Haifa masih berada di dalam kamarnya, mengingat jika dia tak diizinkan turun oleh suaminya. Sementara pria itu entah pergi kemana, haifa sendiri tak tahu. Dan tak berusaha untuk mencari tahu. Dia mencoba untuk berprasangka baik kepada suaminya, ingin tahu sejauh mana pria itu bisa menjaga kepercayaannya. Dengan langkahnya yang terbilang pelan Haifa berjalan ke arah sofa, duduk disana seraya memainkan ponselnya. Merasa tak ada mood untuk membaca apapun kali ini.
Disaat dia sedang men-scrool akun media sosial miliknya, Haifa mendapatkan pesan dari suaminya, dia membuka pesan itu, dan melihat suaminya yang mengirimi foto sedang berada di sebuah super market. Menanyainya apa saja yang ingin dirinya makan, agar dibelikan lelaki itu. Tangan haifa tergerak membalas pesan suaminya, meminta lelaki itu berbelanja sesuai keinginannya saja. Lagi pula Haifa bisa makan apa saja, meski dirinya tak suka haifa akan tetap memakannya jika makanan itu sudah tersaji dihadapannya.
Merasa bosan karena berada di dalam kamar terus menerus Haifa berjalan kearah pintu kamarnya, keluar dari sana dan meminta bantuan dari wanita yang suaminya bilang akan membantunya sementara untuk turun ke bawah, Haifa berniat berkenalan dengan wanita itu seraya menonton televisi. "Bu.." Haifa bingung harus memanggil wanita itu seperti apa, mengingat usianya yang lebih tua darinya membuat Haifa merasa sungkan pada wanita itu.
Wanita yang berusia hampir 50 tahun itu berjalan ke atas, menemukan istri majikannya sudah berdiri diujung tangga berniat untuk turun "non mau kemana? Mas kevin tadi pesan supaya non jangan terlalu banyak bergerak dulu"
"Haifa mau turun bu, bosan seharian dikamar terus" Haifa mengatakan itu dengan wajahnya yang memelas "Ibu bantu Haifa turun ya? Nanti Haifa mau minta sama mas Kevin untuk tidur dikamar bawah sementara.
Wanita itu mengangguk, dengan cekatan membantu Haifa turun kelantai bawah pelan-pelan. "Ya sudah, nanti bibi siapkan kamar untuk non Haifa ya?"
"Panggil Haifa saja bu, Haifa tidak nyaman dipanggil seperti itu"
"Tapi bibi segan non, non majikan disini."
"Tidak apa bu, panggil Haifa saja. Anggap saja haifa sebagai anak ibu supaya ibu tidak segan. Haifa juga tidak berasal dari keluarga kaya, Haifa masih belum nyaman jika dipanggil seperti itu"
"Ya sudah, nak Haifa mau kemana? Biar ibu bantu jalan kesana "
"Haifa mau nonton TV saja bu, sembari nunggu mas Kevin pulang. Ibu temani Haifa ya?"
Wanita itu menggeleng, merasa segan jika harus bersantai dengan majikanya "Nak Haifa nonton sendiri saja ya? Ibu masih banyak kerjaan"
Haifa hanya menghela nafasnya, dia tahu perasaan wanita itu, mungkin wanita itu merasa sungkan berada disampinya seperti dia yang sungkan dihadapan keluarga suaminya. Sebenarnya dia merasa senang saat suaminya bilang wanita itu akan tinggal bersama mereka. Haifa merasa memiliki teman di tempat ini. Dia jadi tak merasa kesepian karena harus berdiam diri di rumah ini sendirian.
Mendengar mobil suaminya yang datang Haifa melirik kebelakang. Melihat wanita yang membantunya itu berjalan tergesa membukakan pintu untuk suaminya. Tak seberapa lama lelaki itu muncul, membawa barang belanjaan yang terlihat banyak dan berat ditangannya.
Setelah lelaki itu meletakan belanjaanya tadi di dapur, lelaki itu berjalan ke arahnya, duduk disampingnya yang sedari tadi memperhatikan lelaki itu.
"Ngapain turun?" Lelaki itu bertanya, menyenderkan punggungnya disofa sebelah istrinya.
"Haifa bosan," Haifa melirik suaminya sekilas, lalu kembali memusatkan pandangannya ke arah televisi "Haifa tidur di kamar bawah saja ya mas? Kalau di atas Haifa susah buat turun atau naiknya"
"Kan ada mas" lelaki itu kembali menegakkan duduknya, menatap ke arah istrinya yang masih melihat ke layar didepannya "Kalau bicara sama mas, lihat wajahnya dong, jangan malah lihat ke arah lain" Kevin berbucara dengan nada sedikit merajuk.
Mendengar suaminya berbicara seperti itu Haifa menoleh, melihat tepat ke arah wajahnya Memperhatikan semua yang ada diwajah lelaki itu. "Mas, Haifa mau tidur dikamar bawah saja ya? Haifa tidak mau membuat kamu atau yang lainnya kerepotan"
"Kalau kita tidur dibawah, nanti bibi dengar suara yang aneh-aneh dari kamar kita bagaimana?"
"Aneh-aneh apanya? Memangnya mas mau apa?" Haifa mematap lelaki itu kesal, dia tahu apa yang dimaksud suaminya.
