandingan yang seimbang, bagaimana mungkin pria itu bisa tega melakukannya.
Menyadari tangis istrinya yang sudah mulai mereda, Kevin kembali meluruskan duduknya, masih dengan tangannya yang menggenggam erat tangan istrinya itu. "Mau makan sesuatu?" Kevin bertanya terlebih dahulu, dia tahu istrinya pasti akan menolak meski sedang lapar sekalipun.
Haifa menggelang, dia tak ingin memakan apapun kali ini, selain karena memang tak nafsu makan, Haifa juga merasa sedikit mual, dia sendiri tak tahu mengapa semua itu bisa terjadi. "Haifa mual mas"
"Sedikit saja"
Haifa kembali menggeleng, jika suaminya mencoba memaksanya untuk makan, Haifa bisa keras kepala untuk menolaknya. "Haifa mau tidur saja"
Kevin terpaksa menurut, tak baik jika dirinya memaksakan kehendak kepada sang istri, wanita itu juga sepertinya membutuhkan waktu untuk memulihkan perasanya.
***
Setelah dua hari berada di rumah sakit, hari ini Haifa sudah diizinkan untuk pulang kerumah. Dibantu suaminya yang kembali tak masuk kantor untuk kesekian kalinya. Sifatnya pun berubah menjadi sedikit pendiam. Haifa lebih banyak menghabiskan waktunya hanya untuk sekedar melamun ataupun kembali menangisi keadaanya. Bukannya Haifa tak bisa menerima takdirnya, hanya saja dia membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan kenyataan bahwa dia baru saja kehilangan anaknya.
Hubungannya dengan Kevin pun menjadi sedikit merenggang. Mengingat jika pria itu juga bertanggung jawab dengan apa yang dia alami kali ini. Jika saja suaminya tak perlu ikut campur dalam hubungan mantan istrinya itu, Haifa rasa mungkin dirinya akan baik-baik saja. Anaknya tak akan menjadi korban hanya karena kasus cinta segitiga.
Sebenarnya Haifa tahu, pria itu juga tak menginginkan ini semua terjadi. Tapi Haifa juga tak bisa menyangkal perasaanya sendiri. Dia merasa, jika saja pria itu bisa sedikit saja menjaga hubungannya dengan mantan istrinya, semua masalah ini tak akan terjadi, hubungan mereka berdua pun mungkin akan normal seperti pasangan lainnya.
Saat sampai didepan rumahnya, Haifa berdiri sedikit ragu. Dia merasa takut untuk masuk kedalam rumah itu lagi. Bayangan kejadian dua hari lalu berhasil membuatnya merasa gemetaran. Haifa terpaku, keringat dingin mulai keluar didahinya. Dia memejamkan matanya, mengepalkan lengannya erat untuk mengusir rasa takutnya. Dia harus berani, tak mungkin dia hidup dalam ketakutan terus menerus seperti ini. Setidaknya dia harus berusaha agar hidupnya bisa kembali normal seperti dulu.
Ditengah dirinya yang sedang mencoba untuk menenangkan diri, Haifa merasakan tangannya digenggam. Dia melirik ke arah suaminya, melihat pria itu yang menunjukan ekspressi penasaram.
"Kenapa?"
Haifa menggeleng, lagi pula ini hanya masalahnya saja, pria itu tak perlu tahu apapun. Dia sedikit tersenyum, lalu menarik napasnya dalam-dalam. Mencoba mendoktrin dirinya sendiri jika semuanya akan baik-baik saja, dia tak perlu merasa takut berlebihan seperti ini.
Melihat istrinya yang terkesan tak baik-baik saja, Kevin mendekat, mengajak wanita itu masuk kedalam rumah mereka seraya merangkulnya, melihat keringat dingin yang ada didahi istrinya, Kevin tahu jika wanita itu merasa ketakutan. Saat mereka berdua sudah berada didepan pintu Kevin merasakan tubuh istrinya yang sedikit menegang, wanita itu bahkan tak berani melihat kedalam rumah mereka. Merasa tak tega, kevin menghentikan langkahnya, membuat wanita disampingnya juga ikut diam ditempat "kita tinggal dirumah mama saja bagaimana? Mas tidak tega melihat kamu seperti ini"
Mendengar usulan suaminya, Haifa menggeleng. Dia tak ingin merepoti ibu mertuanya lagi, dia juga harus belajar untuk melawan ketakutannya bukan justru menghindar dan tinggal di tempat lain. "Haifa tidak apa-apa kok mas, mau sampai kapan juga Haifa menghindar dirumah mama. Lagi pula yang diincar pria jahat itu bukan Haifa, melainkan anak kamu" Haifa menatap suaminya dengan tatapan sedikit menuduh, entahlah, setiap mereka berdua membahas perihal anaknya yang telah gugur, Haifa merasa marah kepada pria didepannya, marah tanpa sebab yang sebenarnya tak perlu dia tunjukan.
Ditatap seperti itu, Kevin merasa tak tenang. Dia merasa jika istrinya menyalahkan dia perihal anak mereka. "Kamu marah?"
"Marah kenapa?" Haifa kembali menetralkan mimik wajahnya, lagi pula disini bukan hanya dia yang kehilangan anak mereka, suaminya juga merasakan hal yang sama.
Kevin hanya menggeleng, tak ingin bertengkar dengan istrinya jika mereka melanjutkan pembicaraan ini. Wanita itu masih belum bisa menerima kepergian anak mereka. "Ya sudah, kita masuk" Kevin meraih tangan istrinya, membawa wanita itu masuk kedalam rumah mereka.
Kevin memperhatikan istrinya yang bejalan memasuki rumah mereka tanpa melihat sekeliling, wanita itu bahkan langsung mengajaknya berjalan menuju kamarnya di lantai bawah.
Setelah membantu istrinya untuk duduk di atas ranjang kevin ikut duduk di dekatnya, meraih tangan istrinya yang terasa dingin ditangannya. "Nanti kita ganti suasana ruang depan, supaya kamu tidak perlu ketakutan lagi seperti ini"
"Mas, apa kamu yakin dia tidak akan kembali lagi?" Haifa bertanya dengan nada khawatir. Jika pria itu saja tega melakukan hal buruk padanya, bukan tidak mungkin pria itu juga akan kembali melajukan hal buruk kepada keluarganya yang lain.
"Mas sudah meminta orang untuk melacak jejaknya, mas tidak akan membiarkannya hidup tenang diluaran sana setelah melakukan kejahatan itu terhadap kamu"
Haifa sedikit ragu, dia tak yakin jika pria itu bisa ditangkap dengan mudah. Haifa melihat sekeliling saat merasakan suasana rumah yang terasa sepi hari ini. "Aira sama Ibu kemana mas?"
"Mas titipkan dirumah mama. Mas kan harus merawat kamu dirumah sakit, setidaknya mereka aman jika tinggal dirumah mama"
Haifa tahu, memang sebaiknya Aira ada di rumah mertuanya, tempat itu lebih aman dari pada rumah yang dia tinggali saat ini. Cukup calon anaknya saja yang menjadi korban, jangan sampai anaknya yang lain kembali celaka.
Hargai saya dengan cara bantu vote ya..
See you..
KAMU SEDANG MEMBACA
Baja Nagara
RomansaKevin Baja Nagara seorang pria yang memiliki paras khas lelaki jawa, Dengan perawakan tinggi, kulit eksotis dan senyumnya yang manis, sosok dengan ketampanan yang nyaris sempurna. Hanya karena kesalah pahaman, dia harus menikahi seorang gadis muda y...