BACA SEASON 1 DULU YANG BERJUDUL THE LEFTOVERS
⭐ TERSEDIA LENGKAP DI WATTPAD ⭐
-oOo-
Semenjak rombongan monster Kureiji menyingkir dari wilayah perkotaan, mereka menemukan satu masalah baru yang harus ditangani. Tak mau masalah ini larut dalam kekac...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
-oOo-
TEMPERATUR merosot drastis bersama larutnya malam. Angin utara menyapu setiap inci kulit River yang kembali halus selepas transformasinya. Membuatnya menggigil, tetapi tak cukup kapok untuk mendorongnya kembali ke tenda tidur. Sebagai gantinya, pemuda itu menyalakan rokok pertamanya hari ini seraya menuju bilah-bilah pepohonan yang berbaris sunyi di dekat tebing jeram. Dia duduk di tepinya, sendirian, dengan kaki menjulur melintasi jurang menganga di bawahnya. Gumpalan asap rokoknya berarak naik, menghilang ditelan angin.
"River?"
River tak repot-repot berpaling ke belakang untuk melihat adiknya menyusul kemari. Dia masih terdiam sambil mengisap hikmat rokok di bibirnya.
"Ibu melarangmu merokok." Juan tahu-tahu muncul dari sampingnya dan langsung menarik rokok dari selipan bibirnya. Abangnya hanya membuang napas. Tanpa berusaha melawan, mengambil sebatang yang baru dari kantong jaketnya, lalu menyalakannya lagi.
"Kau tidak dengar kata-kataku?" Juan hendak menyambar rokoknya kali kedua, tetapi River mengelak lebih gesit. "River!"
"Juan, berhentilah mengomeliku seperti Ibu," balasnya agak dongkol. Ini adalah kali pertama dalam setahun ketika akhirnya dia menyebut lagi ibunya. Dan, sensasi itu masih serupa seperti sedia kala―perasaan berat dan terbebani yang menyerang dadanya. Ledakan ingatan tentang Euros yang membocorkan fakta bahwa Juan membunuh ibunya masih membuatnya sakit dan kepikiran. Namun, River sendiri tak merasa berhak untuk menuntut Juan. Dia tak mau adiknya merasa malu dan bersalah saat dipaksa mengorek-ngorek kembali masa lalu.
"Sejak kapan kau merokok?" Semestinya Juan memang tak perlu merasa tersinggung saat abangnya merokok diam-diam. Akan tetapi ... melihat sikap River akhir-akhir ini yang selalu tampak depresif dan murung hanya menyulut kemarahan yang lebih besar. Juan mendorong dirinya duduk di samping River sembari menanti jawaban.
"Entahlah. Itu tidak penting," kata River, kembali mengembuskan segumpal asap ke udara. Pemuda itu mengangkat dagunya seraya menghirup udara malam pegunungan hutan, "Sudah tidak ada lagi yang bisa melarangku melakukan apa yang kumau."
"Tunggu saja sampai paru-parumu membusuk dan seseorang harus membuat lubang di tenggorokanmu."
"Kau pernah merasakan otot-ototmu terbakar setiap kali bertransformasi? Rasanya jauh lebih buruk dari yang kauucapkan barusan."
Juan mendengkus, merasa jengkel karena abangnya selalu menyangkutpautkan kondisi dirinya yang sekarang dengan berbagai tingkat lapisan pertanyaan yang tak ada hubungannya dengan menjadi monster. Lama-lama ini menjadi ajang menentukan nasib siapa yang lebih buruk. Dia membalas dengan topik lain, "Ini sudah hampir jam dua pagi. Kenapa tidak pergi tidur?"
River tidak membalasnya. Dia hanya tengadah melihat kegelapan malam yang tersadur oleh gemerlap bintang. Juan yang tidak putus asa, menjawab sendiri pertanyaannya, "Kalau aku kemari untuk memikirkan sesuatu."