"Ayolah, jangan pura-pura tidak tahu" lelaki itu, mendekatkan tubuhnya ke arah sang istri, membuat Haifa menggeser tubuhnya karena tidak nyaman.
"Jangan disini mas, malu" Haifa mendorong wajah suaminya yang bergerak semakin mendekat, dia tak mau jika dilihat orang lain disaat seperti itu.
"Bibi juga pernah muda, dia pasti paham" Kevin kembali mendekat, berniat untuk mecium istrinya "halangan kamu juga sudah selesai kan?"
"Iya. Tapi Haifa masih sakit mas, kamu tega?" Haifa menatap suaminya, masih berusaha agar pria itu tak bergerak semakin mendekat.
"Yang sakit kan cuma kaki, kamu tega lihat mas uring-uringan seperti ini?" Kevin balik bertanya, menunjukan ekspressi yang membuat sang istri merasa iba.
Haifa menyerah, lagi pula pria itu lelaki normal, punya istri pula. Haifa pun tak berani menolaknya "ya sudah nanti ya, sudah mau ashar juga. Mas mau ke masjid kan?"
Kevin mengangguk pasrah, mengacak rambutnya kesal lalu melirik jam yang memang sudah hampir ashar "ya sudah, mas naik dulu. Mau mandi terus berangkat ke masjid"
Haifa mengangguk, meraih remote untuk mematikan televisi, berniat pergi ke ruang makan, membantu pekerjaan yang bisa dia kerjakan.
Melihat istrinya yang lengah, Kevin mendekat, menangkup wajah istrinya lalu mencium wanita itu sekilas. Membuat wanita itu menjerit tak suka. "Mas kangen soalnya" ucapnya beralasan lalu berlari meninggalkan istrinya yang masih kesal.Setelah kepergian suaminya Haifa mengulum senyum, merasa senang diperlakukan seperti itu. Hanya saja dia terlalu malu untuk mengakuinya.
Haifa bangkit, dengan langkahnya yang pelan berjalan ke arah dapur, dan duduk di meja makan yang memang tak disekat dengan dapurnya. "Ibu, Haifa bantu apa?"
"Tidak usah bantu apa-apa, lagi pula ini kan memang sudah pekerjaanya ibu" wanita itu mendekat, mencegah Haifa yang tangannya berusaha meraih satu kantong yang ada di meja makan.
"Tidak apa, Haifa bosan kalau tidak ada kegiatan. Lagipula yang sakitkan cuma kaki Haifa saja. Haifa bisa kok kalo cuma bantu-bantu seperti ini" jawab Haifa keras kepala. Lagi pula Haifa tak tega, wanita itu pasti lelah karena melakukan semuanya sendirian di usia yang sudah tidak lagi muda. Mengingatnya Haifa penasaran. Diusiannya saat ini mengapa wanita itu masih giat bekerja. "Bu, ibu kanapa masih kerja? diusia saat ini seharusnya ibu sedang berada di rumah dan menikmati masa tua."
"Mau bagaimana lagi? Suami ibu sudah meninggal. Anak-anak ibu pun semuanya sudah berumah tangga. Ibu tidak mau menjadi beban untuk mereka nantinya"
Haifa hanya mengangguk, mencoba untuk mengerti. "Ya sudah, ibu anggap Haifa seperti anak ibu saja. Lagi pula Haifa juga tak punya ibu. Tidak apa-apa kan?"
Wanita itu mengangguk ragu, tak menyangka jika istri majikannya sebaik ini.
Hiafa tersenyum senang, setidaknya dia punya keluarga lain di tempat ini. Mendengar suara azan dari masjid yang ada di ujung jalan Haifa meminta wanita itu menghentikan pekerjaannya, melanjutkan semuanya nanti setelah sholat ashar. Dia meraih ponselnya, meminta sang suami agar saat turun nanti membawa serta mukena miliknya.
Melihat suaminya yang turun dari lantai atas dan mendekat ke arahnya sembari membawa mukenah yang dia minta. Haifa menetralkan ekspressinya, tak ingin terlihat gugup di depan pria yang terlihat rapih memakai baju koko yang melekat pas ditubuhnya. Lelaki itu berjalan ke arahnya dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya, Haifa jadi salah tingkah sendiri melihat itu.
"Ini" Kevin memberikan mukena itu kepada istrinya "mas berangkat dulu ya?"
Haifa mengangguk, mengulurkan tangannya untuk menyalimi suaminya. Melihat itu Kevin melihat sekitar, melihat bibinya yang terlihat sibuk sedang membersihkan sayuran membelakangi mereka. Dia menunduk, mensejajarkan bibirnya dengan telinga sang istri "ingat, jangan menghindar lagi nanti malam" ucapnya tepat ditelinga sang istri lalu menciun pipinya singkat dan meninggalkan Haifa yang dibuat merinding suaminya "dasar ganjen!" Umpatnya yang sempat didengar oleh wanita paruh baya yang menahan tawanya melihat tingkah mereka.
Hargai saya dengan cara bantu vote ya..
See you..
KAMU SEDANG MEMBACA
Baja Nagara
RomansaKevin Baja Nagara seorang pria yang memiliki paras khas lelaki jawa, Dengan perawakan tinggi, kulit eksotis dan senyumnya yang manis, sosok dengan ketampanan yang nyaris sempurna. Hanya karena kesalah pahaman, dia harus menikahi seorang gadis muda y...