-oOo-
SUARA ketukan sepatu Janeth bergema di sepanjang lorong penjara bawah tanah yang suram dan redup oleh sinar lampu minyak. Sama halnya seperti rute gelap yang terbentang di hadapannya, pikirannya pun buta oleh kemarahan atas kegagalan.
Selama ini Janeth sudah cukup tertekan dengan deretan eksperimennya yang selalu berakhir di lubang pemakaman―para subjek kesayangannya yang keguguran. Belum lagi sekarang dia terjangkit emosi atas ulah para tawanan keras kepala, serta hilangnya putra sulung Marcus. Mengingat betapa lama Janeth tidak mendengar kabar dari Claude, terbit dua kemungkinan di kepalanya; apakah Claude sedang menyusun rencana untuk melawannya, atau jangan-jangan pria itu sudah lama tewas?
"Opsi pertama." Tahu-tahu seseorang menginterupsi lamunannya. Janeth memelankan langkah seraya meraup napas panjang. Apa bocah ini baru saja membaca pikiranku?
"Anda mendengarku, kan?" Wayne menengok sedikit agar bisa melihat Janeth yang melangkah bersisian dengannya. "Kubilang opsi pertama lebih baik. Kita paksa tawanan baru itu membocorkan semua rahasia yang dia ketahui lewat adiknya―namanya Juan, kalau Anda lupa. Yang kutahu, orang ini sangat posesif dan kelewat perhatian pada adiknya. Aku yakin itu tanda-tanda brother complex. Kita bisa mengancamnya lewat Juan agar dia mengaku tentang keberadaan Claude."
"Maksudmu kau mau aku menyiksa adiknya?"
"Ya―tidak, maksudku, lukai saja sedikit. Dia pasti lemah dengan adiknya."
"Kau pikir dia lemah karena kita melukai adiknya?"
Wayne merengus. "Kita semua lemah dengan sesuatu yang kita sayang."
"Konyol sekali. Dia justru akan murka kalau kau sembarangan menyentuh adiknya."
Kemudian Wayne berhenti melangkah, tidak habis pikir atas sikap wanita ini. "Bukankah begitu dunia monster bekerja? Kita menyiksa atau disiksa. Lalu cara apa lagi yang akan Anda lakukan kepada River? Membunuhnya tidak akan membawa hasil."
"Lupakan soal menyiksa. Kita akan memakai opsi kedua," kata Janeth, langkahnya kembali cepat. Mereka berbelok ke cabang lorong sebelah kanan dan tenggelam dalam kegelapan yang lebih pekat. Suara Janeth menjadi lebih bergema dan kental. "Atur River untuk eksperimen fertilisasi. Saat ini yang lebih penting adalah melanjutkan pengembangan serum. Percobaanku hampir sempurna."
Wayne belum sempat menjawab karena tiba-tiba saja mereka sudah sampai di depan sel kurungan River. Di antara sinar lampu minyak yang meredup suram, kedua tahanan itu duduk berjauhan satu sama lain. Kale―si pria berkulit gelap―tidur dengan wajah tengadah dan punggung bersandar di tembok bata, sementara River masih duduk terjaga. Lengannya tidak terborgol, tetapi dia terlihat tidak memiliki minat menggebu ingin keluar dari sana.
"Selamat siang," Janeth menghadap River seraya menyeringai. "Bagaimana makan malammu kemarin?"
River tidak membalas apa-apa. Menengok pun tidak. Dia hanya menunduk sehingga tercipta bayang-bayang gelap di wajahnya. Janeth yang menatap hal ini, sedikit tersentil.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐇𝐄 𝐏𝐈𝐎𝐍𝐄𝐄𝐑𝐒 (𝐒𝐄𝐀𝐒𝐎𝐍 𝟐)
FantasyBACA SEASON 1 DULU YANG BERJUDUL THE LEFTOVERS ⭐ Follow sebelum membaca ⭐ -oOo- Semenjak rombongan monster Kureiji menyingkir dari wilayah perkotaan, mereka menemukan satu masalah baru yang harus ditangani. Tak mau masalah ini larut dalam kekacauan...